Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nyonya Ria
Kenzo hanya tersenyum penuh rahasia. Dengan santai ia mengangkat alis, lalu menatap Leo sejenak sebelum menjawab, “Lihat saja.” Ia kemudian mengedipkan sebelah matanya dengan gaya khasnya yang sering kali menyebalkan bagi Leo, lalu segera melangkah pergi meninggalkan mereka.
Sebelum benar-benar menghilang dari pandangan, Kenzo sempat menyerahkan sebuah perangkat laptop elektronik tipis kepada Ayla. “Ini, semua agenda malam ini sudah tersimpan di dalam. Pastikan kamu pantau terus,” ucapnya singkat namun penuh penekanan, lalu hilang di balik keramaian tamu.
Kini, hanya Leo dan Ayla yang berdiri berdampingan di sudut ruangan yang mulai dipenuhi suara musik pembukaan dan para tamu yang bersiap untuk duduk.
Leo menatap Ayla, lalu matanya turun perlahan menyapu penampilan wanita itu dari atas hingga bawah. Wajahnya datar, tapi ekspresi matanya cukup mengintimidasi. “Kau tidak punya gaun lain selain ini?” tanyanya langsung tanpa basa-basi, dengan nada suara yang tak bisa dibilang ramah.
Pertanyaan itu seketika membuat Ayla kaku. Ia menunduk dan menatap gaun sederhana yang dikenakannya—gaun yang menurutnya sudah cukup layak untuk acara malam ini, tapi ternyata tidak terlihat demikian di mata bosnya.
Hatinya sedikit tercekat. Bukan karena pertanyaan itu saja, melainkan karena cara penyampaiannya yang terasa dingin dan menghakimi. Namun Ayla hanya bisa menahan semuanya di dalam hati. Dia memang tidak memiliki gaun lain. Ini satu-satunya yang dia punya dan menurutnya cukup layak—sebelum dia tahu betapa mewahnya dunia tempat dia melangkah malam ini.
Dengan ragu, Ayla menggeleng pelan. Tak ada kata keluar dari mulutnya. Ia tahu menjawab pun tidak akan mengubah apa-apa.
Leo menghela napas pendek, lalu memutar bola matanya dengan jelas—gerakan yang membuat Ayla merasa semakin kecil. “Selalu periksa isi agenda itu dan beri tahu saya siapa saja yang harus saya temui malam ini,” ucapnya tegas dan dingin, seperti biasa.
Ayla hanya bisa mengangguk. “Baik, Pak,” jawabnya lirih.
Tanpa menunggu, Leo langsung melangkah pergi menuju kerumunan, dan Ayla pun segera mengikuti di belakangnya. Menjaga jarak namun tetap cukup dekat untuk mendampingi, sambil sesekali menatap layar laptop kecil di tangannya, memastikan dirinya tidak melewatkan satu pun detail penting dari malam yang baru saja dimulai.
Leo dan Ayla telah menemui cukup banyak kolega bisnis yang menurut mereka pantas untuk dijumpai demi menjaga tali kekerabatan dalam dunia bisnis. Setelah semua pertemuan yang melelahkan itu, Ayla menghela napas pelan karena merasa letih, sambil mencoret satu per satu nama yang sudah mereka temui dari daftar yang dipegangnya.
Di sisi lain, Leo sudah lebih dulu duduk sambil menikmati wine yang tersedia. Ia ikut merasakan kelelahan setelah serangkaian interaksi yang menguras tenaga, sehingga memilih untuk diam sambil memandangi jalannya acara yang sedang berlangsung di hadapan mereka. Sementara itu, Ayla tetap fokus memeriksa perangkat elektronik yang sebelumnya diberikan oleh Kenzo, meski raut wajahnya memperlihatkan kelelahan yang mulai terasa. Kakinya sesekali digerakkan karena terasa pegal akibat mengenakan heels, meskipun haknya tidak terlalu tinggi. Namun karena Ayla memang tidak terbiasa memakai sepatu hak tinggi, ia merasa kurang nyaman.
Tanpa sengaja, Leo menoleh dan memperhatikan gerak-gerik Ayla. Ia melihat gadis itu tetap sibuk dengan tugasnya, tak memedulikan rasa pegal di kakinya. Merasa terganggu oleh sikap Ayla yang terus berdiri dan bergerak-gerak di sekitarnya, Leo akhirnya membuka suara dengan nada tegas. "Duduklah, kau bisa memeriksa sembari duduk," ucapnya sambil tetap menatap Ayla, seolah menyuruhnya untuk segera beristirahat sejenak.
Ayla terdiam sejenak, tidak sepenuhnya mengerti maksud dari ucapan bosnya barusan. Nada suara Leo memang terdengar tegas, namun Ayla tak yakin apakah itu sebuah perintah langsung atau hanya saran biasa. Meskipun begitu, ia memilih untuk mengikuti ucapannya dan segera menarik kursi lalu duduk di sebelahnya. Hitung-hitung sebagai kesempatan untuk beristirahat sejenak, pikirnya dalam hati. Bagaimanapun, duduk terlalu dekat dengan seorang CEO tanpa izin eksplisit bisa menjadi hal yang berisiko bagi posisinya sebagai karyawan. Tapi karena Leo sendiri yang menyuruhnya, ia pun merasa sedikit lebih tenang.
Beberapa detik kemudian, dalam posisi duduk yang masih terlihat formal, Ayla kembali memeriksa daftar tamu yang harus mereka temui. Jemarinya menggulir perangkat elektronik yang tadi diberikan oleh Kenzo. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba Leo bersuara, namun tanpa mengalihkan pandangannya dari arah panggung. "Siapa yang lagi perlu ditemui?" tanyanya datar, tetap fokus pada acara yang sedang berlangsung.
Ayla pun tersenyum kecil, merasa lega setelah memeriksa datanya. Hanya tersisa satu nama lagi dalam daftar yang belum mereka jumpai. Dalam hati, ia merasa cukup puas. Setidaknya tugas hari ini hampir selesai, dan itu sudah cukup melegakan baginya.
"Tinggal seorang lagi, Pak. Namanya Nyonya Ria," jawab Ayla dengan tenang sembari membaca nama terakhir yang tertera di layar.
Mendengar nama itu disebut, Leo secara spontan menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengangkat gelas wine. Tatapannya kosong, seolah sedang memproses sesuatu dalam pikirannya. Nyonya Ria? batinnya bertanya dalam diam. Ia cukup terkejut, karena wanita itu jarang sekali menghadiri acara seperti ini. Biasanya, Nyonya Ria hanya mengutus perwakilan atau memilih untuk berkomunikasi secara pribadi di luar jadwal resmi. Kehadiran wanita tersebut jelas bukan hal yang biasa.
Tumben sekali… pikir Leo, perlahan menaruh kembali gelasnya di atas meja tanpa suara, tatapannya kini tampak sedikit berubah—ada ketertarikan dan juga kehati-hatian.
Nyonya Ria—nama itu tidak asing di telinga siapa pun yang berkecimpung dalam dunia bisnis. Dia adalah mantan istri dari Tetua Hido, seorang tokoh yang dijuluki sebagai raja bisnis karena pengaruh dan kekuasaannya yang luas. Meski hubungan pernikahan mereka telah lama berakhir karena alasan yang tak pernah dipublikasikan, keduanya tetap menjadi sosok yang dihormati. Jika Hido disebut sebagai raja, maka Ria tak kalah hebat—ia adalah ratu di dunia yang sama. Seorang wanita dengan kecerdasan dan strategi bisnis yang mengagumkan, sekaligus memiliki kharisma yang mampu membungkam ruangan hanya dengan kehadirannya.
Begitu nama itu keluar dari mulut Ayla, Leo langsung menunjukkan reaksi tak terduga. “Kenzo sialan…” gumamnya pelan, nyaris seperti gerutuan pada diri sendiri, namun cukup tajam untuk menyiratkan bahwa ia merasa dikhianati atau setidaknya dilewatkan informasi penting.
Tanpa membuang waktu, Leo langsung berdiri dari duduknya, matanya menyapu ke seluruh ruangan dengan gerakan cepat namun penuh kendali. Langkahnya tegap dan penuh intensitas, membuat Ayla yang berada di belakangnya buru-buru mengikuti. Ia tahu, sesuatu yang penting sedang terjadi, dan keterlibatannya tak bisa dihindari begitu saja.
"Dimana pria sialan itu?" gumam Leo lagi, kali ini dengan nada yang lebih tajam, pandangannya menelusuri kerumunan tamu yang saling bercengkerama di bawah gemerlap cahaya ruangan. Ayla yang juga ikut mengamati ke segala arah akhirnya melihat sosok yang tampak familiar di antara keramaian.
Dengan suara pelan tapi cukup terdengar, Ayla menunjuk ke satu arah. "Bukankah itu Pak Kenzo?" ucapnya, sedikit ragu namun yakin dengan penglihatannya. Leo langsung menoleh ke arah yang dimaksud tanpa berkata-kata. Matanya mengikuti jari Ayla.
Dan benar saja. Sosok yang mereka lihat adalah Kenzo. Pria itu terlihat santai, berdiri sambil berbicara dengan seorang wanita yang tampaknya bukan rekan bisnis biasa. Cara mereka berdiri begitu dekat, dan ekspresi Kenzo menunjukkan keakraban yang tidak umum dalam situasi formal. Si wanita tampak anggun, mengenakan gaun elegan yang memancarkan kesan berkelas, namun siapa dia belum bisa dipastikan.
Tanpa menunggu lebih lama, Leo segera melangkah cepat ke arah Kenzo, dengan Ayla mengikuti dari belakang. Tekanan dalam langkahnya cukup membuat orang-orang menoleh.
"Kenzo!" panggil Leo lantang, nada suaranya mengandung kemarahan yang tertahan. Kenzo, yang sedang tertawa kecil dengan wanita di hadapannya, langsung tersentak dan menoleh dengan ekspresi kaget.
"Leo," sahutnya cepat, sedikit terkejut namun berusaha tetap tenang.
Leo menatapnya tajam, tanpa basa-basi langsung melontarkan pertanyaan yang menohok, suaranya rendah namun dingin. "Kenapa kau tidak memberitahuku kalau Nyonya Ria juga hadir malam ini?"
Suasana di antara mereka seketika berubah tegang. Ayla, yang berdiri di belakang Leo, ikut menahan napas, menunggu reaksi berikutnya dari Kenzo.