NovelToon NovelToon
Tumbal (Di Angkat Dari Kejadian Nyata)

Tumbal (Di Angkat Dari Kejadian Nyata)

Status: tamat
Genre:Misteri / Horor / Tamat
Popularitas:503
Nilai: 5
Nama Author: Rosy_Lea

Erik koma selama 3 Minggu, setelah jatuh & terjun bebas dari atas ketinggian pohon kelapa, namun selama itu pula badannya hidup & berinteraksi dengan keluarga maupun orang-orang di sekelilingnya, lalu siapa yang mengendalikan dirinya jika jiwanya sedang tak bersama raganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosy_Lea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pindah

Momen heboh di ruang tamu itu berlanjut, ramai, nyaring, sampai rasanya semua lupa kalau di situ masih ada tamu.

Lupa kalau ada orang lain yang duduk memperhatikan, yang mestinya nggak perlu menyaksikan kehebohan ini.

Seketika ruang tamu berubah fungsi. Bukan lagi tempat menyambut tamu dengan hangat,

tapi ajang rebutan, adu suara, dan saling sodor proposal kebutuhan masing-masing.

Aku cuma bisa duduk tersenyum getir menahan malu.

Ya aku nggak tau mungkin sikap ku salah, astaghfirulloh Al adziim.

Mungkin buat mereka itu momen bahagia, ada saweran rezeki datang tiba-tiba.

Tapi buatku? Ya Allah, rasanya pengen nyungsep ke kolong meja.

Malu banget besty...

Aku malu sama tamu yang ada, mungkin kalau nggak ada tamu disitu ya aku mah bodo amat..

Tamu-tamu yang lagi jenguk pak Su cuma bisa saling pandang sambil senyum canggung,

Kenapa sih, harus banget rebutan uang di depan tamu?

Bisa kan... sedikit saja ditahan biar nggak kelihatan lapar harta.

Kadang bukan rezekinya yang bikin malu, tapi caranya.

Ya, akhirnya malah para tamu itu yang mengalah.

Dengan senyum canggung dan tatapan bingung, mereka pelan-pelan pamit undur diri.

Mungkin mereka merasa tak lagi nyaman berada di tengah situasi yang lebih mirip pelelangan, ramai, ricuh, dan semua bicara bersamaan.

Sungguh... kadang bukan keadaan yang memalukan,

tapi sikap kita sendiri yang bikin suasana jadi semrawut.

Hari itu juga, menjelang sore, sepupu pak Su datang sekeluarga. Mereka pamitan, mau balik ke kota, maklum, bisnisnya memang di sana.

Sebelum pulang, dia titipin amplop ke aku.

"Ini ya, buat nebus obat pak Su," katanya pelan, sambil senyum.

Aku angguk, terima sambil ucapin terima kasih.

Dalam hati, Alhamdulillah… masih peduli dan peka sama kondisi kami.

Aku pegang dan timbang-timbang pakai perasaan… kalau buat ukuran amplop hajatan, ya masih tebel yang ini dong. Karena penasaran, aku pun akhirnya ngintip.

Isinya ya... Alhamdulillah, cukuplah buat nebus obat pak Su.

Tapi ya sebatas itu, buat obat aja.

Kalau untuk belanja sehari-hari plus jajan bocil, aku pakai uang saweran dari tetangga-tetangga yang pada nengok kemarin.

Ya begitulah... ngatur keuangan ala ibu-ibu pejuang, serba harus cukup walau kadang cuma cukup buat sabar.

Kalau lagi pada ngumpul gini, entah kenapa ya… meskipun suasananya terlihat akrab, tetap aja aku ngerasa ada semacam tembok pemisah yang tinggi dan nggak kelihatan, tapi jelas terasa.

Assalamu'alaikum....

Assalamu'alaikum..

Assalamu'alaikum...

Satu per satu para bocil masuk kayak rombongan pelanggan tetap, antri sambil salam penuh semangat.

Wangi semerbak khas keringat matang terpanggang matahari pun menyeruak kuat, memenuhi seluruh penjuru ruangan, perpaduan aroma alami khas bocil pulang bermain yang sukses bikin hidung oleng dan mata nanar.

Udah ada yang bajunya dekil, kakinya buluk, rambutnya penuh pasir...

Rupa muka? Duh, udah jangan ditanya lagi besty, silahkan di bayangin aja

perwujudan orang yang baru turun gunung setahun nggak mandi-mandi!

"Mau makaaaan!"

"Mau jaajaaan!"

"Ma... haus mau minum!"

Dan seketika, rumah berubah jadi kafe bintang tujuh. Orderan datang bertubi-tubi, lengkap dengan permintaan spesial: nasi harus anget, jajannya dua, gelasnya yang warna biru!

Namun tak menunggu lama, segera kita giring para bocil itu ke kamar mandi,

supaya sebelum orderan lanjut ke sesi rebutan remot TV, mereka sudah bersih dan wangi!

Aku jadi perempuan paling bingung sedunia, bayiku tiga, semua harus diurus,

satu ngegletak tak berdaya tapi paling rewel...

"Mbeeeb, aku mau mandiin bocil dulu ya, kasian itu badannya udah pada gatel," kataku sambil buru-buru.

"Jangan, nggak usah... nanti aja," jawabnya singkat.

Ya Allah, kok rasanya jadi kayak pengasuh full time di tengah medan perang batin.

"Aku dulu pindahin ke kamar belakang, nggak mau disini banyak bocil" kata pak su sambil ngegas.

Aku langsung syok dengernya “Mbeeb… serius mau di kamar belakang?”

Dari sekian banyak kamar kenapa yang dia lamar kamar belakang??

Itu kamar udah kayak kandang, lantainya banyak kotoran ayam sama burung, gentengnya nggak ketutup sempurna, kalau hujan air bisa muncrat masuk ke dalem.

Belum lagi kalau malem, ayam-ayam pada tidur di rangka atap, serasa satu kamar sama makhluk bersayap.

"Iya, mau pindah ke kamar belakang." katanya sambil misuh-misuh, ekspresinya udah kaya mau demo.

Pak Su kelihatan gelisah banget, nggak bisa tenang. Ya pas para bocil berdatangan satu per satu, lengkap dengan suara, aroma, dan gaya khas mereka.

“Buru! Aku mau pindah ke belakang!”

Gitu katanya, sambil ngebentak aku yang lagi sibuk ngelap bekas tumpahan susu.

Ambil napas panjang…

Tahan… tahan… ples tahan esmosi…

Oke… hembuskan perlahan…

“Mbeeb… di kamar belakang itu kotor, kotor begete lho… jadi harus dibersihin dulu kalau mau istirahat di sana,” kataku sambil mengatur nada suara biar tetap terdengar waras.

Karena ya Allah… itu kamar, lebih cocok jadi markas pasukan unggas daripada tempat istirahat orang sakit. Mana ngebersihinnya nggak bakalan cukup sepuluh menit.

Terus kalau aku bersihin kamar dulu, next pindahin pak su, terus mandiin bocilku kapan?? Haduuuh keburu panuan donk mereka..

"Iya, iya, bentar ya Mbeeb." Aku buru-buru lari kebelakang, mandiin bocil.. Langsung sat set lima belas menit beres,, segera aku suruh mereka pake baju sendiri.

Pak Su di depan udah meratap panjang pendek ngedumelin aku

"Dasar, ada bini kaya nggak punya bini aja."

"Ngurus suami nggak becus."

"Ayuuu, ngapain aja sih."

Sementara aku buru-buru pegang gagang sapu, aku sapuin kilat kamar belakang, habis itu aku pel pake pembasmi hama dan bakteri sampe tujuh kali

Ya biar kuman-kuman musnah.

Anggota keluarga yang lain ngapain??

Adek-nya Pak Su sih nyamperin aku ke kamar belakang, bantuin...

Tapi sumpah ya, mukanya tuh nggak enak banget.

Mukanya lecek di tekuk,, ples sewot.

Ya Allah, itu di depan.. Pak su lagi marahin aku, disini dia sewotin aku..

Mama mertua ada di ruang tamu sama Pak Su tapi ya diem aja, nggak ada komentar apa-apa.

Aku berasa di serang lahir batin.

Tapi aku udah kebal lah...

Sakit hati? Udah nggak berasa lagi..

Muka mah tetep senyum, senjata pamungkas kaum tertindas.

Kalau aku nangis, ya makin diinjek-injek emosinya.

Jadi selesai beberes kamar belakang, langsung aku operasi gotong royong.

Pak Su aku pindahin bareng kasurnya, lebih mirip diseret sih, kayak evakuasi darurat.

Tapi belum juga malam, Pak Su udah merengek minta pindah lagi ke ruang tamu.

“Nggak enak di sini, banyak nyamuk.”

“Ngga bisa istirahat, ngga bisa tidur,” keluhnya sambil gelisah.

Aku yang baru aja ngos-ngosan mindahin dia bareng kasur dan printilan barang-barang lainnya ke kamar belakang, cuma bisa menarik napas panjang. Panjaaaang banget..

1
Odette/Odile
Hebat deh penulisnya!
ナディン(nadin)
Dapet insight baru dari cerita ini
Rosy_Lea: Alhamdulillah, semoga insight-nya bermanfaat ya besty.. dan bisa jadi penguat juga buat jalanin hari-hari 💖✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!