"Tolong jangan sentuh saya, Pak." Ucap seorang gadis cantik berkacamata bulat dengan tubuh bergetar hebat. Gadis itu terisak pilu ketika mahkota yang selama ini dijaga, direnggut paksa oleh seorang dosen.
Azura Saskirana seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi di ruang perpustakaan di malam hari yang sepi ditengah hujan badai. Zura hari itu memang sengaja ingin menyelesaikan skripsinya yang tinggal sedikit lagi selesai. Disaat bersamaan hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat dia enggan beranjak. Karena tempat kostnya terletak lumayan jauh dari kampus, jadi dia memutuskan untuk menunggu hujan reda baru akan pulang itupun dia masih harus berjalan kaki.
Garvin Reviano Agler, seorang dosen yang sudah lama menduda dan berhati dingin setelah pernikahan dengan wanita yang dicintainya gagal karena wanita itu lebih memilih pergi untuk mengejar karir. Malam itu Garvin dijebak oleh dosen wanita yang terobsesi dengannya dengan minuman yang sudah dicampur obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekecewaan Garvin
"Hamil...? Kamu hamil Lestari? Berapa kali aku katakan jika aku tidak ingin kamu hamil." Marah Daffa sambil mencengkeram lengan kekasihnya.
Keributan itu membuat mereka berdua mendapat teguran dari petugas Rumah Sakit. Tanpa menebus obat, Daffa menyeret Lestari keluar dari sana. Kemudian Daffa menghempaskan tubuh kekasihnya hingga jatuh tersungkur ke lantai.
"Aku lupa ke bidan waktu itu, sedangkan kamu tidak ada hentinya meminta aku melayani kamu."
"Aku tidak bisa Lestari, aku tidak mungkin menikahi kamu tanpa restu dari ibuku." Ucap Daffa.
"Tapi aku sudah hamil dua bulan Daffa, kamu harus segera menikahi aku sebelum perut aku semakin membesar." Ucap Lestari tergugu.
"Aku tidak bisa menjawab sekarang. Lebih baik kita pulang dulu. Aku pulang sendiri, kamu juga langsung pulang ke rumah. Aku akan coba bicara pada ibu setelah sampai." Ucap Daffa, kemudian dia segera memesan ojek online meninggalkan Lestari yang masih terisak.
"Kenapa kamu tega padaku, apa kurangnya diri ini." Gumam Lestari.
Beberapa menit kemudian, Daffa sudah sampai di rumahnya. Saat ini ibu dan ayah tirinya sedang duduk santai di ruang keluarga.
"Daffa kamu pulang nak?" Sambut ibu, sementara ayah Ruslan tersenyum hangat pada putra tirinya ini.
"Iya, Ibu Ayah ada yang ingin Daffa sampaikan." Ucapnya sedikit ragu, tapi dia harus lakukan.
"Sebelum kamu lanjut bicara, apa tadi pagi kamu ke rumah dan bertemu Zura?" Tanya ayah.
"Tidak, memangnya kenapa?" Ucapnya bohong.
"Tidak ada, hanya heran saja kenapa dia pergi pagi-pagi sekali setelah membuat sarapan untuk kami."
"Mungkin Zura mengejar bus jam pertama ayah." Jawab Daffa asal.
"Oh iya bisa jadi begitu."
"Sekarang kamu mau bicara apa?"
"Ayah, Ibu aku akan menikahi Lestari." Ucap Daffa tanpa basa-basi.
"Hah tidak salah, gadis miskin yatim piatu itu? Apa yang kamu harapkan dari perempuan seperti dia?" Ucap sarkas ibu Yuliana.
"Karena Lestari sudah mengandung hasil hubungan kami bu." Jujur Daffa.
"ASTAGA DAFFA?" Teriak ibu Yuliana.
"Apa lagi ini, kenapa kamu meng gauli perempuan yang bukan istrimu." Ucap ayah Ruslan menegur.
"Ah, ayah kayak tidak pernah muda saja. Tentu saja karena enak, bikin aku ketagihan setiap waktu." Ucap Daffa tanpa malu.
"Ibu, sudahlah semua sudah terjadi. Besok kalian menikah. Ayah merestui kamu Daffa." Putus ayah Ruslan.
"Tapi, mas..?" Ibu Yuliana keberatan.
"Tidak ada tapi-tapian bu, memang Daffa harus bertanggung jawab dengan perbuatannya. Ayah tidak mau jika warga tahu berita ini. Bisa malu kita dibuatnya. Daffa jangan tunda lagi, segera bawa Lestari kesini. Kalian menikah di KUA saja besok pagi tanpa adanya pesta resepsi." Ucap ayah Ruslan.
"Terserah, yang penting aku sudah bertanggung jawab. Keburu perut Lestari besar. Sekarang aku mau masuk ke kamar dulu." Ucap Daffa.
Daffa berjalan sambil berpegangan pada tembok membuat ibu menatap heran.
"Apa yang terjadi Daffa? kaki kamu sakit?" Tanya ibu Yuliana.
"Oh iya bu, paha aku kayaknya terkilir." Jawab asal Daffa.
"Kamu buruan istirahat, dan jangan lupa siapkan berkas-berkas untuk pernikanmu."
"Ayah kenapa memberi restu Daffa?" Tanya ibu Yuliana pada suaminya.
"Karena Daffa adalah putra dari wanita yang ayah cintai. Apapun itu, ayah akan terus mendukungnya."
"Mass ah... Kamu baik banget deh. Gimana kalau siang ini kita bermain." Pinta ibu Yuliana.
"Ayo bu, ayah juga sedang ingin. Mendengar Daffa sering ber cinta dengan kekasihnya, membuat ayah juga ingin ber cinta dengan kekasih hati ayah" Rayu ayah.
Di siang yang panas itu menjadi semakin berkeringat bagi dua paruh baya yang sedang dilanda puber kedua. Cinta mereka semakin lama semakin bergelora dan membara.
Pagi ini, Zura berangkat ke kampus tanpa adanya semangat. Wajah sembabnya melukiskan bagaimana suasana hatinya.
Zura duduk termenung di meja perpustakaan yang waktu itu sebagai tempat ber cinta dengan dosennya. Rasa itu berdesir hingga ke jantung, tapi mengingat jika tubuhnya pun sudah disentuh oleh sang kakak membuat Zura seketika menangis.
Zura merasa kotor, karena Daffa sudah menggerayangi tubuhnya dengan bibir dan mengobrak abrik lubangnya dengan jari. Zura merasa sudah mengkhianati sang kekasih. Karena Zura ingat, jika Garvin meminta dirinya untuk menjaga tubuh hanya untuk dirinya.
Hari ini tidak ada kelas, hanya ada bimbingan skripsi. Jadi Zura akan bertemu dengan Garvin.
Tok tok tok
Dengan tubuh gemetar hebat, Zura mengetuk pelan pintu ruangan sang dosen yang juga merangkap menjadi kekasih rahasianya.
"Masuk... Zura." Ucap Garvin tergagap.
"To..tolong dikoreksi jika ada yang salah." Ucap Zura tanpa berani memandang wajah sang dosen.
"Kamu apa kabar Zura? Bagaimana liburan kamu?" Tanya Garvin lembut.
"Kabar saya baik pak." Jawab Zura singkat dengan nada pelan.
"Kamu kenapa sedari tadi hanya menunduk, apa yang sedang kamu sembunyikan dari saya?" Tanya Garvin.
"Tidak ada pak." Jawab Zura.
Tidak puas mendengar jawaban Zura, Garvin beranjak lalu melangkah menuju pintu dan menguncinya, serta menutup semua jendela yang telah terbuka.
Kemudia, Garvin mendekati Zura dan mengangkat dagu mahasiswa cupu itu.
"Kamu menangis? Apa yang sudah terjadi saat kamu pulang kemarin?" Tanya Garvin dengan tidak sabar.
"Saya akan menikah satu bulan lagi pak?" Jawab jujur Zura.
"Menikah? Kamu tahu kan jika status kamu ini milik saya?" Ucap Garvin dengan rahang mengeras.
"Saya di jodohkan." Jawab Zura.
"Dan kamu menerimanya?" Tanya Garvin.
"Saya sudah coba menolak, tapi tetap dipaksakan." Jawab Zura lagi.
Hahahaha Garvin tertawa lebar tapi ada raut kesedihan di matanya.
"Kamu sudah tidur dengan saya Zura, saya yang sudah mendapatkan mahkota suci kamu. Lalu kamu mau menikah dengan orang lain."
"Ini tidak lucu Zura, kamu membuat saya kecewa." Desah Garvin.
"Maafkan saya pak, saya memang mencintai Anda. Tapi saya tidak berani membantah perintah orang tua saya. Jadi, hubungan kita cukup sampai disini. Anggap saja, keperawanan saya adalah bukti cinta saya. Kalau begitu saya permisi dulu, tolong dikoreksi skripsinya." Ucap Zura.
Zura pun meninggalkan Garvin dengan sejuta luka. Zura berani berkata demikian, karena hubungan dengan dosennya itu juga belum terlalu kuat. Yang ada dalam pikiran Zura, bahwa Garvin tidak pernah mencintainya. Maka putus bukan sesuatu yang menyakitkan bagi Garvin, karena sebenarnya dia yang rugi karena sudah kehilangan barang paling berharga untuknya.
Sementara itu Garvin menatap kecewa pada mahasiswanya ini. Meskipun hingga kini dia sadar belum memberikan kepastian akan perasaannya pada Zura.
"Semudah itu kamu meninggalkan saya, Zura. Tapi kenapa kamu menangis. Apa karena saya belum mengungkapkan cinta, hingga kamu dengan mudah memutuskan hubungan yang bahkan belum ada satu minggu." Gumam Garvin.