Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.
Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.
Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.
Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malik
Elina berdiri di depan lemarinya, dia masih memilih-milih hendak mengenakan apa untuk makan malam bersama Zahran. Pilihannya tertuju pada dress selutut warna biru tua dengan ornamen putih di bagian sisinya. Wanita itu mengenakan pakaian yang dipilihnya.
Dari arah luar terdengar pintu kamarnya terketuk. Tak berapa lama kemudian pintu terbuka, Renata muncul dan langsung masuk ke dalam kamar anaknya. Wanita itu mendudukkan diri di sisi ranjang sambil memperhatikan Elina yang sedang merapihkan rambutnya.
"Kamu mau kemana?"
"Bang Zahran ngajak aku makan malam."
"Sebenarnya hubungan kamu dengan Zahran gimana sih?" tanya Renata penasaran.
"Ya ngga gimana-gimana, Ma. Kita cuma temenan aja kok."
"Kalau cuma teman, ngga mungkin juga dia ngelamar kamu."
Elina mengakhiri kegiatannya lalu ikut duduk di samping Renata. Wanita merangkul bahu sang Mama.
"Aku belum ada niatan nikah dulu, Ma. Aku masih enjoy dengan hidupku yang sekarang. Aku masih merintis karir dulu."
"Sampai kapan, El? Umur kamu sekarang 25 tahun. Sudah pas rasanya untuk menikah. Adit, Zahi dan Arsyad sudah menikah. Alma juga sudah menikah sebulan yang lalu. Terus kamu kapan? Mama kan juga pengen kaya Tante Stella, punya cucu."
"Tante Arsy juga belum punya cucu. Kan Bang Arsyad baru nikah tiga bulan yang lalu."
"Tapi setidaknya udah ada harapan dari Arsyad. Nah terus kamu kapan?"
"Belum ada calonnya, Mama."
"Belum ada gimana? Itu udah ada dua laki-laki yang dekatin kamu."
"Siapa?"
"Jangan pura-pura ngga tahu. Yang ngajakin kamu makan malam sama Bos di kantor kamu."
"Bang Zahran cuma teman aku aja. Kalau Bang Ge, di mataku dia cuma atasan, rekan kerja dan mentor aja. For the record, Bang Ge belum bilang apa-apa soal perasaannya. Mama ngga usah nyebar berita hoax deh."
"Mama ini sudah banyak pengalaman. Sekali lihat Mama udah tahu gimana perasaan Ge sama kamu. Terus kamunya sendiri gimana?"
"Ngga tahu, Ma."
"Kamu masih belum bisa melupakan Malik?"
Tidak ada jawaban dari Elina. Ingatannya kembali ke masa lalu. Masa di mana masih ada Malik di hidupnya. Malik adalah anak dari rekan bisnis Zar. Dia sudah mengenal Malik sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak masih di bangku TK sampai ke sekolah menengah atas. Malik adalah anak yang manis, dia selalu bisa membuat Elina senang dan tak pernah membuat gadis itu marah atau bersedih. Namun nyatanya pria itu memberikan luka terbesar pada Elina setelah kepergiannya.
Sejak lahir, Malik berbeda dari anak-anak yang lain. Dia memiliki penyakit jantung bawaan. Karenanya dia tidak bisa beraktivitas dengan bebas, terutama beraktivitas fisik. Dia tidak boleh terlalu lelah, terkadang pemuda itu melewatkan pelajaran olahraga jika harus praktek di lapangan. Dia hampir mengenal semua sepupu Elina, namun Malik hanya dekat dengan Elina saja.
Karena sering bersama sejak kecil, perlahan namun pasti perasaan Elina mulai tumbuh untuk Malik. Apalagi wajahnya tergolong manis dan enak dilihat. Malik pun memiliki perasaan yang sama pada Elina, namun pemuda itu tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Ada alasan kuat untuknya menyembunyikan perasaannya. Malik tahu kalau kondisinya tidak bisa bertahan lama, dengan penyakit jantung bawaan yang dimilikinya. Dia tidak mau membuat Elina bersedih kalau tiba-tiba dia harus pergi.
Seiring bertambahnya usia, kondisi Malik semakin memburuk. Ketika di bangku SMA, Malik sempat dirawat selama tiga kali. Dokter mengatakan kondisi jantung Malik sudah tidak bisa lagi menopang hidupnya. Sang dokter menyarankan keluarga Malik untuk mencari donor jantung. Mereka pun mendaftarkan Malik sebagai kandidat penerima donor jantung.
Kondisi Malik makin lama makin memburuk. Puncaknya menjelang kelulusan SMA-nya. Pemuda itu pingsan dan segera dilarikan ke rumah sakit. Malik terbaring selama dua Minggu di ruang ICU. Elina tidak pernah absen menunggui Malik selama di rumah sakit.
Kabar gembira diterima oleh pihak keluarga ketika donor yang mereka tunggu akhirnya datang. Namun kemudian mereka harus menelan kekecewaan karena Malik menolak donor tersebut. Pemuda itu malah mengalihkan jantung untuknya pada pasien lain yang juga sama membutuhkan donor. Elina mencoba membujuk Malik namun dia bergeming.
Untuk pertama kalinya Elina dan Malik berbeda pendapat. Gadis itu marah dan tidak mau mengunjungi lagi Malik di rumah sakit. Lewat sang Mama, Malik meminta Elina datang ke rumah sakit namun Elina menolak. Dia baru akan datang kalau Malik mau melakukan operasi transplantasi jantung. Tapi dua hari kemudian Elina mendapat kabar kalau Malik sudah meninggal dunia.
Dengan berderai airmata Elina menuju rumah sakit. Gadis itu langsung menangis histeris melihat sahabat sekaligus cinta pertamanya sudah terbujur kaki. Dia memanggil nama Malik berulang kali namun sama sekali tidak ada respons. Tak sanggup menerima kematian Malik, Elina sampai jatuh pingsan.
Setelah kepergian Malik, Elina menjadi murung. Dia tidak mau keluar rumah dan bahkan sampai tak ingin melanjutkan studi ke bangku kuliah. Dengan sabar Zar, Renata, Kenzie dan Nara terus membujuk Elina sampai akhirnya gadis itu bisa keluar dari kesedihannya. Elina memutuskan kuliah di jurusan Hukum. Dan di sanalah dia pertama kali bertemu dengan Zahran. Pria itu adalah senior di jurusannya. Saat Elina masuk, Zahran sedang menyusun tugas akhirnya.
Pertemuannya dengan Zahran membuat luka Elina akibat kehilangan Malik sedikit demi sedikit mulai terobati. Karakter Zahran kurang lebih sama seperti Malik. Namun ketika Zahran mengutarakan perasaannya dua tahun lalu, Elina masih ragu untuk menerimanya sampai sekarang.
"Mama tahu kedekatanmu dengan Zahran karena mengingatkanmu pada Malik. Tapi kamu jangan mencari sosok Malik padanya. Karena mereka berdua adalah orang berbeda. Mama mau kamu melihat Zahran seperti pribadinya sendiri bukan perwujudan dari Malik. Lupakan Malik, El. Dia sudah tenang di alamnya. Mama yakin kalau dia ngga mau melihat kamu bersedih seperti ini.”
“Tante Elsa bilang, sebelum meninggal Malik terus menanyakan aku. Harusnya aku datang menemuinya, Ma. Tapi aku malah bersikeras ngga mau menemuinya. Andai dia mau dioperasi, mungkin dia masih hidup. Kenapa juga dia harus mengalihkan donor jantung yang sudah menjadi haknya pada orang lain?”
“El.. berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Malik punya alasan sendiri kenapa dia menolak donor tersebut. Keluarganya juga tahu dan mendukung keputusannya. Mama sudah bilang padamu untuk menemui Tante Elsa, kamu akan mendapat penjelasan darinya. Tapi kamu selalu menolak.”
“Aku udah ngga apa-apa sekarang, Ma. Aku masih mengingat Malik karena dia sahabatku.”
“Dan juga cinta pertamamu. El, Mama hanya ngga mau hatimu berhenti di Malik. Lihat sekelilingmu, ada lelaki baik yang menginginkanmu. Baik Zahran maupun Ge, keduanya lelaki yang baik. Mama yakin mereka bisa membahagiakanmu. Sekarang hanya perlu meyakinkan hatimu saja. Simpan kenangan tentang Malik di sudut hatimu dan buka hatimu untuk menerima orang lain.”
Elina hanya termenung saja mendengar nasehat panjang lebar sang Mama padanya. Harus diakui kalau sampai saat ini dia masih belum menerima kepergian Malik, masih banyak yang disesali olehnya. Ketiadaan dirinya di samping Malik saat pemuda itu menghembuskan nafas terakhirnya, menjadi ganjalan tersendiri di hatinya. Begitu pula dengan penolakan Malik untuk operasi. Dia merasa Malik tidak mau berjuang untuk hidupnya.
“Kak El! Ada Bang Zahran!” terdengar teriakan Gean dari arah bawah membuyarkan lamunan Elina.
“Zahran sudah datang, sana turun. Ingat yang Mama bilang. Buka hatimu, beri kesempatan pada Zahran dan Ge memasuki hatimu. Biarkan hatimu yang menuntun kemana kamu akan menjatuhkan pilihan.”
Renata membelai lembut puncak kepala anaknya seraya mendaratkan ciuman di sana. Wanita itu berdiri lalu keluar dari kamar. Elina segera bersiap. Dia menaruh dompet, ponsel, bedak dan lipstick ke dalam tas selempangnya kemudian mengambil flat shoes dari rak sepatu. Sambil menjinjing sepatunya, Elina keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Di ruang tamu nampak Zahran sedang berbincang dengan Zar.
“Sudah siap?” tanya Zahran.
“Yap.”
“Om, saya pergi dulu.”
“Jangan terlalu malam pulangnya.”
“Siap, Om.”
Elina mencium punggung tangan dan pipi Zar lalu keluar bersama dengan Zahran. Pria itu membukakan pintu mobil bagian depan untuk Elina. Setelah Elina duduk, barulah pria itu naik dan duduk di belakang kemudi. Perlahan roda kendaraan empat itu mulai bergerak.
Zahran terus memacu mobilnya menuju daerah Sukajadi. Dia akan mengajak Elina makan di café temannya yang baru saja buka. Dalam waktu setengah jam, mereka sudah sampai di tempat tujuan. Suasana café belum terlalu ramai. Zahran mengajak Elina turun. Kedatangan mereka disambut ramah oleh teman Zahran.
“What’s up, bro?” tanya teman Zahran seraya menyalaminya.
“Good. Meja pesananku sudah siap kan?”
“Siap, ayo.”
Teman Zahran sekaligus pemilik café segera mengajak keduanya menuju meja yang sudah disiapkan. Meja untuk mereka ada di selasar yang ada di lantai dua. Pemandangan indah kota Bandung di malam hari langsung terpampang di depan mereka.
“Silakan.”
“Terima kasih.”
“Menunya yang aku kasih ya.”
Pria itu hanya mengangkat jempolnya saja lalu meninggalkan Zahran bersama Elina. Untuk sejenak tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Mereka masih menikmati pemandangan di sekitar mereka.
“Pemandangannya bagus,” suara Elina memecah keheningan di antara mereka.
“Iya, dia beruntung bisa membeli tanah di sini dengan harga di bawah harga pasar. Pemiliknya butuh uang. Oh ya, bagaimana dengan kasusmu?”
“Masih berjalan. Lusa adalah sidang ketiga dan aku sudah siap melawannya.”
“Aku lihat perkembangannya di media. Kamu mengajukan pelaku lain sebagai pembunuh korban.”
“Karena memang ada pelaku lain. Waktu aku mendatangi TKP, ada seseorang di sana. Dan tetangganya ada yang melihat laki-laki tidak dikenal keluar dari rumah korban. Sebelumnya tetangganya yang lain ada orang tidak dikenal terus mengawasi rumah korban. Aku yakin kalau laki-laki itu pembunuh sebenarnya. Tapi dia benar-benar licin. Tidak ada jejak dirinya sama sekali di TKP.”
“Jadi kamu masih belum ada gambaran siapa tersangkanya?”
“Belum.”
“Bukankah korban menjalin hubungan dengan penjaga warung remang-remang?”
“Iya. Aku juga sudah mendatanginya, tapi informasi yang kudapatkan tidak banyak.”
“Coba kamu gali lagi di sana. Temui orang-orang yang mengenal korban dan penjaga warung itu. Pasti kamu akan menemukan sesuatu untuk digali.”
“Ehm.. Abang benar juga. Terima kasih untuk sarannya.”
“Sama-sama. Aku senang membantumu. Kita bisa berdiskusi tentang kasus kita setiap hari kalau kamu menerima lamaranku.”
“Hahaha.. kenapa Abang mau menikah denganku?”
“Karena kamu cantik.”
“Hanya itu?”
“Kamu juga pintar dan selalu membuatku merindu.”
“Aku baru tahu kalau seorang Jaksa kasus pidana ternyata bisa menggombal.”
“Karena setiap melihatmu, mendadak aku berubah menjadi Shakespeare.”
Elina hanya menggelengkan kepalanya. Tak lama kemudian pelayan datang membawakan pesanan. Zahran memesankan makanan dan minuman favoritnya. Keduanya menikmati makan malam sambil berbincang santai. Selama makan, Elina terus memperhatikan Zahran. Dia mencoba melakukan apa yang dikatakan sang Mama tadi. Menyimpan Malik di sudut hatinya dan melihat Zahran dengan cara berbeda.
***
Sehari sebelum sidang ketiga digelar, mengikuti saran Zahran, Elina kembali mendatangi warung remang-remang. Dia datang ditemani oleh Fathir. Kali ini dia tidak datang menemui Lani, melainkan pengunjung lain yang ada di sana. Pengunjung di warung Lani memang kebanyakan didominasi oleh orang-orang yang sama. Elina mendekati salah satu pengunjung bersama dengan Fathir.
“Malam Pak,” sapa Elina.
“Malam.”
“Saya boleh bertanya sesuatu pada Bapak?”
“Kamu siapa?”
Elina memberikan kartu namanya. Secara singkat dia mengatakan kalau dirinya adalah pengacara yang tengah menangani kasus pembunuhan Hadi.
“Bapak kenal dengan Pak Hadi?”
“Kenal sih ngga, tapi saya sering lihat dia beberapa kali ke sini.”
“Apa Bapak tahu, siapa tahu ada pengunjung di sini yang tidak suka dengan Pak Hadi.”
“Dia kalau ke sini jarang berbicara dengan kami. Dia lebih senang menggoda Lani.”
“Apa Bapak tahu kalau Lani dan Hadi ada hubungan?”
“Lani itu cantik, seksi, siapa juga yang tidak tertarik dengannya. Bukan rahasia lagi kalau banyak pengunjung laki-laki yang senang dengannya. Kadang Lani hanya memanfaatkan mereka saja, bersikap manis dan genit demi bisa mendapatkan uang mereka.”
“Apa suaminya tahu?”
“Suaminya tahu dan membiarkannya saja. Karena dia tahu kalau istrinya sering mendapat uang dari mereka,” sambar seorang pria yang tiba-tiba bergabung dengan mereka. Rupanya dia menguping pembicaraan Elina dengan temannya.
“Bapak tahu soal itu?”
“Tentu saja dia tahu. Karena dia salah satu pemuja Lani. Entah sudah berapa uang yang dia berikan pada Lani, hahaha..”
Bukannya marah atau tersinggung, pria itu justru tertawa mendengar ucapan temannya. Pria bernama Gatot itu mengakui kalau dirinya memang sering menggoda Lani. Dan dia juga sering memberi uang pada Lani asalkan wanita itu mau menemaninya bermain judi. Selama bermain, Lani selalu duduk di sampingnya. Baginya Lani adalah jimat keberuntungannya.
“Semua laki-laki yang bersama Lani tidak berani macam-macam, kecuali Hadi. Dia itu yang paling nekad dan berani.”
“Memangnya apa yang Pak Hadi lakukan?”
“Dia mengajak Lani tidur. Dan itu adalah pantangan yang tidak boleh dilanggar. Miswan mengijinkan istrinya menemani pengunjung yang datang, tapi tidak dengan tidur dengannya. Dan Hadi melanggarnya. Dia mengajak Lani melayaninya di saat Miswan sedang diajak keluar kota oleh Bosnya,” suara Gatot mengecil ketika mengatakan hal tersebut.
***
Udah tahu kan siapa yang masih menghuni hati Elina sekarang😉
Besok Elina libur ya, mau merenung pilih siapa🤣
Ini aku kasih penampakan Zahran versiku
Mario Maurier as Zahran
aku yakin Gita suka sama Gerald , tapi sayangnya Gerald suka sama Elina . dan pada akhirnya nanti Elina malah mendukung Gita dengan Gerald .
pikiranku terlalu jauh gak sih , tapi namanya juga nebak , bener sukur , kalau salah ya udah berarti gak sesuai dengan ide cerita kak othor . jadi nikmati aja ya El......
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
tapi nabila ikutin alurnya mak author deh
sedangkan sama Zahran , Zahran bisa mengimbangi Elina biar kata Zahran menuruti elina tapi dia bisa membujuk Elina dan mengarahkan insyaallah bahagia terus kalau sama Zahran..
E..tapi kok aq lebih sreg EL sam bang Ge ya 🤭🤭🤭
Ya walaupun duda sih, kan skrg Duda semakin didepan 🤣🤣🤣
Tapi aq manut aja apa yg ditulis kak icha.,
Siapa tw dgn kasus ini akhrnya El sama Gita bisa jadi bestie ye kan....
Trys gita jadian sama zahran 🤣🤣🤣