Hanya berjarak lima langkah dari rumah, Satya dan Sekar lebih sering jadi musuh bebuyutan daripada tetangga.
Satya—pemilik toko donat yang lebih akrab dipanggil Bang... Sat.
Dan Sekar—siswi SMA pecinta donat strawberry buatan Satya yang selalu berhasil merepotkan Satya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Makan Malam Bersama
Matahari mulai turun, menyisakan semburat jingga di langit sore Kota. Satya mematikan mesin motornya di depan rumah, dengan Sekar yang duduk di jok belakang, tangannya melingkar di pinggang Satya.
"Udah sampe kan, turun!" perintahnya.
Sekar menepuk pelan pundak Satya, lalu turun dari motor dan melepas helmnya. "Santai aja sih, kaya gak terima gitu lo nganterin gua."
"Emang, kan gua terpaksa nganterin lo," balas Satya.
"Ya kan rumahnya juga sejalan. Kebangetan banget lo!"
Satya menggeleng pelan, tak mau mendengar ocehan Sekar lebih lanjut. "Gua balik dulu."
"Iya sana! Makasi bang Satya sayangg~" ucapnya pelan, manja, sambil mengedipkan satu matanya genit.
Satya diam sesaat, mengerjapkan kedua matanya pelan, kemudian tersadar. "Hehhhh... geli gua dengernya!"
"Pantesan aja lo gak punya pacar sampe sekarang, dipanggil sayang aja malah begitu jawabnya," kata Sekar sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin selama perjalanan pulang.
"Ngaca dulu!" ledek Satya.
"Kata Mama jangan pacaran dulu, nanti bikin sakit kepala."
Satya melirik sinis. "Justru karena lo gak punya pacar, jadinya gua yang sakit kepala harus ngadepin Adek cewek kaya lo!"
Sekar tak membalas, hanya menjulurkan lidahnya ke arah Satya.
"Udah sana masuk!"
Sekar menurut, masuk kedalam rumahnya. Masih sempat melambaikan tangannya. Satya masih memperhatikan punggung Sekar sampai akhirnya menghilang dibalik pintu. Nyaris tak terlihat, tapi ia tersenyum tipis dalam diam.
"Kamu suka makan udang?" tanya Serena di meja makan. Tatapannya tertuju pada Rakha di seberangnya.
Kebetulan sekali hari ini ia pulang sangat awal. Masih ada waktu untuk memasak menu makan malam. Serena juga mengajak Satya dan Rakha makan malam bersama. Sebagai sambutan atas kedatangan Rakha. Jarang-jarang ia bisa menikmati makan malam dengan ramai di dalam rumah.
"Suka Tante," jawab Rakha sopan.
"Syukurlah, Tante cuma sempet masak udang aja, hari ini lumayan sibuk."
"Hari ini? Setiap hari juga Mama sibuk kayanya," kata Sekar dengan sedikit menyindir.
Serena menyenggol sedikit lengan Sekar. "Ah Sekar ini, kan Mama kerja juga biar kamu bisa foya-foya."
"Oh iya Rakha, kalo butuh apa-apa dan Satya lagi sibuk, ke sini aja. Minta tolong sama Sekar."
"Makasi Tante."
"Sekar aja minta tolongnya sama Satya Ma," sahut Satya sambil memisahkan kepala udang di piringnya. Ia menggeleng pelan sambil tersenyum, mengingat seberapa sering Sekar meminta bantuannya.
Sekar membulatkan matanya, sedangkan Serena hanya tersenyum lembut. Benar juga, selama ini Sekar yang lebih banyak membuat Satya kerepotan.
"Kalo diliat-liat, kalian ada miripnya sedikit," ucap Serena memperhatikan kedua kakak beradik tak sedarah itu bergantian. Sudut bibirnya terangkat. Senang melihat mereka tumbuh tanpa rasa benci. Meski keduanya tak terlahir dari rahim yang sama.
Satya dan Rakha yang duduk bersebelahan saling melirik.
"Iyalah Ma, kan Ayahnya sama." Sekar menyahut sambil menikmati makan malam spesial buatan Serena.
"Bedalah, gua lebih cakep," kata Satya dengan sombong.
"Ish, kepedean banget lo!"
"Gua bukan kepedean ya, tapi ini menurut fakta yang sembilan puluh sembilan persennya akurat."
"Gak selera makan gua jadinya, denger lo bilang begitu!"
"Udah dong, kalian berdua ribut aja kerjaannya, kasian loh Rakha mau nikmatin makanan buatan Mama. Ya kan Rakha?"
"Santai aja Tante."
"Ini baru satu dari sekian banyak keributan. Tante harap kamu sabar ya sama mereka," kata Serena sambil tersenyum.
"Keluarga kak Sekar emang deket banget sama Abang ya?" tanya Rakha yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur, bersama boneka katak hijau kesayangannya.
Satya baru saja selesai mandi, masih mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. "Iyalah, dari awal pindah juga mereka baik banget sama gua... sama Ibu juga."
"Kenapa? Lo gak nyaman?" tanya Satya ikut duduk di pinggir kasur.
"Enggak, gua gak terbiasa aja," jawab Rakha dengan sedikit keraguan di hatinya.
"Nanti juga lo terbiasa, kalo udah kenal lama."
"Oh iya, gua belum sempet main ke tempat Ibu," katanya dengan suara pelan.
"Hari Minggu ikut gua sama Sekar ke sana!"
Rakha mengangguk setuju. "Oke."
"Nanti sekalian lo bantu gua di toko."
"Gak mau ah, repot," tolak Rakha.
"Daripada lo di rumah sendirian, emang mau?" tanya Satya meragukan.
Rakha menggeleng. "Ya... gak mau juga."
"Lebih berguna kalo di toko, lumayan buat bantu cuci piring," katanya sambil tertawa mengejek.
"Gak mau gua! Mending gua main game seharian di rumah."
"Gak takut ada hantu?" tanya Satya sambil menaikkan satu alisnya.
"Apa sih Bang! Gua gak takut sama hantu!" Rakha menggunakan boneka kataknya untuk memukul Satya. Meski bagi Satya, rasanya seperti disentuh pelan.
"Yang bener? Kayanya ada yang pernah nangis karena kaget liat bayangan pohon dari jendela deh~"
"Ish diem Bang!" Rakha tak lagi mempedulikan Satya. Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Membiarkan Satya—dan tawanya yang meledak mengisi suasana hening dalam kamar.
Beberapa saat, Satya menghentikan tawanya. Memperhatikan Rakha dan tersenyum tipis. Lucu banget pikirnya dalam hati.
Untuk pertama kalinya, di rumah itu, terasa ramai. Bukan oleh tawa Sekar, tapi berkat Rakha, yang hadir sebagai sosok keluarga. Meski sudah terbiasa tinggal di dalam rumah sendiri, terkadang Satya merasa sepi. Ia rasa rumahnya tak layak disebut rumah jika hanya ia yang menempatinya.
Tapi sekarang... Rakha hadir. Membawa suasana baru di dalam rumah yang sudah lama terasa sunyi.
ditunggu next chapter ya kak😁
jangan lupa mampir dan ninggalin like dan komen sesuai apa yang di kasih ya biar kita sama-sama support✨🥺🙏
sekalian mampir juga.../Coffee//Coffee//Coffee/
Dikasih koma ya, Kak. Biar lebih enak bacanya. Semangat terus nulisnya!😉