Arwah sekarat Raveena bergentayangan di dalam sebuah novel yang pernah ia kutuk karena baginya memiliki ending yang paling buruk. Di novel itu, menjadi sosok Elira Maeven, tokoh utama yang memiliki sifat lugu dan feminin yang menyukai sosok Arsen Vaelric, si pria manipulatif yang berbahaya.
Sialnya, Raveena memasuki tubuhnya usai Elira mengalami adegan mati konyol akibat bunuh diri di bagian ending cerita. Seolah semesta menuntut pertanggungjawaban dari caciannya, ia dipaksa melanjutkan cerita hidup Elira yang mestinya berakhir setelah mati bunuh diri.
Raveena tak bisa keluar dari dunia itu sebelum menyelesaikan skenario takdir Elira yang tak pernah ditulis dan direncanakan oleh penulis novel itu sendiri.
Sampai tiba hari di mana Arsen mulai menyadari, bahwa sikap membosankan Elira yang selalu ia abaikan, kini bukanlah sosok yang sama lagi.
Namun, Arsen justru sangat menyukainya.
Apakah Raveena mampu kembali ke dunia nyatanya?
Atau justru terkurung selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dandelions_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08
📍 Kota Eastborough
Ann terus mengekor sampai ke halaman utama rumah dengan raut panik. "Nona Elira, tolong pertimbangkan! Nona tidak bisa sembarangan menemui Tuan Arsen, apalagi dengan pakaian seperti ini!" lelahnya sambil menuruni tangga teras depan.
Elira menoleh sambil berjalan dengan tatapan tajamnya. "Bibi pikir aku mau kencan? Aku hanya mau menemuinya sebentar untuk meluruskan urusan."
Ann mulai lelah. Jangankan orang berpengaruh seperti Arsen Vaelric, dirinya sendiri pun merasa malu dan canggung melihat penampilan Elira saat ini. Rasanya seperti dihantui kekhawatiran. Ann cemas, jika masalah sepele yang tak pantas ini akan meruntuhkan martabat keluarga Maeven.
"Tapi-"
"Tapi apa?" potong Elira. "Bibi mau ikut, atau terus mengoceh sampai aku benar-benar muak? Aku sudah cukup muak di kehidupan sebelumnya, jangan membuat ini semakin rumit."
Namun masalahnya, Ann sendiri belum mengabari tuan besarnya. Ia khawatir, Tuan Cedric akan marah besar. Akibat kelabakan melihat ulah nona mudanya, Ann sendiri bahkan belum sempat mengabari soal kondisi Elira sekarang.
"Tapi Nona, kau masih-"
"Kalau kau tidak mau membantuku," tukas Elira cepat yang mulai geram. "Setidaknya jangan menghalangi. Karena jika kau terus mempersulit, aku akan melakukan hal yang sama seperti terakhir kali."
Ann menatapnya dengan sorot cemas. "A-apa maksudmu, Nona? Tolong jangan bercanda soal itu."
"Jadi, apa kita berangkat, atau kau mau aku membuktikan ucapanku?"
Ann terdiam. Ia merasa sedih. Eliranya yang dulu selalu bersikap lemah lembut padanya, kini tampak jauh berbeda. Dia menjadi lebih arogan, juga selalu melempar tatapan nyalang yang tajam. Meski ia sendiri ingin berusaha memaklumi karena sang nona tengah tertimpa musibah, hati mungilnya tetap merasa patah.
"Nona ... kau marah padaku?" Ann bertanya karena merasa bersalah.
"Cih. Pelayan ini terlalu dramatis!" batin Elira tanpa merespons apa pun. "Meski aku belum sepenuhnya yakin dengan tujuanku, tapi aku tak bisa jika harus diam saja."
Suasana kini menjadi hening. Elira melanjutkan langkahnya. Ann sendiri sempat terpaku, namun akhirnya mau tak mau ia tetap membuntuti.
Setidaknya untuk memastikan Elira tidak benar-benar melakukan sesuatu yang gila.
"Aku harus segera menghubungi Tuan Cedric."
......................
Langkah kaki Elira terdengar jelas di koridor marmer yang terlalu mengkilap untuk ukuran sebuah kantor. Berbagai respons tampak beragam menyambutnya. Beberapa ada yang tampak tertegun, ada pula yang langsung pura-pura sibuk menunduk, hingga berusaha bersikap biasa saja karena keterkejutan mereka melihat Elira pulih secepat itu.
Bahkan di antara mereka ada yang menahan tawa karena melihat penampilan anehnya.
"Hah. Di manakah lelaki brengsek itu," batin Elira sambil menyisir ke setiap arah. "Seingatku, dia memiliki ciri dengan sorot mata yang tajam. Selalu melipat kemeja kerjanya selengan ...," jedanya dengan mata menyipit.
"Nona? Apakah kau lupa dengan wajah-"
"Beritahu aku yang mana?" tanya Elira tidak sabar. "Aku tidak boleh berlama-lama di sini." Matanya melirik pada Ann. "Aku khawatir Ayah akan memarahimu jika dia tahu."
Mendengar itu, Anna tersenyum haru. Ia sedikit lega, karena Elira masih bisa memberikan perhatian seperti itu padanya.
"Kena kau. Sepertinya aku tahu cara memperalatmu," gumam Elira merasa menang.
"Di sana, Nona," tunjuk Ann hati-hati karena khawatir perbuatannya itu menimbulkan spekulasi yang tidak-tidak di mata orang-orang. Arsen baru saja terlihat keluar dari sebuah lift.
Elira menarik sudut bibir. "Cih. Pantas saja Elira tergila-gila padanya. Dia memiliki pesona seperti karakter utama manga," gumam Elira. Ia berjalan percaya diri untuk mendekat pada targetnya.
Langkah Ann terasa berat saat berusaha mengekorinya. Jantungan berdebar-debar. Apalagi saat dirinya mengingat, jika sebelumnya ia gagal menghubungi Cedric karena tuan besarnya itu tak mengangkat panggilannya.
Ann benar-benar tidak siap, jika nanti ia harus membawa bertubi-tubi kabar mengejutkan kepada tuannya.
"Wow. Lihat siapa yang tiba-tiba muncul," ucap Arsen menghentikan langkahnya. Ia menatap penampilan Elira dari atas sampai bawah. Meski terlihat sangat aneh, tapi kesembuhan Elira lebih membuatnya merasa aneh. "Apa kabar?"
Elira menahan tawa geli. Ia tahu, di balik sikap santai Arsen, terpercik rasa bingung dan kaget yang luar biasa. Pria ini memang sungguh berbahaya. Dalam keadaan apa pun, sikapnya memang selalu tenang.
"Kenapa?" Elira memiringkan kepala. "Kau kecewa karena aku tidak mati?" Setelahnya ia tersenyum seperti iblis, hingga menimbulkan rasa kejut yang menyentak di dada Arsen. Karena sejak pertemuan pertama hingga terakhir kali melihatnya, Elira selalu bertutur sopan dan bersikap lemah lembut.
"Astaga, bagaimana ini," panik Ann, terutama saat semua sorot mengarah pada mereka.
"Aku tahu, kau orang yang sangat busuk." Elira berserapah tak ragu, hingga membuat Arsen tersenyum penasaran.
Pria itu hendak membelai pipi Elira, tapi secepat kilat wanita itu menepisnya. Hingga Ann sudah tak sanggup lagi menyaksikannya. Rasanya ia ingin hilang sekarang juga.
"Kau terlihat jauh lebih sehat daripada kabar terakhir yang aku dengar," ujar Arsen sambil menatap Elira penuh ketertarikan. "Apa kau berusaha kembali hidup demi diriku?"
PLAK!
"NONA!"