Setelah tau jika dia bukan putri kandung Varen Andreas, Lea Amara tidak merasa kecewa maupun sedih. Akan tetapi sebaliknya, dia justru bahagia karena dengan begitu tidak ada penghalang untuk dia bisa memilikinya lebih dari sekedar seorang ayah.
Perasaannya mungkin dianggap tak wajar karena mencintai sosok pria yang telah merawatnya dari bayi, dan membesarkan nya dengan segenap kasih sayang. Tapi itu lah kenyataan yang tak bisa dielak. Dia mencintainya tanpa syarat, tanpa mengenal usia, waktu, maupun statusnya sebagai seorang anak.
Mampukah Lea menaklukan hati Varen Andreas yang membeku dan menolak keras cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MCD 10
"Daddy kenapa ada di kamar ku? Apa Daddy mau tidur denganku?" Lea tersenyum nakal mencoba menggoda Varen yang saat ini sedang menatapnya tanpa berkedip.
Lea pikir Varen pasti sedang terpesona pada tubuhnya yang sangat se xi. Lihat saja caranya menatap dirinya. Bagaikan melihat sesuatu yang sangat menakjubkan di matanya.
Varen tersentak, lalu segera bangkit dan menjauh. Saat ini Varen berdiri memunggungi Lea dengan jarak dua meter. Dia menjawab pertanyaan Lea dengan nada datar." Tidak. Kamu sudah besar tentu sudah bisa tidur sendiri. Daddy ke kamar mu karena mencari mu. Memangnya kamu dari mana saja baru pulang?"
"Daddy bertanya padaku apa bertanya pada tembok?"
Varen men de sah kasar. Dia tau Lea tengah menyindir dirinya karena posisinya saat ini sedang berdiri menghadap pada dinding kamar.
"Kalau Daddy bertanya padaku berarti Daddy harus menghadap ke belakang karena aku ada di belakang Daddy. Kecuali kalau Daddy bertanya pada tembok ya sudah tunggu saja sampai si tembok menjawab pertanyaan Daddy." Lea kembali bersuara karena Varen tak kunjung menyahut.
Varen menoleh pada Lea hanya sedetik, kemudian dia kembali ke posisi awal. Katanya pada Lea," kamu pakai pakaian mu. Daddy tunggu di meja makan."
"Wait, Daddy !!"
Langkah Varen berhenti tanpa menoleh pada Lea.
Greb..
Darah Varen seketika mendesir, seolah hormon adrenalin di tubuhnya begitu cepat menyebar ke seluruh aliran darahnya, sehingga jantungnya berdetak lebih cepat imbas dari pelukan dan aroma wangi yang menguar dari tubuh Lea yang saat ini tengah memeluknya dari belakang.
Untuk pertama kalinya Varen merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya dan tak bisa diungkapkan lewat kata.
Padahal sudah sangat sering melihat wanita berpakaian se xi dan mencium aroma parfum seorang wanita. Tapi tubuhnya tak pernah menunjukan respon apapun. Tapi kali ini !! Astaga ada apa dengannya? Varen membatin bingung apa yang telah terjadi pada tubuhnya sendiri.
"I love you so much, dad," ucap Lea yang semakin mempererat pelukannya seakan dia tak ingin melepaskan lelaki itu.
Sejujurnya, Lea tidak bermaksud menggoda Varen apalagi sampai menidurinya. Dia tau perbuatan itu tidak dibenarkan dan tidak boleh dilakukan bagi pasangan yang belum menikah.
Lea hanya sekedar ingin mengetes saja. Karena yang dia inginkan cintanya dibalas Varen bukan ditiduri. Dia pikir jika dengan kata-kata saja tak cukup meyakinkan Varen tentang perasaannya, apa salahnya dia mencoba dengan tindakan meski kesannya seperti wanita murahan.
Awalnya, Lea sempat terkejut melihat keberadaan Varen yang sedang tiduran di atas ranjang begitu kembali dari kamar mandi. Tadinya, dia hendak memakai pakaiannya terlebih dulu. Tapi begitu mendengar Varen berbicara sendiri dan seperti sedang mencemaskan dirinya, dia mengurungkan niatnya itu lalu mendekati Varen tanpa sadar.
Tapi begitu melihat bagaimana raut wajah Varen yang seakan mengaguminya, disaat itu pula ide nakal melintas di otaknya.
"Daddy sudah sangat lapar. Please cepat kamu pakai pakaian mu. Setelah itu segera turun. Daddy tunggu kamu di meja makan." Varen melepas tangan Lea yang melingkar di perutnya perlahan. Setelah terlepas, dia bergegas keluar tanpa melihat pada Lea.
Lea terbengong dengan arah tatap pada pintu yang telah ditutup Varen. Dia membatin bingung." Daddy sama sekali tidak tertarik padaku meskipun aku sudah memperlihatkan sebagian lekuk tubuhku. Lalu, aku harus bagaimana lagi agar daddy bisa jatuh cinta padaku?"
Lea sempat berpikir apa Varen bukan pria normal atau tidak memiliki ketertarikan pada lawan jenis. Karena pria normal manapun pasti akan tergoda pada penampilan se xi nya ini. Tapi Varen? Entah lah. Apa dia benar-benar tak suka padanya atau memiliki kelainan s e x.
Varen melangkah dengan langkah sedikit lamban. Otaknya berputar pada kejadian beberapa menit yang lalu.
Pertanyaan Lea sebenarnya pertanyaan yang wajar layaknya pertanyaan seorang anak pada ayahnya.
Varen pun tak pernah menolak jika Lea memintanya untuk menemaninya tidur atau sekedar membacakan cerita sebelum Lea tidur.
Tapi itu dulu sebelum Lea mengaku memiliki perasaan lebih padanya. Kini Lea tak lagi menganggapnya seorang ayah tetapi pria dewasa yang disukainya.
Dan dia merasa pertanyaan Lea tadi bukan pertanyaan seorang anak pada ayahnya, melainkan seorang gadis nakal yang sedang berusaha menggoda lelaki tua. Itulah sebabnya mengapa dia menghindar.
Sebagai pria normal, Varen tak menampik jika Lea memang memiliki fisik yang nyaris sempurna dan sangat menggod. Di usianya yang masih 19 tahun, tubuh Lea cukup tinggi semampai, ramping, dan memiliki kulit putih bersinar.
Selain itu, wajah Lea sangat cantik meski tanpa make up. Terkadang Varen berpikir apakah Lea lahir dari orang tua yang memiliki fisik serupa dengannya.
Tapi meski begitu, Varen pastikan tidak ada getaran cinta atau rasa ketertarikan saat melihat tubuh se xi Lea tadi. Dia hanya sekedar mengaguminya saja, serta merasa bangga karena telah merawat Lea yang kini tumbuh besar dengan fisik yang sempurna.
"Sepertinya aku harus segera memiliki seorang pasangan. Karena jika tidak, Lea akan terus menggodaku." Varen langsung menghubungi seseorang.
"Kau atur ulang jadwal pertemuanku dengan wanita terakhir yang kau tawarkan padaku."
Lea menghampiri Varen yang tengah menunggunya di meja makan tanpa menyapa, senyuman, atau sekedar basa basi. Dia duduk dan langsung menuang lauk pauk ke atas piringnya.
Varen memperhatikan wajah cemberut Lea dalam diam. Dia berpikir Lea pasti sedang marah padanya gara-gara dia menolak dipeluk.
"Daddy_"
"Makan lah. Bukan kah tadi Daddy bilang sangat lapar?"
Varen meneguk ludah kasar, karena Lea pandai membalikkan kata-kata yang menjadi alasan dirinya menolak pelukan Lea tadi.
Makan malam pun berlangsung dengan hening. Baik Lea maupun Varen, keduanya saling mengunci mulut. Mereka terhanyut oleh pikiran masing-masing.
"Tunggu, Lea !!"
Lea yang sudah berdiri siap beranjak terpaksa duduk lagi karena Varen menahannya.
"Daddy mau bicara apa?" tanya Lea dengan malas.
"Besok mau Daddy antar ke kampus lagi? Tapi kalau mau di antar, kamu harus bangun lebih pagi. Karena Daddy harus pergi ke kota B jam delapan untuk urusan bisnis di sana."
"Tidak usah. Aku bisa bawa mobil sendiri saja." Lea menolak meski di relung hatinya yang terdalam, dia sangat ingin diantar Varen lagi. Jika bisa kemana pun dan kapan pun Varen lah yang mengantarnya.
"Jadi mobil mu sudah selesai di perbaiki?"
Lea mengangguk tanpa sepatah kata. Terlalu malas meski hanya sekedar mengucap kata 'iya atau belum'.
"Syukur lah."
Lea hanya diam. Tapi jujur dia tidak menyukai tanggapan Varen yang terakhir ini. Karena Varen tak berusaha membujuknya. Dia berkata dengan mood yang semakin buruk." Tidak ada yang mau ditanyakan lagi, kan? Aku sudah ngantuk." Lalu, Lea langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Varen.
Varen menghela nafas dan geleng-geleng kepala melihat kepergian Lea begitu saja." Bagaimana cara Daddy menyadarkan kamu Lea. Daddy ingin kamu sadar jika hubungan kita ini hanya sebatas hubungan ayah dan anak no more.."