NovelToon NovelToon
PERNIKAHAN DENDAM

PERNIKAHAN DENDAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Dendam Kesumat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Menjelang pernikahan, Helena dan Firdaus ditimpa tragedi. Firdaus tewas saat perampokan, sementara Helena diculik dan menyimpan rahasia tentang sosok misterius yang ia kenal di lokasi kejadian. Kematian Firdaus menyalakan dendam Karan, sang kakak, yang menuduh Helena terlibat. Demi menuntut balas, Karan menikahi Helena tanpa tahu bahwa bisikan terakhir penculik menyimpan kunci kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Karan menggandeng tangan Helena, membawanya pelan menuju taman belakang rumah mereka.

Udara sore terasa sejuk, pepohonan rindang bergoyang ditiup angin, dan suara gemericik air kolam koi menambah suasana damai.

Helena duduk di bangku kayu panjang, menatap ikan-ikan koi berwarna cerah yang berenang perlahan.

Ia diam sejenak sebelum akhirnya membuka suara.

“Mas, masih mencintai Renata?”

Karan terdiam sebentar, lalu duduk di samping Helena.

Ia menatap wajah istrinya dengan lembut, sebelum menggeleng pelan.

“Tidak, Hel. Dari dulu aku tidak pernah punya rasa apa pun ke Renata. Dia hanya rekan kerja, tidak lebih. Kalau aku dekat dengannya dulu itu salahku. Tapi hatiku, sejak dulu, hanya untukmu.”

Helena menghela napas pelan, sedikit lega mendengar jawaban itu.

Keduanya terdiam, membiarkan suara gemericik air dan riak kolam menemani.

Ikan koi berputar-putar indah, seakan ikut menenangkan suasana hati mereka.

Karan meraih jemari Helena, menggenggamnya erat.

“Aku ingin mulai semuanya dari awal, Hel. Tanpa ada keraguan di antara kita.”

Helena menoleh, menatap mata suaminya, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia benar-benar percaya.

Disaat sedang mengobrol tiba-tiba hujan deras mengguyur.

Karan refleks berdiri, menarik Helena agar masuk ke dalam rumah.

Tapi Helena justru melepas genggamannya, tertawa kecil, lalu berdiri di bawah guyuran hujan.

Rambutnya basah, wajahnya berseri, ia menengadah ke langit dengan senyum lepas.

“Sayang, kamu masih suka main hujan-hujanan?” seru Karan, terkejut melihat tingkahnya.

“Iya, Mas!” jawab Helena sambil berputar riang di bawah hujan. “Kemari, ikut aku!”

Karan hanya berdiri sejenak di teras, memandang istrinya yang tampak begitu hidup dan bebas.

Senyum tipis terukir di wajahnya, sebelum akhirnya ia melepas jasnya, melangkah ke bawah hujan, lalu meraih Helena ke dalam pelukannya.

Tawa mereka pecah bersama, bercampur dengan suara hujan deras yang mengguyur.

Satu jam kemudian hujan sudah mulai reda dan Karan mengajak istrinya masuk ke dalam rumah.

Karan memandikan istrinya dengan air hangat dan ia melihat luka yang dulu ia berikan kepada Helena.

"Hel, aku minta maaf."

"Mas, sudah jangan bahas itu lagi. HACHHII!"

Helena mulai terkena flu akibat main hujan-hujanan yang terlalu lama.

Karan yang khawatir segera mengambil handuk dan membopong tubuh istrinya.

"Mas, aku nggak apa-apa. HACHHII!"

"Nggak apa-apa bagaimana? Kamu kena flu, Hel."

Karan membaringkan Helena di atas ranjang, lalu segera menutup tubuhnya dengan selimut tebal.

Ia duduk di sisi ranjang, menepuk-nepuk lembut bahu istrinya.

“Mas, aku benar-benar nggak apa-apa. Hanya flu kecil,” ucap Helena, suaranya sengau sambil mencoba tersenyum.

Karan menggeleng, wajahnya serius tapi penuh sayang.

“Biarpun cuma flu, aku tetap nggak mau lihat kamu sakit. Kamu itu dunia aku, Hel.”

Helena menatap suaminya, matanya berkaca-kaca.

“Mas, kamu sekarang perhatian sekali. Aku hampir nggak percaya ini Karan yang dulu suka marah-marah.”

Karan menghela napas, lalu mengusap lembut rambut basah istrinya.

“Aku memang bodoh, Hel. Tapi Tuhan kasih aku kesempatan kedua. Aku janji nggak akan menyia-nyiakan lagi.”

Helena menggenggam tangan Karan, senyumnya hangat meski tubuhnya menggigil kecil.

“Aku percaya sama Mas. Mulai sekarang, aku juga akan menjaga hati ini hanya untukmu.”

Karan menunduk, mencium punggung tangan Helena lama sekali.

“Istirahatlah, sayang. Aku akan tetap di sini, jagain kamu.”

Helena memejamkan mata perlahan, wajahnya tenang.

Dalam diam, Karan terus mengusap jemarinya, memastikan ia tetap hangat dan nyaman.

Beberapa menit kemudian, Bi Fia masuk membawa semangkuk sup hangat.

“Tuan, ini untuk Nyonya. Bisa membantu menghangatkan tubuhnya.”

“Terima kasih, Bi. Biar nanti saya yang menyuapi.”

Bi Fia mengangguk, lalu keluar pelan meninggalkan mereka berdua.

Karan mengambil sendok pertama, meniupnya perlahan, lalu menyuapkan ke mulut Helena.

“Aku sepert anak kecil kalau disuapin seperti ini," ucap Helena.

“Kalau memang harus, seumur hidup pun aku rela menyuapimu, Hel.”

Helena tertawa pelan, lalu menelan suapan sup hangat itu.

Hatinya terasa jauh lebih hangat daripada tubuhnya.

Setelah selesai makan, Karan meminta istrinya untuk tidur.

Helena memejamkan matanya sambil memeluk tubuh suaminya yang ada di sampingnya.

Melihat istrinya yang sudah tertidur pulas, Karan bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil laptopnya.

Ia melihat beberapa email yang harus ia balas dari beberapa kliennya.

Beberapa saat kemudian, Karan yang masih menatap laptopnya mulai merasa ada yang tidak beres.

Helena mulai menggeliat di sampingnya, wajahnya memerah dan tubuhnya berkeringat.

“Hel, panas sekali kamu” Karan menyentuh dahinya, jantungnya langsung berdebar kencang.

Ia segera membopong tubuh Helena dan membawanya ke mobil.

Ia segera melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit.

"M-mas, j-jangan pergi." ucap Helena yang sedang mengigau.

Salah satu tangan Karan menggenggam tangan Helena dan menenangkannya.

Tak berselang lama Karan menghentikan mobilnya di depan ruang UGD.

"DOKTER!!"

Mereka yang mendengar suara Karan langsung mengambil ranjang dorong.

Dokter dan perawat segera mengarahkan Helena ke ruang UGD.

Karan mengikuti di belakang, wajahnya tegang dan tangan tetap menggenggam tangan istrinya.

"Anda tunggu disini dulu, biar dokter memeriksa keadaan pasien." ucap perawat yang kemudian menutup pintu ruang UGD.

Karan berdiri di luar pintu UGD, wajahnya tegang dan matanya terus menatap jam di dinding

Hampir tiga puluh menit, ia menunggu di depan ruang UGD.

Tak berselang lama dokter keluar dan menghampiri Karan.

"Bagaimana keadaan istri saya, dok?" tanya Karan dengan wajah cemas.

Dokter menatap Karan sejenak, lalu menarik napas panjang.

“Ibu Helena mengalami demam tinggi akibat infeksi setelah kehujanan tadi. Untungnya, kondisinya masih stabil, tapi harus mendapat perawatan intensif dan observasi lebih lanjut selama 24 jam ke depan,” jelas dokter dengan tenang.

Karan mengangguk cepat, wajahnya tegang, namun mencoba menahan panik.

“Apakah ada risiko lebih parah, dok?”

“Sejauh ini tidak. Tapi penting untuk memastikan cairan tubuhnya tercukupi, dan ia mendapatkan obat penurun demam serta antibiotik jika diperlukan. Kami akan memantau kondisinya secara berkala.”

Karan menghela napas panjang, tangannya masih menggenggam pegangan kursi dengan kuat.

“Terima kasih, Dokter."

Perawat mendorong ranjang Helena ke ruang perawatan.

Karan melihat istrinya yang memejamkan matanya dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya.

Karan duduk di samping ranjang Helena, tetap memegang tangan istrinya yang hangat meski tubuhnya lemah.

Helena membuka matanya dan melihat suaminya yang sedang duduk di samping tempat tidurnya.

"M-mas...."

Karan langsung mendongakkan kepalanya dan melihat istrinya yang sedang memanggilnya.

"Sayang, jangan buat aku takut lagi." ucap Karan.

Helena tersenyum tipis dan ia meminta maaf kepada suaminya.

"Besok lagi nggak boleh main hujan-hujanan."

"I-iya Mas," ucap Helena.

Karan membelai pipi istrinya dan memintanya untuk kembali istirahat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!