Wati seorang istri yang diperlakukan seperti babu dirumah mertuanya hanya karena dia miskin dan tidak bekerja.
Gaji suaminya semua dipegang mertuanya dan untuk uang jajannya Wati hanya diberi uang 200ribu saja oleh mertuanya.
Diam-diam Wati menulis novel di beberapa platform dan dia hanya menyimpan gajinya untuk dirinya sendiri.
Saat melahirkan tiba kandungan Wati bermasalah sehingga harus melahirkan secara Caesar. ibu mertua Wati marah besar karena anaknya harus berhutang sama sini untuk melunasi biaya operasi Caesar nya.
Suaminya tidak menjemputnya dari rumah sakit. saat Wati tiba dirumah mertuanya dia malah diusir dan suaminya hanya terdiam melihat istrinya pergi dengan membawa bayinya.
Bagaimana nasib Wati dan bayinya? Akankah mereka terlantar dijalanan ataukah ada seseorang yang menolong mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Dony tidak pernah makan di restoran mewah ini kali pertama dia makan di restoran jepang.
Wati memesan Yakiniku saja supaya bisa diterima dilidah Dony.
Saat mereka tengah menikmati makan malam tiba-tiba dikejutkan oleh sapaan Fitri kakak Dony.
“Wah pasangan suami-istri yang baru punya anak sudah ngumpul.”
“Mbak Fitri,” Wati terkejut.
“Sudah makan mbak? mari silahkan bergabung. Mbak Fitri sama siapa?” Wati menawarkan bergabung.
“Aku kebetulan jalan dengan teman-teman ku sepulang kerja. Sebentar aku pamitan dulu dengan mereka.”
Mbak Fitri berjalan keluar restaurant dan menghampiri teman-temannya dan kembali masuk dan bergabung dengan Wati dan Dony.
Wati memesankan lagi satu porsi untuk kakak iparnya.
“Silahkan memilih makanan yang akan di grill mbak, itu disana,” kata Wati.
Sebelum pergi Mbak Fitri melihat keponakannya tapi tidak berani menggendongnya karena bayi itu tertidur pulas. Ia lantas pergi mengambil bahan mentah yang dia mau dan kembali ke mejanya.
“Sekarang kalian tinggal dimana, tiap hari ibu ngomel saja kerjanya. Aku jenuh kutinggal hangout saja dengan teman-teman ku. Suamiku rupanya juga tidak betah dirumah lebih banyak menemani ibunya.” Kata mbak Fitri.
“Maaf mbak aku tidak bisa memberitahukan dimana kami tinggal. Aku sudah tidak ingin lagi bertemu dengan ibu. Aku tetap mengijinkan suamiku menengok ibu dan memberikan ibu uang tiap bulan tapi tidak seluruh gaji suamiku. Aku berhak mendapatkan nafkah dari suamiku.” Kata Wati.
“Aku tidak menyalahkanmu ibu memang keterlaluan, dulu sebelum kamu menikah dengan Dony ada ART yang bekerja. Pagi bersih-bersih dan mencuci baju. Besoknya bersih-bersih dan seterika. Tapi sejak ada kamu, ART dihentikan dengan alasan menghemat biaya. Tapi semua yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga jadi kamu alasannya kamu tidak bekerja, ga bisa dibiarkan jadi nyonya besar cuma ongkang-ongkang kaki.” Kata Fitri.
“Maaf aku tidak berterus terang dengan profesiku. Aku tidak mau uang yang ku hasilkan diminta ibu. Uang istri adalah hak istri. Tapi uang suami ada hak istri didalamnya. Aku tidak mau lagi jadi babu gratisan,” kata Wati.
“Aku kangen dengan masakanmu Wati. Ibu tidak sepandai kamu dalam hal memasak.” Kata Fitri.
“Teman-teman ku banyak yang sudah bisa KPR rumah mbak cuma aku yang belum padahal gaji sama, bonus juga sama. Aku tidak tahu gajiku dibuat ibu apa aja kok ga pernah bisa menabung malah selalu saja kurang. Setiap bulan aku juga dijatah cuma 500 ribu.”
“Ibu koleksi perhiasan nya kan banyak. Belum lagi arisan disana sini. Ibu tidak mau tersaingi selalu up to date perhiasannya. Kalau aku ga kerja bisa-bisa aku juga ga pegang uang. Masih untung Wati dikasi jatah 200rb karena dia keliatannya ga kerja dan mau mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian. Aku samasekali ga dikasi karena punya gaji.” Kata Fitri.
Mereka berbincang-bincang sampai selesai makan. Wati yang membayar semua makanannya.
“Baiklah aku tidak akan bercerita kalau ketemu kalian disini tapi kalau aku kangen dengan adik dan keponakan ku bisa kan kita janjian ketemuan di mall.” Tanya Fitri.
“Iya bisa mbak. Tapi maaf aku tidak bisa mengundang mu ke tempat kami.” Kata Wati.
“Iya tidak apa-apa. Ayo aku duluan.” Kata Fitri sambil berlalu dan melambaikan tangannya.
Dony dan Wati pulang ke apartemen mereka.
Keesokan harinya box bayi dan meja bayi dikirim oleh toko babyshop dan dipasang di kamar tidur utama.
Malam itu bayi mereka sudah tidur di box nya sendiri.
Wati melewati hari-harinya sebagai ibu rumah tangga dan penulis online. Kemajuannya sangat pesat karena sekarang dia lebih bisa fokus dengan kehidupan keluarganya sendiri tanpa ada yang mengganggu dengan hujatan, cacian, hinaan yang dulu adalah makanan sehari-hari nya.
Suatu sore dia mendapatkan notifikasi dari hp nya ada transfer masuk di rekeningnya yang khusus untuk menerima gaji suaminya sebesar 5.5 juta. Dia gembira sekali karena ini adalah pertama kalinya dia menerima hak nafkahnya dari suaminya.
Saat suaminya pulang dikecupnya suaminya dan mengucapkan terimakasih. Ia kemudian menanyakan no rekening ibunya lalu mentransfernya sejumlah satu juta rupiah bukti transfernya ia kirimkan ke wa ibunya yang kemudian menelepon nya. Tapi Wati tidak membalasnya.
Untuk suaminya dia memberinya uang saku sebesar satu juta rupiah sisanya dia biarkan saja tetap di rekening.
Ibu mertuanya mengirim pesan marah-marah dengan kata-kata yang kasar. Tapi Wati tidak membalas pesan itu tapi langsung memblokirnya.
Dengan santai dia menikmati makan malamnya dengan suaminya. Keduanya sepakat tidak menggubris pesan dari ibunya.
"Baru kali ini aku melawan ibuku mam. Jujur rasanya tidak enak tapi kalau aku turuti sampai kapanpun aku tidak akan memiliki aset. Kita butuh rumah, butuh tabungan jangka panjang untuk masa depan Panji." kata suaminya.
Akhirnya bisa damai