Sejak kecil, Eyliana terbiasa dengan kesepian. Rumahnya bukan tempat bernaung, melainkan medan perang tanpa henti antara kedua orang tuanya. Kematian mereka tidak meninggalkan duka, justru tawa ironis yang melegakan. Berbekal warisan, ia merintis karier sebagai aktris, tetapi popularitas membawa tantangan baru—pengkhianatan, fitnah, dan obsesi gelap dari penggemar.
Saat sebuah tragedi merenggut nyawanya, Eyliana terbangun kembali. Bukan di dunianya, melainkan di dalam komik 'To Be Queen', sebagai Erika, si putri sempurna yang hidupnya penuh kebahagiaan. Ironisnya, kehidupan impian ini justru membuatnya cemas. Semua pencapaiannya sebagai Eyliana—kekayaan, koleksi, dan orang-orang terpercaya—kini lenyap tak berbekas. Eyliana harus beradaptasi di dunia yang serba sempurna ini, sambil bertanya-tanya, apakah kebahagiaan sejati benar-benar ada?
"Haruskah aku mengikuti alur cerita komik sebenarnya?" Pikir Eyliana yang berubah menjadi Erika Serriot
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moonbellss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Keluarga
Perjamuan Keluarga Serriot
Erika membuka pintu ruang makan khusus keluarga Serriot dengan langkah perlahan. Pemandangan di dalam ruangan itu begitu asing sekaligus familiar baginya. Di salah satu sisi meja yang panjang, terlihat Robert dan Duchess duduk bersebelahan, senyum hangat terukir di wajah mereka. Di ujung meja, dengan aura wibawa yang kuat, duduk kepala keluarga Grand Duke Arode Serriot. Di sisi lain, sebuah kursi kosong terlihat di sebelah Andreas, kakak tertuanya. Ia melangkah perlahan menuju kursi tersebut, merasakan semua pasang mata menatapnya dengan senyum hangat. Perasaan ini terasa begitu aneh dan canggung bagi Erika. Dalam benaknya, dunia ini adalah palsu, sebuah narasi yang terukir di lembaran komik. Kehangatan keluarga yang terpancar dari mereka terasa begitu berbeda dengan kehidupannya yang dulu, di mana kata 'keluarga' adalah kata asing dan penuh luka.
Erika akhirnya duduk di kursinya, matanya menjelajahi hidangan-hidangan mewah yang tersaji di meja makan. Pikirannya masih melayang, sulit menerima realitas di hadapannya.
"Erika? Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Grand Duke, suara beratnya begitu lembut.
Erika menatap pria berumur itu dengan ragu. Pria itu tetap tampan dan berwibawa meski usianya sudah lanjut. Ia tidak tahu harus memanggilnya apa. "Saya baik-baik saja," jawab Erika lirih, tanpa memanggil nama ayahnya.
Ayah Erika tersenyum, lalu membentangkan kedua tangannya. Di sisi kanan, Duchess meraih tangan sang Grand Duke, dan tangan Duchess memegang tangan Robert. Sementara itu, Andreas membentangkan tangan kirinya ke arah Erika. Seluruh anggota keluarga menatapnya penuh harap, menunggu Erika menggenggam tangan Andreas. Keraguan menyelimuti hatinya, namun ia memberanikan diri. Erika meraih tangan Andreas, dan keraguan itu sirna seketika saat Andreas menggenggam tangannya dengan kuat dan hangat. Andreas tersenyum, lalu memejamkan mata dan menundukkan kepalanya, diikuti oleh Robert, Duchess, dan Grand Duke.
"Terima kasih, Dewa dan Dewi, telah memberi kami kesempatan untuk berkumpul dan menikmati makanan yang sangat berlimpah. Semoga kami selalu diberi perlindungan-Mu," kata Ayah Erika sambil tersenyum.
Erika memperhatikan suasana ruang makan yang berubah menjadi hangat dan khusyuk. Perasaan asing ini sangat aneh baginya, namun anehnya terasa begitu nyaman. Ia ingat adegan di komik bahwa kebiasaan keluarga Serriot adalah mengucapkan terima kasih setiap kali mereka berkumpul. Ritual ini adalah ciri khas budaya keluarga yang kini menjadi keluarganya.
"Sekarang, mari kita nikmati makanannya," kata sang Ayah, melepaskan genggaman tangan lalu memotong steak di piringnya.
Semua orang melakukan hal yang sama. Mereka makan sambil berbincang santai dan ringan. Mereka menceritakan kegiatan mereka beberapa hari lalu dengan suka cita. Salah satunya tentang kepulangan Andreas yang ternyata baru saja kembali dari perbatasan setelah melawan pemberontak di bagian utara. Erika menatap Andreas yang semula ia anggap menakutkan, namun kini wajahnya berubah menjadi tatapan lembut saat bersama keluarga. Erika baru tahu bahwa ia memiliki kakak pertama yang hebat, seorang kepala pasukan khusus di kekaisaran. Kakak keduanya, Robert, adalah kepala sekaligus pengajar di akademi kekaisaran. Keluarga Grand Duke Serriot ternyata adalah satu tingkat kekuasaan di bawah keluarga kekaisaran. Mendengar semua cerita itu, Erika memandang mereka dengan takjub. Keluarga yang selama ini ia baca di komik, kini terasa begitu nyata di depan matanya.
'Apakah ini yang dinamakan keluarga sesungguhnya?' pikir Erika.
Erika tidak menyentuh makanannya sama sekali. Dia hanya memperhatikan percakapan dan setiap anggota keluarga barunya. Seolah-olah keluarga ini adalah sebuah kehangatan baru yang sangat berharga baginya. Andreas menyadari bahwa Erika hanya diam, lalu ia menukar piring miliknya dengan piring Erika, tersenyum hangat kepadanya.
"Makanlah, Eri," kata Andreas, memanggil nama kecilnya dengan begitu alami.
Erika tahu dari komik bahwa Andreas adalah kakak yang paling menakutkan dan tegas, tetapi juga paling menyayangi adik perempuannya. Erika melihat daging yang sudah terpotong rapi sesuai ukuran mulutnya. Erika merasa potongan daging yang dibuat oleh Andreas adalah sebuah bentuk kasih sayang besar yang baru pertama kali ia dapatkan. Matanya mulai berkaca-kaca. Sejujurnya, di kehidupan sebelumnya, ia jarang menangis. Ia selalu menekan emosinya sejak kecil karena perlakuan orang tuanya yang buruk.
"Erika, ada apa?" tanya Robert yang bingung menatap Erika.
Erika memejamkan mata, merasa kesal dengan pertanyaan Robert. Pertanyaan itu seolah membuka bendungan air matanya yang selama ini ia tahan. Air mata itu pecah, tumpah ruah.
“Ekh... HUAA… huhu…” tangis Erika pecah, membuat semua orang panik dan memperhatikannya.
Erika tahu betul, poin penting di kehidupan ini, jangan pernah bertanya 'kenapa' saat ada orang yang berusaha menahan tangisannya. Tangisan itu akan pecah sejadi-jadinya, apalagi jika orang tersebut jarang menangis atau suka menahan air mata selama hidupnya.
"Kenapa Erika? Kenapa tiba-tiba menangis?" tanya Robert sambil berdiri dari tempat duduknya.
“Eri… Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Andreas sambil menatap Erika panik.
Semua yang ada di meja berhenti makan dan memperhatikan Erika yang menangis. Para pelayan, kesatria, Rasha, Asha, dan Sir Richard juga kebingungan melihat tingkah Erika yang tiba-tiba menangis.
“Pelayan, tolong ganti makanan Erika dengan yang lebih baik,” perintah Ayah Erika.
Mungkin Grand Duke berpikir makanannya tidak sesuai selera Erika. Tapi, Erika menggelengkan kepalanya dan menahan tangan pelayan yang hendak mengangkat piringnya yang sudah terpotong rapi oleh Andreas.
“Jangan… huhu… Aku suka… huhu… Aku suka semua. Aku juga suka potongan daging Kakak Andreas. Jangan ambil kembali,” kata Erika sambil menangis keras.
Kalimatnya seolah-olah bukan hanya tentang daging di depannya, tetapi tentang keluarga yang kini ada di hadapannya. Dia merasa bodoh pernah berpikir ingin meninggalkan keluarga yang belum pernah ia rasakan kehangatannya. Kesempatan ada di depan mata, tapi Erika tidak pernah menyadari itu. Rasa hangat yang menjalar di dadanya terasa begitu nyata.
‘Bolehkah aku tetap di sini? Kumohon, biarkan aku merasakannya sebentar saja. Tolong jangan ambil kembali,’ pikir Erika.
“Huhu… Aku harap ini keluarga sungguhan… huhu,” kata Erika yang membuat semua orang bingung.
“Apa yang kau pikirkan? Kami ini memang keluargamu,” kata Andreas sambil mengelus kepala Erika yang sepertinya membuat ketenangan untuknya.
“...Benar… iya, benar ini keluargaku, kan?” kata Erika pelan lalu tersenyum tipis walaupun air mata terus mengalir.
Dengan kalimat Erika, semua orang di ruang makan keluarga Serriot menatapnya dengan bingung dan khawatir. Seolah-olah ucapan Erika menggambarkan ketidakpercayaannya bahwa ia terlahir di keluarga Serriot. Namun, dalam hati mereka, ada harapan besar bahwa kehangatan ini akan menyembuhkan luka yang mereka tidak tahu apa penyebabnya. Mereka hanya tahu, sejak Erika sadar dari pingsannya, ada sesuatu yang berubah dalam diri adik kesayangan mereka. Mereka bertekad untuk memberikan semua yang mereka miliki, termasuk cinta dan perlindungan, untuk membuat Erika merasa aman dan dicintai di rumah ini, di tengah keluarga yang sesungguhnya.
Bersambung...