'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. KHM
...~•Happy Reading•~...
Belvaria tidak beranjak dari tempat berdiri. Dia tidak menyangka, Raymond yang biasanya sabar, tenang dan menerima permintaannya tidak bisa dibujuk. Dia berpikir cepat dan mengeluarkan kemampuan aktingnya.
"Ray, aku capek banget. Kau tahu kondisi jalanan dan tekanan kerjaanku. Berikan aku waktu istirahat." Belvaria berkata dengan nada yang makin diturunkan dan ditaburi sedikit gula halus, agar terhindar dari permintaan Raymond.
"See...?!? Kau bilang cemburu, tapi aktingmu buruk. Kau tidak sedang di lokasi syuting. Jadi tidak ada yang bisa menghentikanku."
"Belvaria... Kau berhadapan dengan suamimu. Ini rumah tangga real. Jadi tidak perlu berakting untuk menghindariku." Bentak Raymond.
"Aku akan evaluasi kesepakatan pra nikah. Kau sudah melewati batas kesabaranku." Raymond tidak bergeming dengan berbagai cara Belvaria.
"Raymond, kau mau evaluasi apa? Kau sudah janji..." Belvaria tidak meneruskan, karena Raymond mendekat dengan rahang mengeras.
"Aku laki-laki normal dan tidak im^po^ten. Atau kau lupa, sudah punya suami?" Ucap Raymond dengan nada tinggi.
"Aku bersabar selama ini, karena berpikir kau akan menyadari statusmu dan merubah pola kerjamu. Tapi tidak berubah. Kau malah jadi ugal-ugalan." Raymond berkata di depan wajah Belvaria, hingga membuat dia mundur.
Belvaria tercengang melihat Raymond tidak seperti biasanya. Walaupun dia sudah memutar otak, tapi tidak menemukan cara yang tepat. Apalagi orang tua Raymond ada dalam rumah. Dia tidak bisa keluar kamar untuk menghindari Raymond.
"Ray, benar. Aku sangat lelah. Berikan aku waktu." Belvaria makin khawatir melihat Raymond terus mendekat dan dia hanya punya alasan menghindar dengan meminta waktu untuk istirahat.
Raymond tidak mundur. Sikap ngotot Belvaria untuk tidak melayani dia setelah hampir dua minggu tidak bertemu, mengaktifkan sinyal buruk. Raymond jadi ingat pertanyaan orang tuanya.
Mengapa belum punya anak. Apa Belvaria terlalu sibuk, atau Belvaria belum mau punya anak. Pertanyaan seputar belum punya anak kembali mengusik. Dia berpikir, ini adalah kesempatan untuk membahas masalah anak dengan Belvaria.
"Selama ini aku masih tolerir aktivitas dan ambisimu untuk berkarier. Tapi ini sudah lebih dari tiga tahun. Kau belum mau punya anak."
"Ray, kau tahu aku masih terikat kontrak kerja. Jadi harus jaga bentuk badan. Kalau aku hamil, akan kena penalti dan dendanya bisa bikin aku bangkrut." Belvaria berikan alasan agar bisa lolos.
"Belvaria... Aku ini juga pernah bekerja di duniamu. Bagaimana kontrak bisa berakhir, kalau kau terus perpanjang? Kau tidak berpikir usiamu terus bertambah? Kau mau hamil di usia berapa? Saat rambutmu putih dan aku sudah pegang tongkat?" Raymond tanya beruntun dan menuntut jawaban.
"Atau mau tunggu sampai kau sudah tidak bisa lenggak-lenggok dan tidak bisa bergaya di depan kamera? Pikirkan rumah tangga ini, karna kau sendiri yang memilih untuk menikah." Raymond mendorong bahu Belvaria dengan ujung jari.
"Kalau kau mau terus seperti ini, seharusnya tidak berpikir untuk menikah."
"Tapi waktu itu kau juga setuju, Ray." Belvaria terus mencari cela.
"Aku setuju apa? Tidak punya anak?" Raymond merasa sangat naif. Mau begitu saja menerima opsi yang Belvaria tawarkan. Penyesalan bagaikan sembilu yang menghujan pikiran warasnya.
Dia mulai merasakan kondisi rumah tangganya tidak sehat setelah berbicara dan mendengar banyak pertanyaan orang tuanya yang tidak bisa dijawab dengan baik. Masa lalu yang sudah dilupakan kembali mengusik.
Kehidupan bebas mereka saat berkarier sebagai model di Eropa membuat mereka tidak berpikiran panjang. Memutuskan sesuatu yang menyangkut masa depan dengan kesepakatan bodoh.
Keputusannya untuk tidak meneruskan karier sebagai model dan kembali ke Indonesia, adalah benar. Keputusannya untuk bekerja sebagai arsitek sesuai gelar yang dia peroleh dari Universitas, adalah benar. Dia fokus dan bertanggung jawab atas keputusannya.
Belvaria yang menyusulnya pulang ke Indonesia, tetap dengan kariernya sebagai model. Sehingga dunianya jadi bertolak belakang dengan karier Belvaria yang terus menanjak di dunia showbiz.
Raymond berpikir, Belvaria adalah wanita yang sepadan dengannya. Namun dia keliru, Belvaria terbuai dengan dunia gemerlap yang ditawarkan berbagai kalangan.
Wajah blasterannya yang cantik digandrungi banyak orang. Akhirnya dia sering menerima kontrak kerja untuk berbagai pemotretan dan juga mulai menjalar ke dunia sinema. Hal itu membuat Belvaria makin berambisi dan lupa pada statusnya.
"Jangan marah, Ray. Aku janji akan kurangi kegiatanku. Berikan aku waktu." Belvaria pergunakan peluang 1 % untuk merayu dan bersikap manis, agar Raymond berhenti mendesak.
"Kalau aku tidak marah dalam situasi ini, mungkin aku sudah gila. Kau tidak lihat, kakakku sudah mau punya dua anak. Sedangkan kita? Mau bikin saja, pake tarik urat saraf dan ancam, mengancam." Raymond mengeluarkan semua yang dia rasakan dan yang terjadi di kamar tidur.
"Kau masih ribut dengan segala mempertahankan bentuk tubuh karna pekerjaan, kelelahan, sedang kedatangan tamu, dan berbagai alasan."
"Padahal banyak model di dunia ini yang sudah punya anak dan masih terus berkarier. Ada apa denganmu? Kau sedang menguji kesabaranku?" Emosi Raymond kembali naik. Dia jadi curiga, Belvaria tidak mau punya anak.
Raymond makin marah, ingat apa yang disampaikan orang tuanya. 'Ray, kami bersyukur dan bersukacita. Ini kami mau kasih kabar gembira buatmu. Kakak iparmu dinyatakan hamil anak kedua'.
Raymond merasa orang tuanya sedang mendesaknya dengan memberikan informasi tentang kehamilan kakak iparnya. 'Kakakmu mau punya dua anak, kau belum punya satu pun. Kapan kau pikirkan dan bicarakan itu dengan Belvaria?' Raymond ingat yang dikatakan Mamanya saat tinggal berdua di meja makan.
Belvaria terdiam dan sangat khawatir. Dia sadar, Raymond sangat teliti, karena profesinya sebagai arsitek. Dia menyesal memutuskan pulang pada waktu yang tidak tepat.
"Ray, bisa kita tidak bicara tentang anak saat ini? Aku sangat lelah dan ingin istirahat. Kau tahu aku belum bisa putuskan soal itu sekarang." Belvaria merasa Raymond sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dia hindari.
Namun sikap Belvaria yang terus mengelak, mengusik kepekaan Raymond. "Belvaria, kau sedang menghindari apa? Tidak mau punya anak atau tidak mau melayaniku di ranjang?" Raymond menatap lurus ke mata Belvaria. Dia menangkap kepanikan, walau sejenak.
Belvaria jadi panik dan kelabakan mejawab, karena kedua pertanyaan Raymond sedang dihindari. Dia tahu jawabannya akan membuat Raymond marah.
Raymond menurunkan tensi emosi, karena yang mengusik hati lebih dominan dan mendorong dia untuk tetap tenang dan waras.
"Sekarang pikirkan itu dan putuskan. Jangan sampai aku ambil keputusan sendiri." Raymond merai t-shirtnya lalu segera keluar kamar. Dia menuju ruang makan untuk minum dan berikan kesempatan berpikir bagi mereka.
Raymond duduk minum di ruang makan sambil memikirkan apa yang terjadi dengan rumah tangganya. 'Kesalahan ini harus segera diperbaiki, kalau mau menuntut hak sebagai suami. Bagaimana mau menuntut hak suami, kalau tidak membangun pagar untuk mengamankan rumah? Raymond, buktikan kalau kau arsitek.' Hati nuraninya mencambuk.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...