NovelToon NovelToon
Senandung Sang Bunga

Senandung Sang Bunga

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Teen School/College / Karir / Fantasi Wanita / Chicklit
Popularitas:633
Nilai: 5
Nama Author: Baginda Bram

Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.

Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.

Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Dunia yang tak pernah ia tahu sebelumnya.

Mulai saat itu, dunianya pun berubah.

(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Hari pertamaku berakhir dengan oleh-oleh rasa sakit di sekujur tubuh. Lututku rasanya bergetar ketika berjalan. Sementara perjalanan pulang masih panjang.

Untuk sampai ke rumah, butuh waktu 45 menitan. Aku yang duduk bersama beberapa orang di halte busway, terduduk lemas setelah banyak menguras keringat. Telingaku serasa masih panas setelah diceramahi panjang lebar.

Dengan bermandikan cahaya lampu, aku menghela nafas panjang.

"Badanku capek, mentalku juga capek," Celetuk Viola.

"Sama, Vi."

Pandangan kami mendadak tersita, gadis dengan bawaan di tangannya mendekat. Duduk tak terlalu dekat dengan kami berdua.

"Kamu naik busway juga?" tanyaku pada gadis itu.

Gadis itu mengangguk dalam.

"Tadi siapa namamu? Julien ...?" Tanyaku memiringkan kepala.

"Heh sembarangan aja," sikut Viola.

"Terus yang benar apa dong?"

"Apa ya? Aku cuma ingat kalau namanya ada Fortuna-nya."

"Tuh kan, kamu aja lupa."

"Panggil Anna aja." Sahutnya.

"Oh Anna. Kelas berapa?"

"Kelas 8."

"Sama dong. Berarti cuma dia yang tua. Kita panggil dia pake 'Kak' yuk!" Tunjukku dengan alis ke arah Viola.

"Eh enak aja! Kita enggak sejauh itu umurnya! Coba kamu lahir bulan apa?" Tunjuk Viola dengan dagu kepadaku.

"Mei dong."

"Kalau kamu?" Pandangnya ke arah Anna.

"Januari."

"Tanggalnya?"

"12."

"Tuh kan!" Mendadak ia berdiri, memutar tubuhnya 180 derajat. Menghadap kami berdua.

"Aku 28 Desember, dia 12 Januari, pada dasarnya kita itu cuma beda hari doang!" Jelas Viola dengan penuh semangat sambil berkacak pinggang.

"Memang benar, tapi secara data, kamu itu kelahiran 2006, dia 2007, jelas-jelas beda setahun." bantahku dengan antusias.

Viola melongo sesaat. Tak dapat membalas kata-kataku. Semangat yang ia tunjukkan seketika luntur.

"Iya sih."

Viola duduk ke tempatnya semula dengan lemas. Bibirnya membulat kecil. Aku merasa puas sekaligus sedikit menyesal telah menjahilinya. Tapi, melihat ekspresi merengutnya yang manis, penyesalanku sirna.

"Tenang aja, Vi, meskipun kamu tua, kamu tetap cantik kok."

"Aku enggak merasa terhibur lho." Gerutunya sambil membuang muka.

"Kalian seru deh orangnya."

Kami menoleh hampir serentak. Mendapati senyum yang tersungging di bibir manis Anna. Inginku sahut ucapannya, tapi bis telah datang.

Kami segera masuk ke dalam sebelum pintunya tertutup. Kami sapu pandangan ke sekeliling. Hampir tak ada orang. Yah, mungkin karena sudah malam.

Kulihat Anna yang berjalan ke belakang. Kutarik lengan Vio, berisyarat dengan sebelah tanganku untuk ikut. Anna berhenti di ujung bangku. Duduk di pojokkan. Ia nampak terkejut dengan keberadaanku yang tiba-tiba duduk di sebelahnya berbarengan dengan Viola.

"Kalian ...," Katanya serasa menghilang.

"Eh, An, apa kita bisa lolos ya?" tanyaku mendadak.

Bukannya aku tidak yakin, tapi aku merasa pesimis melihat hasil latihan tadi. Yang lain tampak baik-baik saja. Hanya kami bertiga yang dimarahi habis-habisan.

"Aku yakin ... enggak! Aku harus lolos!" Sahut Viola.

Anna menatap kami berdua. Lalu menatap ke atas. Sebentar, menatap kami kembali.

"Aku ... pasti lolos." Paparnya mengagetkan kami berdua.

Tatapannya ketika kembali menatap kami menjadi kosong. Membuatku merinding sesaat. Tatapannya itu ... terasa seperti tatapan tak peduli.

Kami yang lelah dan mengantuk. Tak meneruskan obrolan. Aku pun sekuat tenaga membuat mata ini terus terjaga agar tujuanku tak terlewatkan.

...----------------...

Aku terbangun dengan kehilangan rasa capek yang semalam melekat. Mungkin karena aku langsung tidur begitu sampai ke rumah.

Syukurlah aku telah segar bugar, walau sengatan-sengatan kecil masih terasa di beberapa tempat. Tapi, aku harus menahan hal itu karena aku mesti berangkat ke sekolah.

Oh ya, nanti juga ada latihan khusus padahal hari ini juga ada kegiatan ekskul yang menanti. Tidak mungkin aku menghadiri keduanya. Sayang sekali, aku harus absen kegiatan ekskul kali ini.

Sepulang sekolah, aku bergegas berangkat untuk mengikuti sesi latihan berikutnya.

Sayang sekali, kali ini Viola tidak bisa hadir. Padahal aku mengajaknya untuk bertemu di jalan, agar aku punya teman perjalanan, Tapi, ia bilang kalau tidak bisa berangkat. Meski begitu, ia tak lupa menyemangatiku.

Untuk kali kedua aku menuju ke Bongori, tapi kali ini tanpa bertanya karena masih segar dalam ingatan. Baru beberapa langkah masuk, kakak yang biasa duduk di resepsionis, menggagalkan langkahku, membeberkan kalau latihan vokalnya bukan di sini.

Aku terheran. Membuka ponsel secepat kilat. Memang benar, ada pemberitahuannya, tapi aku tidak membaca. Terkubur oleh notifikasi iklan dan operator.

Kutanya letak tepatnya di mana. Rupanya tak begitu jauh dari sini. Sekitar 20 menit kalau berjalan, katanya.

Aku segera keluar. Udara dingin seketika berbentur udara panas terik matahari.

Kupercepat langkah. Khawatir kalau tertinggal latihan. Karena bisa jadi, pelatih yang akan kuhadapi nanti galaknya minta ampun. Aku khawatir kena semprot lagi.

Aku berlari kecil ke tempat yang dimaksud. Hingga sampai di sebuah gedung. Tak terlalu tinggi. Warnanya pun polos. Tapi karena itulah, gedung ini mencolok di antara gedung pencakar langit lainnya.

Aku permisi dengan satpam. Buru-buru masuk.

Kalau di pesan, kita diminta untuk ke lantai tiga.

Bertemu dengan lift, dengan segera memencet arah ke atas. Tenang saja, belajar dari pengalaman memalukanku, kali ini aku paham cara kerjanya.

Lift terbuka, aku pun meluncur. Turun tepat di lantai tiga. Menuju ke ruangan yang dimaksud dalam pesan. Belum juga masuk, suara riuh terdengar samar.

Kubuka pintu perlahan. Ternyata benar dugaanku. Mereka sudah memulai latihan. Segera aku bersatu dengan barisan paling belakang.

Seorang wanita dengan hijab terus mengulang, "do re mi", diikuti dengan yang lain. Aku ikut menyambung begitu saja.

Berlalu beberapa saat, aku merasa pernah belajar soal nada di sekolah, tapi tak seintens ini.

Kami terus mengikuti pelatih mengumandangkan suara. Sesekali diberikan teori dan contoh. Hampir sebagian besar waktu dihabiskan untuk membuka mulut. Membuat rahang dan pita suaraku capek.

Pelajaran ditutup dengan tugas untuk menghafal lirik dari lagu yang akan kami bawakan.

Kulihat jam, masih ada beberapa jam sebelum bis terakhir berangkat.

Karena waktu masih lumayan panjang dan badanku pun tak begitu lelah, kuputuskan untuk meneruskan latihan meski kita diperbolehkan untuk langsung pulang. Tentu di ruang latihan yang ada di lantai lima.

Aku berjalan ke arah pintu keluar. Kulihat sekumpulan orang meninggalkan gedung. Sepertinya tak hanya kami yang berlatih vokal di sini, beberapa orang —yang entah itu siapa— juga belajar di tempat ini.

Wajar saja karena dari awal, gedung ini adalah sekolah musik. Banyak anak seusiaku yang melatih vokalnya juga di tempat ini.

Oh iya, aku belum sempat berkenalan dengan siapapun hari ini. Tadi tak sempat bicara apa-apa dengan seorangpun lantaran mulutku yang tanpa henti bersuara. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk menambah teman.

Beberapa langkah di depanku, ada dua orang gadis yang familier. Aku tidak tahu namanya, walau kemarin ada sesi perkenalan, tetap saja mengingat nama puluhan orang dalam semalam mustahil kulakukan.

Ya, aku akan berkenalan dengan mereka.

Kupercepat langkah, agar bisa menyamai langkah mereka.

DUK ...

Aw ... sakit ...

Kepalaku mendadak nyeri. Terasa benturan dari arah keningku. Mataku yang sebelah terpejam, melirik ke samping. Seorang gadis sedang mengelus dagunya.

Gadis itu menatapku keji. Tatapannya amat tajam bagai anak panah yang melesat. Melubangi segala sesuatu yang berada di lintasan lajunya.

"Anjing lo! Kalo jalan liat-liat, Bangsat!"

Gadis ini ... bukannya Chika Chantika? Seorang yang sangat terkenal. Bisa dibilang dia salah satu dari tiga orang paling terkenal di grup kami.

Aku makin terkejut dengan kata-kata yang menerobos gendang telingaku barusan.

"Bisu lo ya?" Tanyanya dengan nada tinggi.

Jujur aku sangat syok mendengar kata yang keluar dari bibir manisnya itu. Tapi, sekarang bukan waktunya untuk terkejut.

"Maaf, Kak! Maaf! Saya enggak sengaja."

"Minggir lo, Tolol!"l

Dengan raut muka memerah padam, ia melewatiku tanpa meninggalkan sepatah kata lagi. Pundak kami sedikit bergesekan. Sedikit kasar. Entah disengaja entah tidak.

Nampaknya, bukan hanya aku yang syok, orang-orang di sekitar pun terlihat kaget, apalagi aku. Hanya terdiam mematung. Hingga orang-orang berjalan melewatiku begitu saja.

1
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Bagus banget deh, bikin nagih!
KnuckleDuster
Buat gak bisa berhenti baca!
Coke Bunny🎀
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!