"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"
Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.
Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Siapa Kak?"
Rayyan tampak benar-benar panik. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengangkat tubuh Nayla dalam gendongan bridal style dan membawanya cepat ke ruang kesehatan. Sementara itu, Tania yang meski masih syok dengan sikap guru baru itu, tetap mengikuti langkah cepat Rayyan dari belakang.
"Bu tolong bantu! Ini darurat!" seru Rayyan saat masuk ruang kesehatan.
Petugas ruang kesehatan sempat tercengang melihat Rayyan tiba-tiba muncul membawa seorang murid dalam gendongan. Ia memperhatikan Rayyan yang segera membaringkan Nayla, lalu melonggarkan dasi dan sabuk Nayla. Reaksi ini sontak membuat mata Tania dan petugas itu membelalak.
"Nayla! Bangun Nay!" panggil Rayyan sambil menepuk-nepuk pipinya. Jelas sekali rasa cemas tergambar dari wajahnya.
"Bu kenapa hanya berdiri? Cepat bantu dia!" bentaknya pada petugas yang masih terpaku.
"I-iya maaf Pak." Petugas itu langsung bangkit dan mendekati Nayla.
"Apa yang terjadi?" tanyanya.
"Kelihatannya Nayla dehidrasi Bu," ujar Rayyan sambil tetap menatap Nayla.
"Apa yang sebenarnya terjadi sebelumnya?" tanya petugas sambil memeriksa Nayla.
Rayyan melempar pandang ke Tania yang sejak tadi diam.
"Eh iya, Bu. Kami sedang dihukum berdiri di tengah lapangan. Tapi tiba-tiba Nayla pingsan. Mungkin karena kepanasan. Soalnya emang panas banget tadi," jawab Tania cepat.
Petugas itu mengangguk dan melanjutkan pemeriksaannya. "Sepertinya benar, Nayla dehidrasi," katanya setelah memeriksa dengan saksama.
"Terus saya harus gimana Bu?" tanya Tania dengan wajah cemas.
"Kamu ke kantin tolong beli buah ya. Semangka atau stroberi," kata petugas itu.
"Baik Bu!" sahut Tania dan segera melangkah pergi.
Sementara itu, petugas ruang kesehatan berjalan ke belakang dan kembali membawa segelas air putih.
"Pak ini diberikan kalau Nayla sudah sadar," ujarnya sambil menyerahkan gelas itu.
"Terima kasih," ucap Rayyan, lalu meletakkan gelas itu di atas nakas. Meski merasa sikap Rayyan agak aneh, petugas itu memilih diam dan kembali duduk.
"Nayla, ayo bangun..." bisik Rayyan penuh harap, sambil menggenggam tangan Nayla.
"Pak buahnya udah saya beli. Ini stroberinya," ujar Tania yang datang membawa kotak mika dari kantin.
"Nanti kasihkan ke Nayla kalau dia sudah bangun," ucap Rayyan seraya bangkit berdiri.
"Saya ke kantor dulu. Tolong jagain dia baik-baik ya," pesannya, lalu segera keluar.
Sebenarnya, Rayyan masih ingin menunggu, tapi ia tau semakin lama ia di sana, semakin besar kemungkinan orang-orang mulai curiga.
Tania memandangi kepergian Rayyan. Hatinya penuh tanya. Mengapa seorang guru baru bisa se cemas itu pada muridnya, apalagi yang bahkan baru dikenalnya tiga hari?
Tak mau berpikir terlalu jauh, Tania duduk di kursi Rayyan tadi. Ia mencoba membangunkan Nayla, tapi Nayla belum juga sadar.
"Bu kok Nayla belum bangun juga ya?" tanya Tania cemas.
Petugas ruang kesehatan menoleh. "InsyaAllah gak apa-apa. Nanti juga sadar," jawabnya menenangkan.
Tak lama kemudian, Nayla mengerang pelan dan membuka mata. "Aku... di mana?" gumamnya sambil memegang kepala.
"Kamu pingsan tadi Nay. Sekarang di ruang kesehatan," jawab Tania, membantu Nayla duduk.
"Siapa yang bawa aku ke sini?" tanya Nayla sambil melirik sekeliling.
"Pak Rayyan. Kamu tau gak dia kelihatan panik banget," jelas Tania.
"Apa?" Nayla membelalak. "Lo gak bercanda kan?"
"Serius," sahut Tania. "Bahkan dia yang gendong kamu ke sini."
Nayla terdiam, pikirannya melayang. "Kenapa sih Kak Rayyan malah nekat bawa gue ke sini? Kalau sampai ketahuan orang bisa bahaya!" batinnya.
"Kamu beneran gak apa-apa?" tanya Tania.
"Iya gak apa-apa," jawab Nayla cepat.
"Minum dulu ya. Terus makan buah ini biar badanmu cepat pulih," kata Tania, menyodorkan segelas air.
"Thanks Nia." Nayla meneguk air itu, lalu menyerahkan kembali gelasnya. Tania segera mengambilnya dan meletakkannya di tempat semula.
"Eh lo liat gak tadi Pak Rayyan gendong Nayla?" bisik Zia ke Nia.
"Liat gokil sih, Pak Rayyan keren banget," jawab Nia antusias.
"Menurut lo, dia gak keliatan terlalu khawatir ya?"
Nia berpikir sejenak. "Wajar lah guru khawatir sama murid."
"Iya tapi kan dia guru baru. Masak sepeduli itu sama Billa?" ucap Zia curiga. "Jangan-jangan mereka emang udah saling kenal dari dulu."
"Maksud lo punya hubungan sebelum Pak Rayyan ngajar di sini?"
"Bisa aja siapa tau."
"Gak mungkin ah Nayla pacarnya Dafa. Mana mungkin dia selingkuh," sanggah Nia.
"Eh lo lupa ya, mereka udah putus minggu lalu. Terus tadi pagi gue liat Nayla turun dari mobil Pak Rayyan," ucap Zia yakin.
"Serius lo?" Nia melongo.
"Tapi Pak Rayyan kan udah bilang dia punya istri."
Zia cemberut. "Pokoknya gue bakal ungkap hubungan mereka. Dan Pak Rayyan bakal jadi milik gue!" serunya dalam hati.
KRIIINNGG!
Bel pulang sekolah berbunyi. Semua murid berhamburan keluar. Tania kembali ke kelas menjelang jam terakhir, meninggalkan Nayla yang masih di ruang kesehatan. Walau sempat enggan, akhirnya Tania mengikuti permintaan Nayla untuk kembali ke kelas.
Begitu bel berbunyi, Alika langsung masuk ke ruang kesehatan.
"Gimana kamu Nay?"
"Udah mendingan kok," jawab Nayla.
"Kenapa mukamu merah gitu?" tanya Tania.
Nayla tersenyum canggung. "Panas kali ya."
Padahal, sesungguhnya, saat petugas keluar istirahat, Rayyan sempat masuk membawa makanan dan menyuapi Nayla dengan lembut. Sebelum pergi, Rayyan mengecup kening Nayla dengan perlahan. Lima menit setelahnya, Tania dan Alika datang.
Alika menempelkan tangan ke dahi Nayla. "Iya udah gak panas sih."
"Syukur deh," ujar Tania. "Tadi gue khawatir banget loh."
"Sama gue juga," sahut Alika.
Nayla tersenyum. "Tenang aja gue baik-baik."
"Tadi gue denger Dafa gak masuk sekolah," ucap Tania.
"Kenapa dia?" tanya Nayla.
"Gak tau, Arel sama Rion cuma bilang ‘nggak asik Dafa gak masuk’."
"Jangan-jangan dia galau karena lo," celetuk Alika.
Nayla tersenyum tipis. "Bisa jadi tapi kita udah putus dengan baik."
"Lalu kamu pulang sama siapa?" tanya Tania.
Ting!
Pesan masuk ke ponsel Nayla. Dari: A2P
Nayla membaca isinya. “Saya sudah memesankan taksi agar kamu bisa langsung pulang tanpa dicurigai.”
Senyum tipis merekah di wajah Nayla.
"Siapa Nay?" tanya Alika.
"Gak dari siapa-siapa," elaknya sambil cepat-cepat menyimpan ponselnya.
"Cie mulai ada rahasia nih," goda Tania.
"Belum waktunya cerita nanti ya," jawab Nayla.
"Oke deh."
"Jadi kamu pulang sama siapa?" ulang Alika.
"Pakai taksi aja. Tadi udah dipesan."
"Loh kenapa gak sama kita?"
"Gak mau merepotkan kalian," jawab Nayla.
"Hadeh kita ini sahabat kamu!" kata Tania kesal.
"Iya, iya. Tapi tetap aja, gue gak enak," jawab Nayla.
Akhirnya, mereka berjalan ke parkiran dan mengantar Nayla ke taksi yang sudah menunggu.
"Hati-hati ya Nay," kata Alika.
"Iya kalian juga."
Setelah taksi pergi, Tania menatapnya penuh curiga.
"Ka lo ngerasa aneh gak sih?"
"Aneh gimana?"
"Ada yang disembunyiin Nayla."
Alika mengangguk. "Kayaknya iya. Tapi dia belum mau cerita."
"Gimana kalau kita ikutin?"
"Serius?"
"Iya! Gue takut dia malah disiksa emak tirinya."
Alika ragu. "Kita pakai mobil siapa?"
"Mobil gue aja!" Tania segera lari dan datang dengan mobilnya.
Mereka pun membuntuti taksi itu hingga berhenti di sebuah rumah elit berlantai dua.
"Rumah siapa ini?" tanya Alika.
"Gak tau," jawab Tania.
Baru mereka akan turun, sebuah mobil datang dan berhenti. Mereka mengenali itu mobil Rayyan.
"Itu mobil Pak Rayyan kan?" tanya Alika.
"Iya. Apa yang mereka lakukan di sini?"
Mereka melihat Nayla dan Rayyan masuk ke rumah itu bersama.
"Parah! Mereka masuk ke rumah bareng!" kata Tania lalu melompat keluar mobil bersama Alika dan menekan bel rumah.
TING TONG... TING TONG...
Rayyan yang sedang turun membuka pintu. Keterkejutan tampak di wajahnya saat melihat mereka, namun segera ia bersikap biasa.
"Nayla mana Pak?" tanya Tania.
"Dia gak ada di sini. Ini rumah saya," jawab Rayyan datar.
"Jangan bohong Pak. Kami lihat kalian masuk bareng!" tegas Tania.
Deg!
Rayyan terdiam sejenak, lalu bersikap tenang. "Kalian pasti salah lihat. Yang tadi masuk itu..."
"Siapa Kak?"