NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Tuan Davison

Istri Rahasia Tuan Davison

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Rembulan Pagi

Pura-pura menikah dengan tetangga baru? Tentu bukan bagian dari rencana hidup Sheina Andara. Tapi semuanya berubah sejak tetangga barunya datang.

Davison Elian Sakawira, pria mapan berusia 32 tahun, lelah dengan desakan sang nenek yang terus menuntutnya untuk segera menikah. Demi ketenangan, ia memilih pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggir kota. Namun, hari pertama justru dipenuhi kekacauan saat neneknya salah paham dan mengira Sheina Andara—tetangga barunya—adalah istri rahasia Davison.

Tak ingin mengecewakan sang nenek, Davison dan Sheina pun sepakat menjalani sandiwara pernikahan. Tapi saat perhatian kecil menjelma kenyamanan, dan tawa perlahan berubah menjadi debaran, masihkah keduanya sanggup bertahan dalam peran pura-pura?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rembulan Pagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Hari Pertama Menjadi Istri Rahasia

Mobil Davison berhenti di parkiran sebuah mall megah. Dari mobil lainnya, nenek Davison turun dibantu sopir. Ia mengeluarkan kursi roda, lalu duduk perlahan. Davison segera mendorong kursi roda itu, berjalan tenang di samping Sheina yang melangkah pelan, sesekali melirik ke arah nenek.

Sheina menoleh dan berbisik, “Kemarin nenek kuat kalau berdiri.”

“Tapi kalau jalan lama, nggak kuat,” jawab Davison singkat.

Sopir mereka mengikuti dari belakang.

Sebelum menuju tujuan utama, nenek mengajak mampir ke sebuah butik pakaian. Begitu masuk, mereka disambut dengan rak-rak berisi koleksi baju elegan. Davison menunjuk satu setelan untuk neneknya. Nenek tersenyum senang, mengelus lembut tangan cucunya.

Sheina ikut melihat-lihat, namun terkejut saat melihat label harga, semuanya di atas lima ratus ribu. Ia terbiasa beli baju di mall hanya setahun sekali. Sisanya, ia lebih sering belanja lewat online shop dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Tak lama, nenek Davison memanggil Sheina. Ia menunjuk dress panjang berlengan pendek berwarna cerah.

“Yang ini cocok buat kamu,” ucapnya dengan senyum hangat.

Sheina memuji bajunya cantik, tapi langsung menunduk saat melihat label harga: 1,3 juta.

“Itu kemahalan, Nek,” tolaknya pelan.

“Gapapa, cuma segitu. Coba kamu pakai dulu,” bujuk nenek lembut.

Sheina melirik ke Davison, seolah meminta persetujuan. Ia takut Davison merasa keberatan. Tapi pria itu hanya mengangguk tenang. Dengan ragu, Sheina akhirnya mencoba dress itu.

Saat keluar dari ruang ganti, penampilannya memukau. Gaun itu menonjolkan sisi lembut dan manisnya. Davison menatapnya dalam diam—dalam hati, ia mengakui betapa cantiknya Sheina.

Belum sempat Sheina kembali ke ruang ganti, nenek sudah menyuruhnya mencoba baju lain. Tapi Sheina menolak halus, merasa tak enak hati.

Davison lalu mengambil satu baju lain. Potongannya sederhana, tapi terlihat mewah.

“Coba yang ini,” ucapnya, menyerahkan baju itu.

Sheina sempat terdiam, lalu mengangguk dan masuk kembali ke ruang ganti. Kali ini, saat ia keluar, penampilannya benar-benar berbeda. Elegan. Berkelas. Seolah aura baru terpancar dari dirinya.

“Cantik sekali, kamu,” puji nenek tulus.

Akhirnya, mereka membeli baju pilihan nenek serta dua baju untuk Sheina. Semuanya dibayar menggunakan kartu Davison.

Dalam perjalanan keluar dari toko, Sheina berbisik pelan, “Nanti saya ganti, Pak.”

Davison menoleh, tersenyum kecil. “Gantinya jadi istri rahasia saya, cuma di depan nenek.”

Sheina terkejut. Ia belum yakin dengan peran itu.

Tapi Davison kembali berbisik, “Kamu udah berpura-pura, jadi nggak perlu diganti. Ini hasil kerja kamu hari ini.”

Sheina terdiam. Tapi ada kehangatan yang perlahan menyusup ke dadanya.

Setelah keluar dari butik, mereka melanjutkan ke bagian belanja kebutuhan rumah. Kali ini Sheina yang mendorong kursi roda sang nenek, sementara Davison berjalan di sisi mereka, mendorong troli yang masih kosong.

Nenek Davison tetap ramah dan hangat. Sesekali ia menoleh ke belakang, ke arah sopir yang mengikuti dengan langkah tenang. “Istrimu di rumah butuh apa? Mau saya beliin sesuatu?” tanyanya tulus.

Sopir itu tersenyum kecil dan menggeleng sopan. “Terima kasih, Bu. Tapi nggak usah, kami cukup.”

Meski ditolak, nenek tetap mengambil dua set pisau dapur dari rak. Satu ia masukkan untuk rumah sopirnya, satu lagi untuk rumah Davison.

Sheina memperhatikan dengan diam. Tatapannya sempat jatuh pada label harga kotak pisau itu, dan refleks, ia menelan ludah. Harganya hampir setara dengan belanja bulanan keluarganya. Ia terbiasa membeli peralatan rumah tangga di pasar, dengan harga yang harus ditawar dulu. Tapi di tempat seperti ini, harga satu barang bisa menyamai penghasilan sebulan ayahnya.

Kesenjangan itu terasa nyata. Terlalu dekat untuk diabaikan.

Sementara itu, Davison terus mengisi troli. Wajan, spatula, panci, hingga rice cooker dimasukkan begitu saja tanpa melihat harga. Bagi Davison, semua itu wajar. Tapi bagi Sheina, semuanya terasa berlebihan, nyaris mewah, untuk sekadar kebutuhan rumah tangga.

Ketika mereka melewati rak bumbu dapur, Davison menoleh dan berbisik, “Ibu kamu suka sesuatu nggak? Saya beliin.”

Sheina langsung menggeleng cepat. “Nggak usah, Pak,” ucapnya lirih.

Ia bukan tipe yang memanfaatkan momen. Ia tahu batas. Dan ia takut terlalu nyaman lalu lupa dirinya siapa.

Davison hanya diam. Ia tidak memaksa, hanya menawarkan.

Belanjaan makin banyak. Troli hampir penuh saat mereka tiba di kasir. Sheina berdiri sedikit di belakang, melihat petugas kasir mulai memindai satu per satu barang ke mesin. Angka di layar terus bertambah, tiga juta, tujuh juta, delapan belas juta, hingga akkhirnya mencapai puluhan juta.

Sheina tak sanggup bicara. Ia hanya menunduk dan pura-pura tak melihat layar.

Dalam diam, ia sadar, dunia Davison terlalu jauh dari dunia yang ia tinggali selama ini. Dan saat itu, untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa kecil di tengah semua yang terlihat mudah untuk orang lain.

Selesai membayar, sopir mereka dengan sigap membawa semua kantong belanjaan ke arah parkiran basement. Barang-barang dimasukkan ke bagasi mobil Davison, rapi dan tertata. Sementara itu, satu set pisau yang nenek pilih khusus ia minta tetap dipegang, diletakkan di pangkuannya.

Langit sore mulai meredup, senja menyusup ke dalam celah-celah atap parkiran yang terbuka sebagian. Udara mulai berubah lebih sejuk.

Di parkiran, dua mobil berbeda sudah menunggu. Satu untuk Davison dan Sheina, satu lagi khusus yang dibeli untuk supir nenek.

Saat mereka sampai di mobil nenek, kursi roda berhenti. Nenek menatap Sheina lembut sambil berkata, “Sayang sekali nenek nggak bisa ikut pulang bareng. Nenek harus minum obat dan istirahat. Sudah waktunya.”

Sheina mengangguk kecil, mencoba menyembunyikan rasa segan dan kagum yang masih menggantung dalam dirinya. “Nggak apa-apa, Nek. Terima kasih banyak hari ini.”

Nenek tersenyum. Ia mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Sheina sebentar. “Kamu anak baik. Jaga dirimu ya.”

Lalu nenek menoleh pada Davison. “Jangan ngebut. Hati-hati.”

“Iya, Nek,” jawab Davison pelan.

Sopir nenek segera membantu memindahkan nenek ke dalam mobil, dengan pisau kecil dalam tas kertas yang ikut dibawa masuk. Pintu ditutup pelan, lalu mobil itu meninggalkan parkiran basement, masuk ke arus lalu lintas yang mulai padat.

Sheina masih berdiri di samping Davison, memandangi mobil nenek yang perlahan menjauh.

Suasana senyap sebentar sebelum akhirnya sopir Davison membuka pintu belakang mobil. Davison menoleh pada Sheina, memberi isyarat agar masuk lebih dulu.

Tanpa banyak bicara, Sheina masuk ke dalam mobil, duduk dengan diam. Davison menyusul di sebelahnya.

Mobil melaju tenang di jalanan kota yang mulai dipenuhi warna senja. Di langit, semburat jingga membaur dengan awan-awan tipis, membuat segalanya tampak hangat dan lembut. Dari dashboard, suara musik mengalun pelan, lagu instrumental dengan dentingan piano dan petikan gitar akustik, seperti latar yang pas untuk diam dalam damai.

Sheina menyandarkan tubuhnya ke sandaran jok, menatap jendela dengan pandangan kosong, tapi nyaman. Semua kejadian hari ini masih tertinggal di kepalanya, sikap nenek yang ramah, toko-toko mewah, belanjaan mahal, dan Davison yang diam-diam memperhatikannya.

Lagu berganti ke nada yang lebih lembut lagi, dan di tengah keheningan itu, Sheina membuka suara.

“Terima kasih buat bajunya,” ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan yang takut pecah di udara.

Davison tak langsung menjawab. Matanya tetap fokus ke jalan, tapi bibirnya terangkat sedikit.

“Sama-sama,” katanya akhirnya. “Harusnya saya yang bilang terima kasih.”

Sheina menoleh pelan, sedikit heran.

Davison melanjutkan, suaranya tenang. “Hari ini, saya melihat nenek senyum hangat. Senyum yang sudah lama sekali nggak muncul.”

Ia menarik napas, lalu menambahkan, “Saya rasa, itu karena kamu.”

Sheina kembali menatap ke luar jendela, kali ini dengan mata yang sedikit berair, tapi bukan karena sedih. Ia diam. Tapi hatinya menghangat seperti langit di luar sana, pelan-pelan berubah jingga, lalu keemasan.

Davison tiba-tiba bicara, pelan, tapi jelas.

“Sheina,” panggilnya.

“Hm?”

“Nama kamu beneran nyata sama aslinya.”

Sheina mengernyit bingung, menoleh sedikit. “Maksudnya?”

Davison melirik sekilas ke arahnya, lalu kembali ke jalan.

“Sheina... ‘shine’. Menyinari sekeliling dan membuat orang lain merasa hangat.”

Sheina terdiam. Kalimat itu sederhana, tapi membuat dadanya menghangat. Ia tak tahu harus menjawab apa. Ia bahkan tak tahu bagaimana Davison bisa mengatakan hal sehalus itu.

Tapi yang pasti, dalam hati Sheina mulai percaya mungkin kehadirannya memang tidak sekadar kebetulan.

1
LISA
Menarik juga nih ceritanya
LISA
Aneh tp ntar kmu suka sama Sheina Dev🤭😊
LISA
Aku mampir Kak
Rian Moontero
lanjuutt thor,,smangaaat💪💪🤩🤸🤸
Rembulan Pagi: terima kasih kakk
total 1 replies
Umi Badriah
mampir thor
Rembulan Pagi
Bagi yang suka romance santai, silakan mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!