Cassie, seorang remaja yang beranjak dewasa masuk kedalam pergaulan bebas para anak konglomerat, disaat kedua orang tuanya bercerai. Ketika etika dan sopan santun mulai menghilang. Kehidupannya terus mengalami konflik besar.
Ditengah masalah perceraian orang tuanya, Cassie jatuh cinta dengan seorang Duda Perjaka. Tetapi cintanya tak direstui. Cassie pun dijodohkan dengan seseorang yang pernah membuatnya kesakitan karena sakau.
Dapatkah ia menjaga mahkota kewanitaannya, atau terus terjerumus dengan pergaulan bebas? Dan dapatkah Cassie bersama dengan cintanya Om Duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Virus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Kejar Mantan
Lusa, jatuh pada hari ini. Hari yang ditunggu Barra untuk bertemu dengan si pemilik ponsel. Rencananya mereka akan bertemu jam 7 malam di restoran seafood.
Tepat pukul empat sore, ia baru saja tiba di Indonesia. Itu berarti tiga jam lagi untuk bertemu dengan Cassie. Seharusnya Barra memakai waktu tiga jam itu untuk pulang kerumah terlebih dahulu, mandi dan bersiap. Namun yang di lakukan pria ini adalah malah pergi ke kantor dan meneruskan pekerjaannya yang sempat tertinggal.
Ada banyak dokumen yang pengerjaannya membutuhkan tanda tangan atau ijin persetujuan dari dirinya, sang pemilik perusahaan.
Olive, sekretaris Barra yang saat itu sudah bersiap untuk pulang malah mendapati sang bos yang tiba-tiba masuk dan meminta semua dokumen.
"So-sore Bos," sapa Olive yang saat itu hendak meninggalkan ruangan sembari membawa tas dan memakai jaket.
"Sore Olive...Kamu sudah mau pulang ya, tapi maaf sebelum pulang, tolong berikan saya semua dokumen yang perlu saya teliti dan tandatangani," pinta Barra mencegahnya untuk tidak pulang dahulu
"Ya baik pak, akan saya siapkan," jawab Olive kemudian kembali ke mejanya sembari menaruh tasnya kembali dan membuka jaketnya.
Olive segera menyiapkan dokumen yang dipinta, sementara Barra keruangan kerjanya
"Permisi, ini dokumen yang bapak minta," sahut Olive seraya menaruh semua dokumen di meja kerja Barra
"Terimakasih, sekarang kamu boleh pulang," jawab Barra dengan senyum.
Sang sekretaris pun pergi setelah diperbolehkan pulang. Sementara, Kenza yang tahu jika Barra sudah kembali ke Indonesia, langsung masuk ke ruangannya dengan malas.
Kenza adalah salah satu anak dari Andi Sudirman yang menjabat sebagai kepala divisi Marketing di perusahaan Barra.
Ayahnya, Andi seorang IT dan programmer juga pencipta alat-alat keren yang saat ini menjadi orang nomer satu yang paling dicari. Kenza sendiri tidak memiliki keahlian seperti Ayahnya. Berbeda dengan Kenzo yang sedikit menuruni bakat Ayahnya. Ia pun menjadi tenaga IT di perusahaan Barra
Kenzo juga membuat sebuah alat canggih yang memudahkan para tukang atau pekerja proyek lapangan untuk menghitung beban, berat, panjang, luas, lebar, tinggi dan Volume.
Alat ukur meteran sudah tidak lagi mereka gunakan. Hanya dengan memakai kacamata ajaib, semua bisa terhitung.
Itulah mengapa perusahaan Barra jauh lebih maju karena peran Kenzo juga berpengaruh di perusahaan itu.
"Kamu kenapa?"
"Capek," jawab Kenza namun dibalas tawa oleh Barra.
"Kenza-Kenza, ada informasi apa atau ada hal apa selama saya pergi?"
"Ada banyak Mas, mau gosip hot, atau gosip yang biasa?" ujar Kenza
"Dua-duanya,"
"Gosip yang biasa tuh, ga ada. Adanya yang hot,"
"Hilih, apaan yang hot,"
"Yakin? Tapi jangan kaget ya?" ujar Kenza yang tadinya bersandar pada kursi kemudian mendekatkan dirinya ke meja.
"Yakin, apaan sih? Penasaran nih," jawab Barra yang kemudian meletakkan bolpoinnya di meja setelah melihat ekspresi Kenza yang sedikit bersemangat.
"Minum dulu dong, aku takut kamu dehidrasi setelah mendengarnya,"
"Ah jadi penasaran aku, yaudah aku minum dulu," jawab Barra meminum segelas kopi yang dia buat sendiri.
Kenza sengaja tidak menunggu Barra selesai minum, ia pun langsung mengatakan apa gosipnya.
"Hera, mantan istri kamu, kemarin kesini nyari kamu. Katanya dia kangen sama kamu,"
Byuuuur.
Barra pun tak sengaja menyemburkan kopi yang ia minum ke wajah Kenza. Untung saja tidak mengenai dokumennya, karena sudah ia taruh di meja sampingnya.
"Uhuk-uhuk," Barra terbatuk sambil membersihkan sisa kopi di mulutnya dengan tisu.
"Aihhh Mas Barra," Kenza segera mengambil tisu dan membersihkan wajahnya
"Haha salah kamu sendiri makannya jangan ngerjain orang. Kamu sengaja kan nyuruh saya minum,"
"Bisa gak sih kata Saya itu diganti, terlampau baku. Ini kan udah bukan jam kerja,"
"Saya sudah terbiasa Kenza," ucap Barra
"Mau apa dia nyari saya?" Timpal Barra lagi
"Ya mau balikanlah, suaminya yang tua itu kan udah meninggal,"
"Ogah! Namanya mantan ya mantan, gak ada tuh dalam kamus hidup seorang Barra balikan sama mantan. Kalopun saya mau, itu berarti dia main dukun,"
"Hahaha astaga bikin ngakak pak bos ini," dan Kenza pun melihat dua paper bag dengan ukuran sedang berisi kotak bertuliskan Lindt Swiss Chocolate
"Eh coklat dari Swiss nih, buat aku satu ya,"
"Jangan itu pesanan orang, dia udah bayar," jawab Barra sedikit berbohong
"Yaelah, siapa sih yang nitip. Beli di Tokopedia juga ada tuh coklat,"
"Ada deh,"
Tak berapa lama Kenzo, saudara kembar Kenza datang keruangan Barra.
"Za, aku cari dari tadi rupanya disini,"
"Hehe, ya maaf. Jadi, sekarang?" ucap Kenza
"Besok tahun depan, ya jadilah. Mas Barra kita pamit duluan ya, ada urusan," ucap Kenzo
"Ya, silahkan,"
Dan ketika si kembar itu pergi meninggalkan ruangan Barra, sunyi kembali tercipta.
Barra tidak lagi melanjutkan pekerjaannya karena nama Hera yang sedikit mengganggunya. Rasa untuk memiliki cinta sejati, dihancurkan dengan mudahnya oleh seorang bernama Hera hingga menjadi trauma tersendiri. Trauma untuk menjalin suatu hubungan ke jenjang pernikahan lagi.
Ia pun melihat jam rolex yang dipakai di tangan kirinya. Sudah pukul setengah enam, Barra pun berniat pulang. Tapi entah mengapa saat sudah berada didalam lift yang sedang menuju lantai dasar, perasaannya menjadi tak karuan.
Ting
Pintu lift terbuka.
Barra melihat sosok wanita yang pernah membuatnya bahagia, sekaligus sosok yang menjadi penyebab Barra mendapatkan trauma hati.
Pria itu terpaku, terkejut dengan kehadiran Hera yang tiba-tiba. Barra tidak tersenyum, tidak juga marah. Dia sendiri tidak tahu harus berbuat apa.
Pintu Lift kembali tertutup. Hera menghentikan pintu itu agar tidak tertutup dengan menahannya dengan tangan dan kakinya.
Kalau aku memundurkan langkah, itu artinya aku memberikan dia kesempatan untuk masuk kedalam lift dan membiarkan dia masuk dalam kehidupanku. Aku tidak ingin dia berpikir seperti itu. Batin Barra
Kemudian Barra pun sedikit menabrak Hera, keluar dari lift dan berlalu pergi tanpa ucapan sepatah kata.
"Barra," seru Herra
Namun Barra terus melangkah tanpa menghiraukan panggilannya.
Herra mengejarnya dengan berjalan cepat, Barra pun semakin menambah langkahnya semakin cepat. Herra belum menyerah ia pun berlari-lari kecil mengejar Barra yang sudah melewati pintu lobby, hingga ia terjatuh.
Ingin rasanya Barra berbalik dan membantunya, tetapi dia enggan. Biarlah Barra yang dulu bukan Barra yang sekarang.
Dingin, egois, acuh mungkin sifat itulah yang akan Hera terima dari seorang Barra.
Pria itu berhasil masuk kedalam mobilnya, meloloskan diri dari kejaran mantan rupanya seperti di kejar harimau betina.
"Huft akhirnya, maaf Hera. Mungkin ini terakhir kalinya kamu menginjakkan kaki di kantorku. Besok, aku akan memblokir akses masukmu. Merepotkan," gumam Barra