NovelToon NovelToon
Gadis Dari Utara

Gadis Dari Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Pengawal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:941
Nilai: 5
Nama Author: moonlightna

SEASON 1!

Di balik luasnya wilayah utara, setelah kematian Duke Xander. Desa Valters hampir punah dan hancur.

Desa Valters desa yang tidak mengetahui titisan Xander...

Daren... seorang gadis berambut perak, di buang dan dibesarkan sebagai prajurit di barak utara yang ilegal. Tanpa identitas ia tidak tahu siapa dirinya, hanya tahu bahwa hidupnya adalah tentang bertahan.

Namun, saat pasukan Kekaisaran menyerbu barak utara. Ada nama yang dibisikkan. Xander Estelle. Ada mata-mata yang mulai memperhatikannya. Dan di ujung dunia, dari reruntuhan wilayah Utara yang dibekukan oleh sejarah, sesuatu yang mengerikan mulai bergerak.

Hidupnya mulai bergerak menuju takdir yang tak pernah ia minta. Tapi mungkinkah hidupnya juga akan berubah… menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar bertahan?

Di tengah perubahan hidup dan pengakuan darahnya, adakah sosok yang membuatnya semakin kuat? seseorang yang menantangnya untuk berdiri, meski dunia ingin menjatuhkannya?

Happy reading 🌷🌷

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonlightna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

HADIAH KECIL

Selama berlatih mengapa tidak ada cambukan dan rantai?

Hari itu mentari pagi bersinar tajam di atas arena latihan. Tanah bergemuruh oleh langkah kaki para murid muda, suara kayu menghantam kayu terdengar nyaring, dan teriakan pelatih menggema di seluruh lapangan.

Daren mengayunkan pedangnya berulang kali, tubuhnya sudah basah oleh keringat. Tapi sorot matanya tetap menyala. Tak ada keluhan, tak ada kelambanan. Hanya tekad dan irama napas yang teratur.

Dari kejauhan, Komandan Kanel berdiri bersandar di tiang kayu, memperhatikan gadis kecil itu diam-diam. Sesekali dia tersenyum kecil, namun wajahnya tetap sulit ditebak. Di sampingnya berdiri dua prajurit muda berbaju hitam kebesaran istana. Jaden Dan Benson.

"Yang itu..." bisik Benson sambil menunjuk ke arah Daren, "Gadis kecil, yang mengalahkan putra mahkota?"

"Ya," jawab Jaden pendek, matanya tetap mengamati. "Dilatih langsung oleh Komandan Kanel. Kau tahu apa artinya?"

Benson menyeringai. "Berarti dia bukan gadis kecil biasa."

Beberapa anak lelaki lain di arena mulai memperhatikan Daren juga. Beberapa mencibir, beberapa mencoba bersikap lebih keras karena merasa terancam. Daren tahu itu, tapi ia tidak gentar.

"Berhenti!" seru Kanel tiba-tiba.

Daren menurunkan pedangnya. Ia terengah, namun tetap berdiri tegak.

Kanel melangkah maju perlahan. Semua mata tertuju padanya. Ia membawa sesuatu di tanganya, bungkusan kain biru gelap dengan lambang kecil berwarna perak di sisinya.

“Daren,” katanya pelan, tapi jelas.

“ya, Komandan!” Daren menegakkan tubuhnya walau lututnya sudah goyah.

“Ini untukmu.”

Ia menyerahkan bungkusan itu. Daren menerimanya dengan ragu, membuka perlahan, dan matanya membelalak. Di dalamnya, sebuah pakaian latihan dari bahan berkualitas, tidak mewah, tapi kuat dan pas di tubuh.

“Ini... untukku?” Daren nyaris tak percaya.

“Ya. Baju lamamu sudah tak layak untuk anak yang berdiri seperti prajurit sejati,” ujar Kanel sambil menepuk kepalanya perlahan. “Kau layak mendapat ini.”

Benson mengangkat alis. “Wow. Langka sekali Komandan bagi-bagi hadiah.”

Jaden hanya menatap Daren lama. Ia belum yakin bagaimana harus memperlakukan anak perempuan itu.

Akan tetapi, di tengah suasana hangat itu, dari bayangan bangunan utama, berdiri seorang Jenderal tengah baya dengan lambang tiga ekor elang di dadanya. Jenderal Aldren, mata tajamnya menyipit menatap Daren dari kejauhan. Ia berdesis rendah, seperti menyimpan ketidaksukaan yang belum diucapkan.

“Putri dari Xander, sangat berbahaya,” bisiknya pelan.

Sementara itu, Daren membungkuk dalam-dalam pada Kanel. “Terima kasih, Komandan. Saya... akan memakainya dengan bangga.”

Kanel menepuk bahunya pelan. “Bagus. Sekarang pergi mandi, lalu makan siang. Kau harus pulih sebelum pelatihan sore.”

Daren mengangguk. Ia pergi membawa baju itu, tapi sebelum benar-benar pergi, ia sempat berpapasan dengan Jaden dan Benson. Benson tersenyum tengil pada Daren.

"Pakailah pakaian itu gadis kecil,” ujarnya. menyipitkan sebelah mata.

Daren tidak menjawab, hanya menatap dan berjalan melewatinya. Tapi ia tahu, sesuatu telah berubah hari itu. Ia bukan lagi bayangan di antara barisan.

Ia adalah prajurit kecil yang sedang tumbuh dan semua orang mulai memperhatikannya.

Sementara Kanel melangkah menuju bangunan utama istana, ia menyadari sosok berseragam hitam berdiri tegak di bawah tiang bendera Aldren, mata yang sejak tadi memperhatikan latihan Daren.

Kanel memperlambat langkah, lalu menatap lurus. “Ada apa?”

Suara Kanel terdengar datar, tanpa basa-basi.

Jenderal itu perlahan membalikkan badan. Sebuah senyum tipis menghiasi wajahnya yang menyimpan sesuatu di balik ketenangan.

“Burung kerajaan masih belum ditemukan,” katanya ringan. “Atas persetujuan Kaisar, Putra Mahkota sendiri akan turun tangan untuk mencarinya.”

Kanel mengangkat alis, heran. “Lalu?”

“Aku sudah mencantumkan nama Daren dalam barisan pencarian itu.”

Nada suaranya tajam, seperti melempar pisau.

Kanel sontak terdiam sesaat, matanya membulat. Tangan kanannya mengepal erat. “Apa maksudmu? Dia masih anak-anak! Tak seharusnya ia diturunkan ke hutan, apalagi dalam kondisi seperti ini!”

“Justru karena itu,” sahut Aldren dengan nada tegas. “Untuk menguatkannya. Bukankah itu yang kau inginkan? Membentuk prajurit tangguh, bukan?”

Ia melangkah mendekat, lalu mencondongkan wajahnya hingga hampir menyentuh pundak Kanel. Bisikan dinginnya menyusup seperti kabut.

“Lagi pula… kau tidak bisa menolak perintah ini,”

Senyum di wajahnya tampak seperti ejekan yang dibungkus formalitas.

Kanel menatapnya tajam. Di matanya, jelas terbaca kemarahan yang ditahan dengan susah payah. Rasa muak dan benci membuncah di dadanya seperti ingin membalas, ingin menampar, ingin berkata kasar. Tapi pangkat di pundak lawan bicara membuatnya tak berkutik.

Tanpa sepatah kata pun, Kanel akhirnya membalikkan badan. Tapi sebelum benar-benar melangkah pergi, ia berbisik lirih namun tajam dan penuh keyakinan.

“Dia akan menjadi kuat. Lebih kuat dari Xander... dan saat itu datang, semua permainanmu akan berakhir.”

Dan ia pun melangkah pergi, membiarkan angin membawa kegetiran yang belum sempat diledakkan.

Di halaman belakang barak pelatihan, senja menggantung bagai lukisan Yang berwarna jingga keemasan, membias di atas genting dan dedaunan yang bergetar ringan ditiup angin. Di bawah teduhan sebuah pohon besar, Karin sedang membimbing sekelompok anak-anak kecil dan remaja yang tengah belajar mengenal tanaman obat.

“Tumbuhan ini,” ujar Karin sambil menunjuk daun lebar berurat merah, “berfungsi mengurangi demam tinggi, terutama setelah kelelahan bertarung atau terluka dalam pelatihan berat.”

Anak-anak mencatat di buku kecil mereka, suara bulu pena beradu dengan kertas tipis terdengar lirih, bersamaan dengan kicauan burung petang.

Namun, langkah Karin tiba-tiba terhenti.

Dari kejauhan, ia melihat seseorang berdiri bersandar di tembok batu istana bagian dalam. Sosok itu tinggi, berbalut jubah latihan gelap, dan bayangannya memanjang seiring matahari turun. Kanel.

Karin mengerutkan kening. Ada sesuatu yang berbeda dari gestur pria itu. Kaku. Diam. Dan bukan diam yang biasa.

Ia menghampiri.

“Ada apa, Komandan?” tanya Karin lembut, berdiri di depannya.

Kanel tidak langsung menjawab. Ia mengalihkan pandangan dari kejauhan, lalu menatap Karin sebentar sebelum akhirnya membuka suara.

“Daren…” katanya pendek. “Dia harus ikut misi besok. Keluar istana. Ke hutan.”

Karin membatu. “Tapi… dia masih kecil. Apa ini sudah....”

“Aku tahu.” Suara Kanel pelan tapi dalam. “Aku tahu ini sangat keterlaluan.”

Mereka berdiri lama dalam diam. Tidak ada yang berkata-kata, namun udara di antara mereka menegang. Di belakang mereka, anak-anak masih sibuk dengan pelajaran… kecuali satu.

Fyona.

Gadis kecil berambut ikal coklat itu, sedikit mematung, matanya mengarah ke arah suara.

“Daren…” bisiknya. Sangat pelan, seperti daun jatuh di tengah badai. Tak terdengar oleh siapa pun, kecuali satu anak laki-laki di sebelahnya.

Anak laki-laki itu berambut hitam dengan mata secerah musim semi menoleh cepat. Ia menatap Fyona lalu tersenyum kecil, mencoba menyelamatkan suasana.

“Tidak apa-apa,” katanya dengan ceria, seolah mengusir awan muram yang baru saja lewat. “Anak rambut perak itu kan kuat. Dia bisa jaga dirinya.”

Tapi Fyona hanya diam. Senyum anak itu tidak menular padanya. Di hatinya, perasaan aneh mulai tumbuh. Perasaan tak bisa menjelaskan antara khawatir, kagum, dan rasa ingin ikut melindungi.

1
Hatus
Kasihan banget Daren, masih bayi tapi cobaan hidupnya berat banget😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!