Fiona Amartha Dawson, hidup berdua dengan kakak perempuan seibu di sebuah kota provinsi pulau Sumatera yaitu kota Jambi.
Jemima Amelia Putri sang kakak adalah seorang ibu tunggal yang bercerai dengan suaminya yang tukang judi dan suka melakukan kekerasan jika sedang marah.
Fiona terpaksa menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal secara mendadak karena suatu insiden guna menyelamatkan harga dirinya sebagai seorang perempuan lajang.
AKBP Laksamana Zion Nugraha tidak menyangka akan menikahi gadis gemoy yang tidak ia kenal karena ketidakadilan yang dialami gadis itu. Niatnya untuk liburan dikampung kakak iparnya menjadi melenceng dengan menjadi seorang suami dalam sekejap.
Bagaimana reaksi Fiona saat mengetahui jika suami yang ia kira laki-laki biasa ternyata adalah seorang kapolres muda di kota Medan?
Akankah ia bisa berbaur pada kehidupan baru dikalangan ibu-ibu anggota bhayangkari bawahan suaminya dengan tubuhnya yang gemoy itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurhikmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegilaan Hamdan
Jeje yang sedang bekerja di toko ponsel daerah Sipin menjadi sedikit terganggu dengan suara dering ponsel miliknya. Ia bahkan tanpa melihat siapa yang memanggil dan menekan fitur hening agar tidak mengganggu pekerjaannya yang sedang melayani pelanggan.
Di tempat yang berbeda, Dewi mondar-mandir dengan gelisah karena beberapa menit yang lalu tiba-tiba saja mantan suami Jeje si Hamdan mengetuk pintu kontrakan Jeje.
Dewi yang sedang menjaga Jaka mendadak takut melihat gelagat muka Hamdan yang tampak sangat menyeramkan melebihi wajahnya setan.
"Duh, Si emak lamo nian belanjo ke pasar? Mano cuma kami beduo bae pulak yang ado di rumah! Mbak Amel jugo dak diangkat nyo telpon Dewi! Hamdan buruk tu ngapoin lah pulak tibo ke siko! Pasti dio nak bebuat jahat samo Jaka," ucap Dewi dengan perasaan gelisah sambil terus menghubungi Jeje.
Diluar kontrakan Jeje, Hamdan mengetuk pintu berkali-kali dengan kondisi muka kucel, mata merah persis kayak orang mabuk alkohol, rambut cak sarang burung yang burung nyo terbang dak balek-balek.
"Amel! Buka pintu nyo, Amel! Abang nak masuk nih! Kau tu memang bini kurang ajar! Laki balek bukan nyo dibukain pintu malah di kunci dari dalam. Woi! Bukain pintu!" teriak Hamdan berkoar-koar memaki-maki Jeje.
Beberapa penghuni kontrakan yang ada di rumah mengintip dari jendela karena takut keluar. Rata-rata mereka hanya ibu rumah tangga biasa yang menjaga anak di rumah membuat para ibu-ibu itu tidak berani keluar dari rumah masing-masing.
"Wah, wah, wah! Lah gilo nampak nyo jantan buruk tuh! Apo dio dak sadar kalau dio dengan mak kau tu Jaka lah cerai! Apo jangan-jangan jantan tu lagi mabuk sampai lupo kalau iko bukan rumah nyo?" ucap Dewi dengan geram karena mendengar jelas teriakan Hamdan.
Hamdan terus mengetuk pintu dan bahkan sampai menggedor-gedor pintu yang membuat Dewi langsung memasang palang kayu yang melintang panjang di belakang pintu. Palang kayu yang memang sengaja dibuat untuk kunci ganda selain grendel atas bawah dikala malam hari.
"Aduh, aku nak telepon siapo pulak la yo yang bisa ngusir si Hamdan buruk tu?" gumam Dewi mondar-mandir sambil gigitin jempolnya.
Gedoran pintu malah semakin kuat dengan diiringi sumpah serapah dan makian Hamdan pada Jeje dan Jaka anaknya.
"Woi Jaka! Bukain Bapak pintu ko! Bapak ko nak masuk! Kato ke mak kau tu kalau bapak ni lah litak nungguin depan pintu ko! Woi! Buka cepat pintu nyo! Amel, buka pintu nyo sebelum aku buka pakso!! Buka Mel!!" teriak Hamdan lagi dengan suara bak toa mesjid.
Keributan yang dibuat Hamdan membuat beberapa emak-emak merasa terganggu dan emosi tingkat tinggi.
Wak Anis bestie nya Wak Misnah yang mau menidurkan cucunya langsung emosi karena gara-gara teriakan dan makian Hamdan, Sella cucunya tidak mau tidur. Padahal, biasanya anak kecil berusia tiga tahun itu sudah tidur nyenyak setelah makan dan mandi jam sembilan pagi.
"Apo tuh ribut-ribut? Orang gilo mano yang teriak-teriak pagi Ko? Orang waya nyo kerjo diok buat keributan pulak di siko! Gara-gara dio cucung sayo Sella nangis dak ndak tiduk!" pekik Wak Anis membuka pintu rumah nya yang hanya terpisah sebuah rumah dengan rumahnya Dewi.
"Mantan laki nyo Amel tu, Wak! Dio yang buat keributan cak orang gilo. Mano ngato-ngatoin Amel lagi bini kurang ajar! Sayo raso benar lah yang kato tadi kalau anak nyo Yuk Tati tu lah gilo nian. Apo diok lupo kalau diok dengan Amel lah cerai!" sahut Ayuk Linda yang tinggal di depan rumah Wak Anis.
"Apo??? Si Hamdan buruk tu yang teriak-teriak tadi? Mimpi apo kok Amel tu bisa kawin samo jantan buruk perangai cak Hamdan tu! Wak raso waktu budak tu kawin mato Amel tu ketutup tai mato sebesak gajah," geram Wak Anis dengan sedikit ngatoin Hamdan.
"Hahahaha, iyo tapo Wak!" gelak kencang Ayuk Linda membahana hingga ke rumah-rumah yang didekat sana.
Karena itu komplek yang agak padat rumah nya, jadi setiap suara yang keras pasti akan terdengar oleh mereka yang ada di rumah.
Sementara itu, karena bingung mau menghubungi siapa, Dewi akhirnya mau tidak mau menghubungi Fiona yang kebetulan sedang malas-malasan di depan televisi.
Ia juga mengirimkan pesan ke ponsel Jeje dan berharap Jeje membaca pesan tersebut secepatnya.
Merasa panggilannya tidak digubris, Hamdan menjauh sedikit dari pintu dan membungkuk mengambil sesuatu di atas tanah.
Prang!
Suara pecahan kaca kontrakan Jeje membuat Dewi ketakutan setengah mampus dan langsung memeluk Jaka yang menangis karena terkejut mendengar suara kencang tersebut.
"Woi, Hamdan! Lah gilo kau hah! Enak nian kau mecahin kaca rumah orang! Ayo ibuk-ibuk, kito gebukin samo-samo orang gilo iko biak dio pergi dari kampung kito! Dak katek otak nian kau tu yo Hamdan! Ayo, ibuk-ibuk kito serang!" teriak Wak Anis berorasi sambil memegang gagang sapu dengan muka merah menahan marah dengan ulah Hamdan.
Hamdan yang berjalan agak sempoyongan menjadi terkejut mendengar teriakan emak-emak seumuran emaknya sambil pegang gagang sapu.
"Ayo Wak, kito serang samo-samo! Ayo, ibuk-ibuk, ayuk-ayuk! Kito usir biang rusuh di tempat kito ko!" tambah Ayuk Linda sambil bawa teplon nya yang sudah hitam bawahnya karena ia baru saja menggoreng telur mata sapi di teplon tersebut.
"Iyo, ayo kito serang! Budak bebal cak Hamdan tu dak pacak nak di bageh tau elok-elok!" sahut Ayuk Leni yang baru membuka pintu kontrakan yang kontrakannya berjarak dua pintu dari kontrakan Jeje dengan membawa sutil kayu dengan tutup panci.
Beberapa ibu-ibu muda yang tadinya takut untuk keluar dari kontrakan mereka mendadak punya keberanian ketika mendengar suara besar Wak Anis yang menjadi provokator untuk mengusir Hamdan.
Apa lagi ketika mereka mendengar suara pecahan kaca kontrakan Jeje membuat mereka semua menjadi emosi tingkat tinggi dengan ulah Hamdan.
Enam orang ibu-ibu termasuk Wak Anis, Ayuk Linda dan Ayuk Leni berbondong-bondong mendatangi Hamdan yang langsung ketakutan karena ibu-ibu itu membawa senjata andalan mereka ditangan masing-masing.
Dewi yang mengintip dari dalam rumah tersenyum lega karena keberanian emak-emak tangguh di kampungnya.
"Huh, raso lah kau Hamdan! Biak kau tau raso cak mano rasonyo diamuk emak-emak pakai daster!" kikik Dewi dengan mata berbinar kesenangan.
Bersambung...
biasalah tebak2 gak berhadiah 😀