Zee dan Zia adalah saudara kembar tak identik yang bersekolah di tempat berbeda. Zia, sang adik, bersekolah di asrama milik keluarganya, namun identitasnya sebagai pemilik asrama dirahasiakan. Sementara Zee, si kakak, bersekolah di sekolah internasional yang juga dikelola keluarganya.
Suatu hari, Zee menerima kabar bahwa Zia meninggal dunia setelah jatuh dari rooftop. Kabar itu menghancurkan dunianya. Namun, kematian Zia menyimpan misteri yang perlahan terungkap...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada yang mengawasi di bawah langit
Bel nyaring berdentang, menandakan waktu istirahat telah tiba. Suasana kelas XII A langsung berubah ramai. Beberapa murid berhamburan keluar, ada yang ke kantin, taman, atau tempat nongkrong favorit mereka.
“Baiklah, anak-anak. Sampai di sini dulu materinya. Kita lanjut minggu depan.” Miss Sarah menutup bukunya, tersenyum tipis, lalu melangkah keluar dari kelas.
“Hey, Zee!” suara ceria menyusul.
Seorang cowok berambut acak-acakan menoleh sambil menyisir rambutnya dengan tangan sok gaya. “Gue Raka—cowok terganteng di sekolah ini. Senang kenal lo!”
“Jangan percaya, Zee. Mukanya tuh kayak monyet kelaparan!” timpal Leo sambil tertawa. “Gue Leonard, tapi lo boleh panggil gue Leo… atau ‘sayang’, kalau mau.”
Zee menatap mereka datar, tanpa sepatah kata pun. Tapi itu tak memadamkan semangat dua bocah berisik itu.
Raka melotot. "Ngaca dong, Leo! Muka lo aja kayak babi nyemplung bedak.
“Lo yang monyet! Sini lo, duel di atas meja, sekarang juga!” Leo mengejar Raka sambil menggertak.
Seketika kelas gaduh oleh kejar-kejaran dua bocah hiperaktif itu.
"Zee, yuk ke kantin. Gak usah peduliin dua bocah itu. Emang kerjaannya ribut terus."
ucap Viola tiba-tiba, muncul dari belakang Zee.
Zee baru sadar Viola sekelas dengannya. Ia hanya mengangguk singkat lalu melangkah mengikuti Viola ke kantin. Perutnya memang sudah mulai minta diisi.
Dari arah belakang, suara tenang memotong kegaduhan.
“Kalau kalian nggak berhenti, gue lempar ke bawah sekarang juga.”
Radit.
Nada dingin itu langsung membungkam suasana. Seolah udara ikut membeku. Raka dan Leo spontan berhenti, saling peluk sambil berteriak dramatis, “Argghh! Gue masih normal!”
Rey, yang sejak tadi diam, sempat melirik ke kursi kosong di sebelahnya. Tempat di mana gadis itu duduk pagi tadi.
Zee.
Aneh. Biasanya ia tak segan mengusir siapa pun yang duduk di sebalahnya. Tapi tadi... ia diam. Dan itu membuat pikirannya terusik.
Zee menyantap makanannya tanpa terganggu bisik-bisik dari beberapa murid yang membicarakannya.
“Eh, kamu udah habis?” tanya Viola, kaget melihat piring Zee sudah bersih. Padahal mereka mengambil porsi yang sama.
“Hm,” Zee mengangguk pelan. “Gue ke toilet dulu.” katanya singkat sambil berdiri.
“Mau aku temenin?”
“Gak usah. Habisin aja makanan lo.” Zee menjawab tanpa ekspresi, lalu berbalik meninggalkan kantin.
Tapi zee tidak menuju toilet. Kakinya justru membelok ke arah rooftop. Tempat terakhir sang kembaran, Zia, terlihat sebelum kematian misteriusnya
Garis polisi yang sempat membentang kini lenyap. Padahal, belum seminggu sejak Zia pergi...
Zee berdiri di dekat pembatas, menatap kosong ke bawah. Bayangan wajah Zia saat ditemukan kembali menghantui--berlumuran darah, dengan luka terbuka di pelipis. Semua itu membuat dadanya sesak.
Ia menelusuri sekeliling. Tak ada CCTV. Tak ada saksi. Hanya ruang kosong yang penuh misteri.
Zee akhirnya menghela napas pelan dan memutuskan kembali ke bawah. Ia tak sanggup terlalu lama berada di sana. Kepalanya kembali terisi gambaran-gambaran buruk…
Di tempat lain…
Dari balik bayangan bangunan, seorang cowok berdiri membisu. Pandangannya tajam, lurus ke arah rooftop tempat Zee berdiri tadi.
Ia memperhatikan dari awal hingga Zee pergi. Tak satu gerakan pun luput dari matanya.
“Ngapain dia ke sana…?” gumamnya pelan.
Angin meniup rambutnya, tapi ia tetap berdiri tegak-misterius dan tak tergoyahkan.
Wajahnya tenang. Tapi sorot matanya menyimpan sesuatu.