Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 MISTERI
Lucinda benar-benar tidak bisa memejamkan kedua kelopak matanya.
Malam ini dia sulit sekali tidur meski dia sangat lelah setelah menjalani acara pernikahan yang begitu panjangnya tanpa kehadiran mempelai pengantin pria sebab Kevin yang menjadi pengantinnya dalam keadaan sekarat.
Lucinda masih memikirkan kata-kata dari suster perawat tadi.
"Mereka membutuhkan cap jari milik Kevin untuk mencairkan dana kekayaan kerajaan Klinting kuning, bagaimana caranya".
Lucinda terus terpikir pada ucapan suster perawat.
"Dan apakah semua orang disini adalah penjahatnya, artinya mereka memata-matai seluruh aktivitas yang ada di rumah ini ???"
Lucinda termenung sejenak sembari berpikir serius soal masalah Kevin.
"Bagaimana seorang suster perawat bisa berbuat sejahat itu bahkan berani memasukkan cairan racun pada wadah alat bantu pernafasan milik Kevin Jansen ???"
Lucinda terus menerus berpikir tentang masalah ini, mulai dari perbuatan sang suster yang merawat Kevin sampai timbul spekulasi terkait masalah kesehatan Kevin yang juga tidak berangsur membaik bahkan tidak menunjukkan kesembuhan.
Mulai menjadi pikiran Lucinda terhadap masalah hidup yang dialami oleh Kevin.
"Mungkinkah Kevin sengaja dibuat seperti ini oleh semua orang disini ataukah ini taktik semata-mata yang dirancang untuk menjebak penjahat yang sesungguhnya..."
Lucinda benar-benar sibuk memikirkan masalah rumit ini dan dia hampir terjaga sepanjang malam.
"Demi Tuhan di surga !"
Lucinda menoleh ke arah pembaringan Kevin yang sunyi.
"Apakah masalah Kevin pingsan sehingga dia tak bangun lagi itu sengaja dilakukan oleh pelaku yang masih bersembunyi ataukah ini murni kecelakaan ?''
Lucinda langsung terduduk diam di kasur kecil yang tersedia di ruangan kamar mewah ini.
"Siapa pelakunya kalau begitu ?"
Lucinda terus bertanya tanpa kepastian, tapi dia memikirkan kronologi jatuhnya Kevin hingga dia tidak pernah bangun lagi.
"Tidak mungkin tiba-tiba Kevin jatuh tak sadarkan diri lalu selamanya dia tidak terbangun lagi, itu tidaklah mungkin, ini tidak benar !"
Lucinda teringat map yang tadi diambilnya dari dalam kotak besi.
"Aku baca dulu laporan medis milik Kevin, mungkin aku mendapatkan petunjuk tentang tragedi Kevin sampai dia tidak terbangun lagi"
Lucinda membuka map di dalam selimut yang menyelimuti tubuhnya.
Alangkah terkejutnya dia ketika dia tidak menemukan catatan apapun dalam map itu, kosong.
"Apa ini ?"
Lucinda tercengang kaget, dia mulai bingung ketika mendapati hal aneh ini.
"Tidak ada catatan disini, apa maksud semua ini ?"
Lucinda semakin penasaran dan bertambah bertanya-tanya soal kesehatan Kevin.
Apakah ini hanya jebakan saja atau sandiwara semata-mata dari orang-orang dirumah ini.
"Aku akan menelpon rumah dan menanyakan tentang wasiat kakek".
Lucinda segera mengambil ponsel miliknya dari dalam tas kemudian dia menelpon rumah.
"Kriiiing... Kriiiing... Kriiiing... !"
Panggilan telepon pertama tidak diangkat, Lucinda mencoba mengulangi lagi menelpon rumahnya.
Terdengar suara dering telponnya saat dia menghubungi rumah tapi lagi-lagi panggilan teleponnya tidak ada yang mengangkat.
"Kriiiing... ! Kriiiing... ! Kriiiing... !"
Sekali lagi Lucinda mencoba menghubungi telepon rumahnya.
"Tidak ada orang dirumah, mungkinkah mereka sedang pergi ?!"
Lucinda menekan nomer ponselnya sekali lagi, dia mencoba beralih menghubungi papanya.
"Ya, Hallo..."
Suara dari arah seberang telepon menjawab panggilan telepon Lucinda de Vries.
"Papa... !"
"Ya, Lucinda, ada apa menelpon ?"
"Ada yang Lucinda ingin tanyakan pada papa".
"Soal apa itu, penting atau tidak".
"Ini mengenai pernikahan Lucinda, papa !"
"Kenapa dengan pernikahanmu, papa tidak mengerti ucapanmu itu, Lucinda".
"Apa benar pernikahan Lucinda dikarenakan oleh wasiat kakek Bekker ?"
Sejenak suasana mendadak hening, tidak terdengar suara menjawab dari arah seberang telepon, hanya ada desau angin berbisik pelan.
Lucinda ikut terdiam dan menunggu papanya berbicara lagi.
"Maaf, Lucinda, papa harus segera pergi sekarang, ada acara penting yang harus papa hadiri..."
Tiba-tiba suara panggilan telepon terputus dan tidak terdengar lagi suara papanya bicara lagi.
"Papa ! Tu-tunggu jangan ditutup panggilan teleponnya !"
Lucinda panik sebab papanya memutus panggilan telepon darinya.
"TUUUT... ! TUUUT... ! TUUUT... !"
"Ya, Tuhan ! Apa yang terjadi sebenarnya ini ???"
Lucinda tampak kebingungan, dia panik karena papanya seperti menghindarinya.
"Kenapa papa seperti sedang menghindari bicara denganku ?"
Lucinda memandangi ponsel miliknya dengan seksama.
"Aku harus mencari tahu soal pernikahanku ini serta wasiat kakek, apakah benar yang dikatakan oleh Sugeng itu".
Lucinda mulai serius memikirkan pernikahannya yang membingungkan ini dan mengira-ngira setiap kejadian yang terjadi.
"Jika aku tidak bisa bertanya pada papa, aku akan mencari cara lain untuk mengungkap kebenaran pada wasiat kakek".
Lucinda lalu teringat pada surat yang diberikan oleh Sugeng kepadanya.
"Oh, iya, aku masih ada surat dari Sugeng, pasti ada petunjuk tentang misteri wasiat kakek, Sugeng bilang jika aku melanggar wasiat itu maka aku akan mendapatkan hukuman".
Lucinda segera mengambil surat pemberian Sugeng yang katanya merupakan salinan dari isi wasiat kakek Bekker Ishak Kuiper.
Namun kedua mata Lucinda mendadak terasa ngantuk, dia mulai diserang kelelahan yang berlebihan.
"Aku harus segera mengembalikan map kosong ini, jangan sampai ketahuan jika aku mengambilnya".
Lucinda ingin segera mengembalikan map ini pada kotak kosong namun rasa kantuk tidak lagi berkompromi dengannya.
Kedua matanya tiba-tiba terasa berat sehingga Lucinda tidak mampu menahan rasa kantuknya lagi, tak butuh dari hitungan detik, Lucinda jatuh tertidur.
Lucinda terbaring dengan mata terpejam, dan suasana kembali tenang.
Bersamaan itu pula ruangan dikamar ini berubah dengan sendirinya, ruangan bergerak secara otomatis.
Terdapat dinding lainnya di dalam ruangan ini yang memisahkan antara ruangan dimana Lucinda terlelap nyenyak dengan area tempat pembaringan Kevin Jansen.
Hanya saja, Lucinda tidak mengetahui hal baru ini sebab dia jatuh tertidur nyenyak.
...***...
Hari menjelang pagi, sinar matahari merebak masuk dari arah jendela berlapis di kamar serba mewah ini.
Cahaya mulai menerpa wajah bening Lucinda yang masih terlelap nyenyak.
"WAKTU MENJELANG PAGI, PUKUL 06.00 ! TIBA SAATNYA BANGUN PAGI, JANGAN MALAS, MATAHARI TELAH MENYINGSING DIUFUK TIMUR BELUM DI BARAT !"
Terdengar bunyi alarm diruangan kamar ini bersuara nyaring.
Sontak saja suara alarm yang berbunyi keras itu mengejutkan Lucinda yang masih terlelap nyenyak sehingga dia terjaga bangun dengan cepatnya.
"Aduh, suara berisik apa itu ???"
Lucinda segera terduduk seraya menggosok-gosok kedua matanya yang masih terasa berat.
"Alarm apa itu ? Aneh sekali, masih mending suara ayam berkokok atau anjing mengaum, masih wajar, kurasa semua yang ada di rumah ini tidak ada yang benar !"
Lucinda masih merasakan ngantuk bahkan dia merasa malas untuk beraktivitas.
"Aku masih mengantuk, lebih baik aku kembali tidur lagi karena tidak ada yang aku kerjakan pagi ini".
Lucinda menarik kembali selimut yang tadi menutupi tubuhnya ketika dia hendak merebahkan tubuhnya lagi di atas kasur kecil yang nyaman.
Pandangan matanya terhenti pada dinding kaca yang ada dihadapannya.
Dinding kaca seperti penyekat ruangan tiba-tiba ada dikamar milik Kevin Jansen tanpa Lucinda tahu jika ada hal seperti ini.
"Apa ini ?"
Lucinda beringsut turun dari atas kasur lalu berjalan pelan ke arah dinding kaca yang memisahkan antara area dia tidur dengan area tempat pembaringan Kevin Jansen.
"Dinding kaca ini seperti membentuk ruangan disini terpisah..."
Lucinda melihat ke arah Kevin, mereka terpisah oleh dinding kaca.
"Tu-tunggu, bagaimana aku bisa kesana kalau ada dinding pembatas ini disini, aku tidak bisa menjaga Kevin jika dinding kaca ini ada diantara ruangan kamar".
Lucinda mulai panik, dia berlari menelusuri dinding pembatas kaca itu sembari menatap ke arah Kevin yang ada dibalik dinding kaca ini.