NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9

“Pa, ayo pulang. Papa sibuk kan? Aku nggak enak ganggu papa,”

ujar Carol sambil menarik tangan papanya. Namun, papanya menahan agar Carol tidak bisa menariknya.

“Tidak, sayang. Kamu main aja, papa nggak apa-apa kok. Beneran, papa tulus mau temanin kamu main. Kenapa kamu malah minta pulang?”

“Soalnya papa kelihatan sibuk, jadi aku malas pergi ajak papa main. Makanya aku nggak mau main.”

Anton hanya tersenyum lalu menarik tangan Carol hingga Carol duduk di pangkuannya.

Carol kaget saat Anton menarik dirinya duduk di pangkuan Anton.

“Pa, nggak enak dilihat orang lain. Nanti orang-orang bakal mikir aku pacar papa. Emang papa nggak risih dibilang begitu?”

“Tidak, papa nggak risih. Malah papa takut kamu yang risih, sayang. Kamu sendiri gimana?”

Carol terdiam saat mendengar papanya berkata demikian. Ia tahu papanya tulus dan merasa tak ada salahnya peduli kepada anak sendiri.

“Tapi Pa, aku—”

“Sudah, nggak usah tapi-tapian. Kita pergi sekarang, ya. Kita main semua wahana. Kamu mau main wahana apa, sayang?”

Carol hanya diam dan mengikuti papanya menuju wahana yang dituju.

Setelah malam tiba dan mereka menaiki semua wahana, Carol merasa lapar karena belum makan malam. Akhirnya Anton mengajaknya makan. Walau mereka sudah banyak ngemil, rasa lapar tetap ada selama belum makan nasi.

Sampai di kafe dekat wahana, Anton membiarkan Carol pesan duluan. Setelah Carol pesan, Anton hanya mengikuti pilihan makanan Carol. Tidak lama kemudian, Carol memainkan ponselnya.

Anton hanya diam memperhatikan Carol. Setelah selesai makan, mereka berjalan bersama. Tiba-tiba Anton menggenggam erat tangan Carol.

Carol kaget, karena Anton jarang sekali melakukan hal seperti itu. Ia menatap ke arah Anton.

“Papa, kenapa tumben banget pegang tangan aku?”

“Kamu nggak suka? Yaudah, papa lepas.”

Saat Anton melepas genggaman tangannya, Carol justru merasa sedih — seolah dirinya dilupakan oleh Anton. Carol segera menarik tangan Anton kembali dan menggenggamnya erat sambil tersenyum.

“Tidak, Pa. Carol cuma nanya kok. Papa nggak marah kan Carol nanya?”

“Tidak, sayang. Papa cuma bercanda aja tadi. Papa minta maaf ya, sayang.”

Anton mengecup kening Carol. Carol diam saja. Sampai di rumah, ia langsung ke kamarnya, sementara Anton menuju kamarnya sendiri.

Selesai mandi, sekretaris Anton datang memberi laporan. Saat itu Anton masih mengenakan jubah mandi.

“Bagaimana dengan pemuda itu?”

“Pemuda itu menunggu cukup lama, Tuan. Tadinya tidak mau pulang, tapi kami usir karena sudah mengganggu tetangga sekitar.”

“Bagus. Jangan biarkan dia masuk lagi ke rumah ini. Walau hanya ke halaman, juga jangan dikasih.”

“Baik, Pak.”

Sekretarisnya pergi. Anton membuka laptop dan mulai mencicil pekerjaannya. Ia merasa banyak pekerjaan tertinggal yang harus diselesaikan malam itu juga agar bisa beristirahat dengan tenang.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Akhirnya Anton tertidur di kasur, dengan laptop dan ponsel masih di atas tubuhnya.

Pagi harinya, Carol yang baru bangun mencari papanya. Melihat Anton tertidur lelap, Carol merasa tidak enak. Ia masuk perlahan ke kamar agar tidak membangunkan papanya.

Carol merapikan semua barang Anton yang berserakan di kasur. Saat Anton bergerak, Carol spontan menahan napas. Untungnya Anton hanya mengubah posisi tidur.

Setelah selesai, Carol keluar dari kamar. Tak lama, sekretaris Anton hendak masuk ke kamar tuannya, tapi Carol menahannya.

“Maaf, jangan ganggu papa. Papa kayaknya baru tidur. Nanti aja, tunggu papa bangun baru lapor.”

Sekretaris itu hanya tersenyum dan memberi hormat. Carol sempat bingung, apakah ia barusan menyinggung sekretaris papanya.

Saat Carol masih diam, pengawalnya datang menghampiri.

“Non,” panggilnya pelan.

Carol kaget, lalu menatap pengawalnya tanpa banyak bicara.

“Kalau Non bosan, kita bisa keluar tanpa Tuan. Soalnya Tuan bilang Non lagi butuh refreshing.”

Carol tersenyum kecil dan menolak dengan lembut. Ia merasa tidak perlu pergi jauh-jauh hanya untuk menghibur diri.

“Tidak, Pak. Makasih.”

“Baik, Non. Kalau begitu, kalau Non butuh apa-apa bilang saja, nanti saya bantu.”

“Baik, Pak.”

Pengawalnya pergi. Carol berpikir, apakah dirinya salah menolak tawaran itu? Jangan-jangan malah pengawalnya yang bosan di rumah.

Ia termenung. Mau ke mal malas, karena alat makeup sudah lengkap. Lalu apa yang belum ia miliki?

Mungkin beli mainan yang sedang tren, seperti game yang bisa dimainkan di TV dan komputer. Tapi nanti bisa kecanduan, nilai sekolahnya malah turun.

Lalu ia punya ide lain — belajar masak dari internet. Mungkin bisa berjualan kue dan membantu orang lain agar tidak kelaparan.

Ide itu membuatnya semangat. Carol membeli semua peralatan dan bahan secara online. Setelah barangnya datang, ia langsung belajar membuat kue.

“Hmm... apa aku beli kebanyakan ya? Makanya bingung mau taruh di mana,” gumamnya.

Ia mencoba membuat cookie.

Percobaan pertama gagal — rasanya asin.

Percobaan kedua — terlalu manis.

Percobaan ketiga — rasanya pas, tapi gosong.

Carol hampir menyerah karena terus gagal tanpa tahu sebabnya. Ia sampai melukai tangannya sendiri.

Anton yang baru bangun mencium bau gosong bercampur wangi kue. Ia penasaran siapa yang memasak. Tidak mungkin Carol — pikirnya — anak seperti Carol mana bisa masak.

Setelah mandi, Anton turun ke bawah. Semua staf menyapanya, tapi ia menyuruh mereka diam. Ia duduk di bangku, memperhatikan Carol yang sedang sibuk di dapur.

Anton ingin menghampiri, tapi takut mengganggu. Setelah Carol selesai menghias kue, ia mencoba mencicipinya, namun rasanya masih kurang.

Akhirnya ia lelah. Saat itu ia menoleh, melihat Anton sudah berdiri di dekat sana. Carol pun menghampiri.

“Papa, cobain cookie buatan Carol, Pa.”

Anton mengambil satu tanpa berkata apa-apa. Carol menatap gugup, takut kalau papanya menolak.

“Gimana, Pa? Enak nggak? Kalau nggak enak, Carol nggak mau buat lagi.”

“Enak, tapi terlalu manis.”

Anton menyuruh staf lain mencicipi juga. Semuanya sepakat, rasanya enak tapi sedikit terlalu manis.

Carol belum puas, tapi akhirnya menyerah karena kelelahan.

“Yaudah deh, Pa. Kalau gitu Carol mau istirahat aja. Capek buat kue.”

“Ya, sayang. Nggak apa-apa. Nanti habis mandi turun ya, kita makan bareng.”

“Ya, Pa.”

Carol berjalan lesu ke kamarnya. Anton memperhatikan dengan tatapan lembut. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan putrinya, tapi ia ingin membantu tanpa membuat Carol merasa terbebani.

Anton hanya diam ketika melihat Carol turun lagi dari kamar. Gadis itu berhenti melangkah karena kesal pada dirinya sendiri.

Anton pun berpikir — apa semua ini salahnya? Karena terlalu sibuk, ia mungkin tidak pernah benar-benar tahu minat anaknya.

Anton berharap bisa mengobati kesedihan Carol dan menjadi ayah yang lebih berarti bagi anaknya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!