Bagian Kedua Kembar Pratomo dari Generasi Ke Delapan
Mandaka Pratomo adalah seorang arsitek jenius yang hobi berpetualang ke daerah konflik untuk membangun rumah sakit sesuai permintaan Opanya, Mamoru Bradford. Hingga suatu hari, Mandaka hendak menyelesaikan satu tugas lagi di pinggiran negara Sudan, mobilnya terkena tembakan roket. Mandaka dan pengawalnya dari Black Scorpio, Carole Laurent selamat dan mereka harus berjibaku untuk bisa kembali ke markas. Perjalanan keduanya tidak mudah apalagi mereka tidak pernah akur dari awal bertemu. Siapa sangka, lama-lama mereka saling tergantung satu sama lainnya.
Generasi Kedelapan Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Carole
Mandaka mengusap telinganya yang memerah. Matanya menatap judes ke Carole.
"Kamu macam ibuku saja yang sukanya menjewer telinga aku!" sungut Mandaka.
"Aku bukan ibumu!"
"Memang bukan ... Karena kamu akan menjadi pasangan hidupku," senyum Mandaka ke Carole yang menatap judes.
"In your dream, Manda! Dalam mimpimu!"
Suara ledakan terdengar lagi dan merunut dari lokasinya, agak dekat dengan hotel. Mandaka secara reflek memeluk Carole sambil melindungi kepalanya dengan tangannya. Carole terkejut saat mendongakkan wajahnya dan melihat wajah Mandaka yang berbeda. Pria slengean itu tampak tegang dan memeluknya erat. Mata hitam Mandaka tampak awas melihat sekelilingnya.
"Manda ...."
"Kamu tidak apa-apa?" bisik Mandaka sambil melepaskan sentuhan di kepala Carole dan mengambil Glock di balik jaketnya.
"Manda ... Ada apa?" tanya Carole dan tiba-tiba listrik pun padam.
"Ladies and gentlemen, kebijakan hotel kami jika terjadi situasi seperti ini, maka kami akan memadamkan listrik. Bagi para tamu yang merasa takut, anda bisa bergabung dengan pegawai wanita kami di bunker keselamatan. Disana ada penerangan dan oksigen yang cukup untuk seratus orang. Silahkan ikut Filipi bagi yang ingin bersembunyi," ucap manager hotel.
Carole pun mengambil Glocknya dan menggenggamnya erat.
"Jangan jauh-jauh dari aku!" Mandaka menggenggam erat tangan Carole setelah melepaskan pelukannya. Sementara tangan satunya menggenggam Glock.
Para mercenaries dan tim PRC Group juga bersiap dengan senjata masing-masing.
"Tolong para tamu yang tidak masuk ke bunker bisa kembali ke kamar masing-masing. Kami akan berjaga disini," ucap manajer hotel sembari membawa shotgun di tangannya.
"Tidak apa-apa. Kami disini saja sambil melihat situasinya. Kalian tenang saja!" jawab Mandaka. "Kita akan baik-baik saja."
Bilbao menyalakan senter dari jam tangannya.
"Situasinya memang menegangkan tapi kita tetap bisa bertahan kan?" ucapnya.
"Mobil kita dekat kok." Bixby tersenyum. "Bullet proof."
"Bagaimana dengan grenade launcher?" tanya Mandaka yang langsung mendapatkan bombastis side eye dari semua orang. "Oke, aku anggap aman."
Semua orang tampak tegang di lobby sementara para pegawai hotel yang wanita sudah masuk ke dalam bunker bersama dengan para tamu hotel lain yang takut. Termasuk dua orang dari keuangan yayasan Al Jordan Hamilton Bradford yang takut.
Mandaka memilih duduk di sofa dengan tingkat kewaspadaan tinggi. Dirinya tidak menyangka jika di poin terakhir harus terjun di situasi konflik seperti ini.
Bahkan waktu di Kongo saja tidak seperti ini! Padahal sama-sama sedang konflik! - batin Mandaka.
"Manda ...."
Mandaka menoleh ke arah Carole yang sedikit terkejut karena wajah pria itu tidak ada slengeannya sama sekali.
"Maaf ya Carole. Aku membawa kamu ke daerah konflik seperti ini," ucap Mandaka serius.
"Kan sudah resiko pekerja, Manda."
"Tapi tidak begini juga sih," sungut Mandaka.
Suara rentetan tembakan terdengar meskipun agak jauh tapi tetap saja membuat semua orang tampak waspada.
"Biasanya berapa lama seperti ini?" tanya Bixby ke manager hotel.
"Tidak mesti Sir. Bisa semalaman bisa cuma dua jam," jawab pria itu.
"Damn ... Semalaman? Kasus!" gerutu Bixby.
Suara sirine polisi dan tentara terdengar di lokasi termasuk suara adu tembak. Para penjaga di hotel juga tampak waspada dan semua orang menanti. Akhirnya suara adu tembakan itu pun terhenti dan manager hotel menunggu sampai situasi aman lalu menyalakan listrik kembali.
"Silahkan bapak ibu untuk kembali ke kamar masing-masing. Situasinya sudah terkendali oleh polisi dan tentara kami."
Mandaka menghembuskan nafasnya. "Alhamdulillah. Yuk kembali ke kamar ...."
"Iya. Aku sudah mulai ngantuk." Carole pun berdiri, menyimpan Glocknya dan berjalan menuju lift.
Mandaka lalu menghampiri Carole dan menemaninya menuju lift.
"Aku temani sampai ke kamar," ucap Mandaka.
Carole hanya tersenyum. "Terima kasih."
"Kamu? Bilang ... Merci bocoup? Wah ini suatu kemajuan. Biasanya 'Kamu pasti mau modus, Manda', 'Dasar pria meshum! Tukang cari kesempatan'! Tapi sekarang ... Terima kasih? Apakah kamu kena flu?" tanya Mandaka.
Carole hanya memajukan bibirnya. "Aku sudah ngantuk Manda! Jangan bikin orang ngantuk marah ya! Karena akan lebih seram dari setan itu sendiri!"
Mandaka tersenyum. "Bukannya kamu takut hantu? Kenapa ngomongi setan?"
Carole menatap Mandaka sebelum masuk ke dalam kamarnya. "Memangnya kamu tahu apa?"
Mandaka tersenyum. "Aku tahu dan ingat saat kamu ketakutan di asrama."
Carole melongo.
***
Flashback Dua Belas Tahun Lalu di Asrama Swiss Tiga Bulan Sebelum Accident di Danau
Carole merasa kesal dengan teman-teman di ruangannya yang sedang menyetel film horor The Conjuring Maraton padahal dirinya adalah seorang penakut. Carole benci semua film horor dan perhantuan karena dia memang sepenakut itu. bisa dibilang, kalau Superman itu kelemahannya kryptonite, Carole adalah film horor.
Bagi Carole, dia lebih mending berhadapan dengan penjahat dan berkelahi dibandingkan harus melihat film horor atau hantu. Bagi Carole, amat sangat tidak berfaedah menonton film yang dikit-dikit membuat jantungnya terlonjak.
Weekend begini asrama terlihat lengang karena banyak yang bisa pulang ke kota atau negara masing-masing di Eropa karena transportasi sangat banyak. Bagi yang rumahnya jauh, mereka lebih suka tinggal di asrama.
Termasuk Carole yang tidak mungkin terbang ke Sudan Selatan ,tempat ayahnya tinggal. Carole pun memilih berjalan-jalan menuju taman asrama dan dirinya melihat Mandaka sedang membuat tugas depan Macbook nya. Carole pun datang menghampiri remaja pria itu.
"Manda!" panggil Carole.
Mandaka menoleh dan tersenyum ke arah Carole yang datang memakai kaus, jaket dan celana jeans serta sandal Crocs.
"Kamu tidak tidur?" tanya Mandaka bingung karena sudah jam sepuluh malam tapi Carole masih di luar kamarnya.
"Gimana mau tidur!" sungut Carole sambil duduk di kursi depan Mandaka. "Aku benci teman-teman aku!"
Asrama tempat Mandaka dan Carole tinggal memang membebaskan tidur jam dua belas kalau weekend. Hari biasa sudah harus tidur jam sepuluh malam.
"Memangnya kenapa?" tanya Mandaka.
"Mereka nonton maraton the Conjuring! Aku sebal!" gerutu Carole.
Mandaka menatap Carole. "Kamu takut sama film horor? Kamu itu penakut ya ternyata? Yang benar Carole! Kamu bisa hajar Pierre tapi takut film horor?" tanyanya bingung.
"Memang kenapa?"
Mandaka tersenyum. "Apa kamu tahu, kamar kamu itu ada orang yang bunuh diri sebelumnya? Kabarnya arwahnya masih gentayangan."
Wajah Carole pun memucat. "Manda!"
"Booooo ... Carolllleee ...."
Carole pun menatap kesal ke Mandaka
"Manda jahat!"
***
Yuhuuuu up sore Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu
tnggl bls dndam sm mreka....
Manda mh lg stuasi ky gt jg msh aja gombal....🤭🤭🤭
kusajikan kopi dan mawar untukmu mbakku tersayaaang
semangat terus up'nya
gedubragan lagi...