Persahabatan Audi, Rani dan Bimo terjalin begitu kuat bahkan hingga Rani menikah dengan Bimo, sampai akhirnya ketika Rani hamil besar ia mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya tak tertolong tapi bayinya bisa diselamatkan.
Beberapa bulan berlalu, anak itu tumbuh tanpa sosok ibu, Mertua Bimo—Ibu Rani akhirnya meminta Audi untuk menikah dengan Bimo untuk menjadi ibu pengganti.
Tapi bagaimana jadinya jika setelah pernikahan itu, Bimo tidak sekalipun ingin menyentuh, bersikap lembut dan berbicara panjang dengannya seperti saat mereka bersahabat dulu, bahkan Audi diperlakukan sebagai pembantu di kamar terpisah, sampai akhirnya Audi merasa tidak tahan lagi, apakah yang akan dia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sepuluh
Setelah membersihkan rumah dan memasak buat makan malam, Audi lalu memandikan putrinya Ghita. Saat ini usianya bocah itu telah memasuki satu tahun. Selama ini dia masih bertahan. Telah lima bulan usia pernikahannya dan Bimo.
Bimo bertanggung jawab memberinya nafkah lahir, tapi batin hingga hari ini belum pernah suaminya itu berikan. Audi juga tak pernah membahas atau menuntutnya. Berada di dekat pria itu saja dia masih canggung apalagi membayangkan mereka berbagi peluh saat bercinta.
Ghita sudah mulai belajar jalan. Dia juga sudah bisa mengucapkan satu dua kata. Bagi anak seusianya, bocah itu termasuk cukup pintar. Ini tak luput dari didikan Audi.
Saat sedang asyik bermain dengan Ghita, terdengar langkah kaki masuk. Audi yakin itu adalah Bimo, karena sudah jam pulang kantor.
Ghita yang melihat ayahnya langsung mencoba berdiri dan mulai berjalan tertatih. Bimo tampak berjalan mendekati dan menggendongnya.
"Pa ...," ucap Ghita.
"Iya, Sayang. Pintar banget anak Papa. Sudah bisa panggil papa," ucap Bimo sambil mengecup kedua pipi putrinya.
Bimo lalu mengajak putrinya duduk di sofa dan memberikan boneka yang tadi sedang dimainkan. Melihat Ghita asyik dengan papanya, Audi berdiri dan berjalan ke dapur.
Audi membuatkan teh hangat untuk suaminya. Dia juga membawakan sepiring kue buat cemilan menjelang waktunya makan malam.
Audi lalu menaruh segelas teh hangat dan sepiring brownies yang tadi dia masak. Bimo tersenyum sebagai tanggapan.
"Silakan minum, Bim.Tadi saat Ghita tidur siang aku coba buat brownis. Sudah lama tak membuatnya, kalau ada yang kurang maklumi ya!" seru Audi.
Bimo lalu mengambil satu potong dan menggigitnya. Dia lalu menggigit lagi hingga sepotong kue habis dilahap.
"Enak ...," ucap Bimo. Audi tersenyum mendengar pujian pria itu walah ucapannya dengan nada datar.
Ghita yang sedang bermain boneka lalu menunjuk ke kue tersebut. Sepertinya bocah itu juga menginginkannya.
"Ue ... au ...," ucap Ghita.
"Ghita mau kue?" tanya Audi. Bocah itu mengangguk sebagai jawaban.
Audi lalu mendekati dan duduk di samping Ghita. Menyuapi sedikit demi sedikit. Tiba-tiba bocah itu memanggil mama dengan Audi.
"Ma ... Ma ...," ucap Ghita.
"Ya, Sayang. Ghita mau apa?" tanya Audi.
Bimo memandangi Audi dengan intens mendengar ucapan putrinya. Dia lalu bertanya dengan suara sedikit keras membuat Audi dan Ghita terkejut.
"Siapa yang mengajari Ghita memanggil kamu dengan sebutan Mama?" tanya Bimo dengan suara yang lantang.
Ghita jadi takut dan menangis. Mungkin bocah itu berpikir kalau sang ayah memarahinya. Audi berdiri dan menggendongnya.
"Suaramu membuat kaget Ghita. Pasti dia pikir kamu sedang marah," ucap Audi.
Bimo ikut berdiri dan mengambil alih Ghita dari gendongan Audi. Hal itu membuat tangisan bocah itu semakin keras.
"Siapa yang mengajari Ghita memanggil kamu dengan Mama?" tanya Bimo dengan suara semakin keras. Membuat Ghita makin ketakutan.
"Bukan aku, Ghita yang belajar sendiri. Kenapa dengan panggilan itu, Bim?" tanya Audi dengan raut wajah heran.
Audi tak tahu dimana salahnya panggilan itu. Seharusnya Bimo justru senang karena putrinya sudah bisa memanggil mama.
"Salah ... panggilan itu salah. Kamu bukan mamanya. Hanya Rani satu-satunya mama putriku. Walau kau telah menikah denganku bukan berarti kedudukan kamu sama dengan Rani. Dia jauh berbeda denganmu. Dia mengorbankan jiwanya hanya demi sang putri!" seru Bimo dengan suara tinggi.
Audi terkejut mendengar jawaban dari Bimo. Dia pikir apa yang membuat pria itu marah. Ternyata hanya karena sang putri memanggilnya mama. Apa salah dengan panggilan itu? Tanya Audi dalam hatinya. Bukankah dia juga ibunya Ghita, walaupun hanya ibu sambung.
Audi rasa tak akan mengurangi nilai keistimewaan Rani kalau dia dipanggil mama. Bagaimanapun, Rani tetap yang paling utama karena dia ibu kandungnya.
"Maaf, Bimo. Aku tau dan sadar kedudukanku. Aku tak pernah mengajari Ghita memanggilku mama. Itu hanya spontanitas dia saat belajar mengucapkan kata. Dan jika kau memang tak menyukai hal itu, kau bisa katakan dengan baik-baik. Kau membuat Ghita ketakutan!" seru Audi.
Bimo mencoba menenangkan putrinya, tapi tangisan bocah itu semakin keras. Dia lalu mengulurkan tangan pada Audi, minta digendong.
"Ma ... Ma ...," ucap Ghita sambil menangis.
Audi lalu mengambil alih Ghita secara paksa. Walau dia hanya ibu sambungnya bocah itu, tapi nalurinya sebagai ibu sangat kuat. Dia tak tega melihat anak itu menangis terisak.
"Aku akan merubah panggilannya nanti. Jangan takut, aku tak akan pernah menggantikan posisi Rani. Aku tau kehadiranku di rumah ini hanya sebagai pengasuh putrimu bukan sebagai istrimu!" seru Audi.
Audi lalu berjalan menuju kamar sang putri yang juga merupakan kamarnya. Hatinya begitu sakit mendengar ucapan Bimo yang sangat menusuk. Selama lima bulan mereka menikah, tak pernah pria itu berkata kasar walau dia tetap bersikap dingin.
Audi lalu mencoba menenangkan putrinya itu. Setelah tangisnya berhenti, dia membawa anak itu berbaring. Pandangan gadis itu tampak menerang entah kemana. Dalam hatinya bergumam permohonan.
"Ya, Tuhan. Tolong jangan buat aku mencintai makhluk itu. Jangan buat aku jatuh cinta pada pria yang salah. Matikan'lah perasaanku untuk dia dan siapapun itu, kecuali jika dia benar-benar ditakdirkan untukku."
lebih baik ma orang lain,ketimbang balikan ma kamu...buat apa pisah toh balikan lagi...pisah ya pisah,cari kebahagiaan masing masing
jangan mau balikan...
kemana harga dirimu,udah di hina hina,udah dicaci maki,dibuat seperti pembokat masiiih juga mau balikan...
haddeuh kamu terlalu berharga untuk laki2 seperti Bimo...