Aku tidak tahu jika nasib dijodohkan itu akan seperti ini. Insecure dengan suami sendiri yang seakan tidak selevel denganku.
Dia pria mapan, tampan, terpelajar, punya jabatan, dan body goals, sedangkan aku wanita biasa yang tidak punya kelebihan apapun kecuali berat badan. Aku si pendek, gemuk, dekil, kusam, pesek, dan juga tidak cantik.
Setelah resmi menikah, kami seperti asing dan saling diam bahkan dia enggan menyentuhku. Entah bagaimana hubungan ini akan bekerja atau akankah berakhir begitu saja? Tidak ada yang tahu, aku pun tidak berharap apapun karena sesuatu terburuk kemungkinan bisa terjadi pada pernikahan kami yang rentan tanpa cinta ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikah
Untuk Dita.
Salam sayang dari mama untuk Dita.
Dita anak mama yang cantik, yang baik, yang tulus hatinya, dan anak mama yang gemuk dan sehat badannya.
Aku tersenyum sembari menitikkan air mata, ucapan mama menjadi doa yang nyata. Aku tumbuh dengan sehat dan gemuk.
Terima kasih, Sayang, sudah hadir di hidup Mama. Dita kebanggan mama, mama akan selalu ada untuk Dita, kasih yang terbaik untukmu.
Saat Dita lahir, mama sudah berusia 30 tahun. Mama takut Dita, takut jika kamu belum juga hadir di hidup mama, padahal mama sudah cukup umur.
Kata orang-orang, mama menikah di usia yang terlambat jadi mama susah punya anak. Namun, Dita memecahkan statement orang-orang itu. Buktinya anak perempuan yang cantik lahir dari rahim mama, kamu tumbuh besar, sehat sampai sekarang.
Mama bahagia Dita, mama bahagia punya Dita. Mama menangis saat melihat Dita tertidur di pelukan mama, wajah Dita benar-benar mirip mama. Mama menangis bersyukur di setiap malam setelah menidurkanmu karena Dita benar-benar hadir dititipkan Tuhan kepada mama.
Jika suatu saat mama marah sama kamu, jangan kamu anggap mama tidak sayang padamu, Sayang. Mama benar-benar sayang padamu tanpamu Mama mungkin tidak akan seperti sekarang. Dita adalah awal kehidupan mama yang baru, mama happy menjadi seorang ibu. Nanti kamu juga akan merasakannya kelak, betapa bahagianya menjadi seorang ibu.
Mama doakan selalu supaya Dita bahagia di sepanjang hidupmu, Dita dipertemukan dengan pria yang baik, tampan yang menjaga dan mencintai Dita apa adanya seperti mama dan papa mencintai Dita. Mama ingin terus sama Dita dan melihat Dita menikah dengan orang yang tepat suatu saat nanti.
Mama tulis surat ini saat Dita usia 2 tahun yang lagi tidur di samping mama.
Mama cinta Dita.
---
"Saya terima nikah dan kawinnya Ammara Dita Siswono binti Muhammad Siswono dengan seperangkat alat solat dan perhiasan emas seberat 50 gram dibayar tunai!"
Empat hari setelah mama meninggal, aku melangsungkan pernikahan dengan pria pilihan mama. Aku memenuhi keinginan mama sesuai dengan apa yang tertulis di surat yang mama tulis dahulu.
Pada akhirnya, aku tidak memiliki keraguan apapun pada pernikahanku jika ini cara terakhir yang bisa aku lakukan untuk membahagiakan mama. Impian mama untuk bisa melihatku menikah terwujud sudah. Apapun aku patuhi permintaan mama, tetapi saat sudah seperti ini, mama malah tidak ada di sampingku lagi.
Aku tidak memakai gaun pernikahanku, gaun yang aku pakai adalah gaun milik mama saat beliau menikah. Gaun ini terasa nyaman dan pas ditubuhku, terasa hangat seperti pelukan mama yang melingkupiku.
Aku benar-benar tidak bisa menahan air mata di sepanjang acara itu yang katanya bahagia, tetapi tidak ada berhentinya untukku menangis. Aku ingin mama ada di sini dan merayakan apa yang mama inginkan dariku selama ini.
Dita sudah menikah, Ma. Apa mama bahagia? ucapku sembari memandang ke langit. Pasti mama ada di sana dan melihatku melangsungkan acara sakral ini.
Mama seakan sedang berbicara kepadaku, menyuruhku supaya aku tersenyum di hari pernikahanku karena secara tiba-tiba langit yang mulanya teduh menjadi cerah dan berawan terang.
"Senyum Dita, jangan cemberut begitu, ah." Bahkan ekspresi dan nada bicara mama masih jelas terekam di kepala dan suaranya terdengar jelas di telinga.
Aku pun tersenyum dan menangis di saat yang bersamaan. Aku memejamkan mata, membayangkan seolah senang mama ada di hadapanku dan tersenyum puas melihat anak sulungnya ini akhirnya menikah. Mama merentangkan tangan kepadaku, menyambutku untuk memeluknya.
"Mama," ucapku yang tak sengaja memanggilnya dengan berbisik.
Aku lantas tersadar ketika merasakan sapuan yang merangkul pundakku, rupanya mas Elham yang menenangkanku karena semenjak tadi aku tidak berhenti menangis di atas pelaminan ini.
"Jangan menangis," bisiknya padaku. Aku segera menghapus air mataku dengan selembar tisu yang dia berikan.
Tamunya dibatasi, acara dipersingkat. Hanya kerabat dekat dan rekan kerja mas Elham yang datang awal yang dapat menyaksikan acara pernikahan kami.
Semua orang di sana nampak asing kecuali keluargaku sendiri. Wajah-wajah baru itu mungkin keluarga besar bu Galih. Tidak ada yang kukenal selain satu orang yang terlihat tidak asing dari kejauhan.
Tanpa sengaja, kami bertatapan.
"Mbak Dita?" ujar seseorang memanggilku.
Devy? Kenapa dia bisa ada di sini? Dia datang dengan seorang pria. Apa itukah suaminya?
"Devy? Kamu datang?" tanyaku dengan senyuman menyambutnya dan kami berpelukan saat semua rekan kerja mas Elham dan pasangannya yang datang mengajak kami berfoto bersama.
Devy masih terkejut-kejut melihatku di atas pelaminan berdampingan dengan pria yang sudah resmi menjadi suamiku, dia berbisik padaku. "Mbak Dita, kamu menikah sama atasan suamiku."
"Dita benar-benar akan pergi, Pa?" tanyaku pada papa sehari setelah menikah. Berat rasanya ketika mendengar saat papa dan keluarga bu Galih mengatakan jika aku akan meninggalkan rumah ini. Meninggalkan papa, adik-adik, dan kenangan masa kecilku bersama almarhumah mama.
Papa mengangguk, beliau menjelaskan bahwa sesudah menikah wanita akan menurut kepada suaminya. Apapun yang dilakukan istri, tergantung atas keridaan suami. Papa menjelaskan, mau tidak mau aku sebagai istri seharusnya patuh. Aku mengerti, dia pasti akan membawaku pergi meninggalkan rumah ini.
Aku mengangguk patuh, kemudian papa memelukku. Papa pun menangis saat akan melepasku pergi. "Baktimu pada suami, insyaAllah mempertemukan kembali kita bersama dengan mama di surga-Nya nanti."