naya menbeci atasan nya yang bernama raka tapi berujung jadi jatuh cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arsifa nur zahra u, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10 * Diam - diam tapi terbakar *
Hari Senin pagi datang lebih cepat dari yang aku harapkan. Dan untuk pertama kalinya, aku ke kantor dengan perasaan yang absurd—antara deg-degan, berbunga, dan takut ketahuan.
Aku dan Raka... ya, kita belum ada status. Tapi setelah obrolan itu, semuanya berubah.
Tatapannya beda. Senyumnya lebih hangat. Caranya manggil nama aku... lebih lembut. Tapi semua itu masih dibungkus rapi di balik formalitas kantor.
“Selamat pagi, Naya,” katanya waktu melewati mejaku.
Suaranya biasa aja. Tapi matanya? Mata itu yang bikin jantungku kayak lonceng sekolah pas jam istirahat.
“Pagi, Pak,” jawabku singkat, jaga image.
Tapi di bawah meja, tanganku gemetar dikit.
Alia yang duduk gak jauh dari meja aku langsung nyengir curiga.
“Lo kenapa? Mukanya merah, kayak abis dikecup di pantry,” bisiknya.
“Gila, Al. Jangan sembarangan!” Aku melotot, pura-pura kesal.
Tapi ekspresi gugupku jelas gak membantu.
“Astaga. JANGAN bilang lo beneran udah baper sama Raka,” katanya dengan suara lebih pelan tapi nada tinggi.
Aku diem.
Dan diemku adalah jawaban paling jujur.
*
Siangnya, ada rapat di ruang tengah. Tim kami kumpul, termasuk divisi kreatif yang bantuin proyek besar akhir bulan ini.
Dan di antara semua orang, yang muncul dari balik pintu adalah tentu saja Ara.
Dengan blazer putih, senyum manis, dan tatapan yang langsung nyasar ke arah Raka.
“Sorry telat, aku langsung dari klien,” katanya, lalu duduk tepat di samping Raka.
Dari tempatku duduk, aku bisa lihat dengan jelas: cara dia membetulkan rambutnya sambil melirik Raka, cara tangannya sesekali menyentuh lengan Raka saat mereka diskusi pelan.
Rasanya kayak duduk nonton film horor tapi gak bisa nutup mata.
Aku menunduk, fokus ke catatan di depan. Tapi dalam hati, dada gelisah ini makin sesak. Aku benci gimana cewek itu bisa muncul lagi, bebas tanpa malu, dan langsung mengklaim ruang yang tadinya mulai hangat buatku dan Raka.
Sampai akhirnya, setelah rapat selesai dan semua orang bubar, aku masih duduk. Menyusun napas.
Dan tiba-tiba, suara itu terdengar di belakangku.
“Kamu oke?”
Raka.
Aku mendongak. “Oke, kok. Kenapa emangnya?”
“Kelihatan beda,” katanya.
Aku tertawa hambar. “Gak semua hal perlu kelihatan, Pak.”
Dia diam. Lalu duduk di kursi sebelahku. Ruangan udah sepi, tapi suasana makin panas.
“Kalau ini soal Ara, aku bisa jelasin,” katanya pelan.
Aku mengangguk. “Aku gak minta penjelasan. Tapi aku juga gak mau jadi orang yang harus pura-pura kuat tiap kali dia muncul.”
Tatapan kami bertemu. Gak ada basa-basi lagi.
“Aku suka kamu, Raka. Tapi aku bukan orang yang bisa main diam-diam. Aku bukan bayangan. Aku mau nyata.”
Dia menarik napas dalam, lalu pegang tanganku di atas meja rapat.
“Kalau harus milih antara nyaman yang dulu atau nyata yang sekarang aku pilih kamu, Naya.”
Dan saat genggamannya menguat, aku tahu ini bukan lagi soal jatuh cinta.
Ini soal berani ,Berani memperjuangkan ,Berani mempertahankan.
Dan kalau dunia kantor gak siap nerima itu?
Mungkin... kami harus siap jadi badai yang datang bareng, bukan sendiri-sendiri.
Karna kali ini aku gak cuman pengen di cintai diam - diam , aku ingin di perjuangkan , dikenali , di genggam di depan semua orang dan kalau itu dilarang di kantor biar kami tanggung berdua .
g bertele-tele 👍👍👍👍👍
😘😘😘😘😘😘
gmn klo a ny jdi e😩😩😩😩