Jingga Ariana menjadi sosok gadis cuek dan anti terhadap makhluk yang namanya laki-laki semenjak dikhianati oleh tunangannya saat dirinya hendak memberikan kejutan ulang tahun.
Langit Putra Ramadhan anak pertama dari Sebastian Putra dan Mutia Arini menjadi sosok mahasiswa yang cuek dan dingin pada wanita, dan kemana-mana selalu ada Bintang di sampingnya.
Akankah takdir menemukan kedua insan muda itu? Kutub ketemu kutub saling tarik menarik ataukah saling tolak menolak?
Cerita ini masih satu rentetan dengan @wanita itu ibu anakku dan Tulisan Tinta Tania.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kata Putus
Sesuai waktu yang diminta Jingga kemarin. Maka saat jam istirahat kedua, Jingga berjalan menuju kantin.
"Jingga, loe mau ke mana?" tanya Mega yang tau-tau sudah di samping Jingga.
"Kamu itu ngagetin aja" seru Jingga.
"Mau ke mana loe?" seru Mega mengulang.
"Heemmmm, nyelesain sesuatu yang belum selesai" jawab lugas Jingga.
"Kenzo?" tanya Mega.
"Heemmm" gumam Jingga.
"Oke lah. Aku balik kelas saja" seru Mega. Mega tahu seberapa penting pembicaraan Jingga kali ini. Dia tak mau berada di antara nya.
"Jingga, kutunggu ending cerita kamu" canda Mega.
Sampai di kantin, Kenzo telah duduk di pojokan menunggu kedatangan Jingga.
"Jingga, mau ke mana loe?" seru Firman dari arah berlawanan. Dia yang bersama dengan geng nya, melihat ke arah Jingga.
Tak jarang teman-teman Firman menggoda Jingga yang sering bersama dengan Mega. Kedua bunga kampus yang sedang in akhir-akhir ini.
Di pojok berseberangan duduk dua cowok tampan yang sedang menikmati minuman hangat di depannya.
"Langit, lihat tuh sebelah sana. Bukannya tuh cewek temennya Mega?" kata Bintang.
"Heemmm" jawab Langit hanya dengan gumaman.
"Mana si Mega?" sela Bintang.
Langit mengangkat kedua bahunya tanpa merespon.
Saat ditanya Firman, arah mata Jingga mengarah ke tempat di mana Kenzo berada.
Firman yang sudah paham, tak meneruskan kata-katanya. Karena tahu apa yang dimaksud oleh Jingga.
Jingga duduk tepat di depan Kenzo.
"Apa yang ingin kamu bicarakan? Kalau tentang memutuskan pertunangan aku tak mau" seru Kenzo.
"Hah? Apa kamu bilang? Tak mau?" kata Jingga ketus.
"Asal kamu tahu Jingga, hanya ada kamu di hati aku. Aku dan Rima tak ada hubungan apapun" kata Kenzo menegaskan. Seolah tak ada rasa salah di hatinya.
"Ha...ha....dengan saling memanggil 'sayang' kamu bilang tak ada hubungan apa-apa. Lantas saat kalian terkungkung di bawah selimut yang sama? Apa itu juga bukan hubungan apa-apa?" seru Jingga.
"Jangan keras-keras Jingga" larang Kenzo saat yang lain melihat ke arah meja mereka.
"Cih, kamu malu?" ucap Jingga.
"Picik kamu Kenzo" olok Jingga. Tak ada panggilan kakak lagi yang ditujukan untuk laki-laki di depannya.
"Oke, aku tak mau berlarut-larut. Intinya dengan pertemuan ini, aku ingin kamu tak pernah mendekat padaku lagi. Aku anggap kita tak pernah ada hubungan apa-apa. Titik dan terima kasih" tandas Jingga sembari beranjak hendak meninggalkan Kenzo.
"Aku tak mau" ujar Kenzo memegang pergelangan tangan Jingga dengan erat.
"Lepas!" ujar Jingga melotot ke arah Kenzo.
"Tak akan Jingga" tolak Kenzo tetap mempertahankan pegangan tangannya.
"Aku akan teriak jika tak kamu lepaskan" ancam Jingga.
"Teriak saja" tantang Kenzo.
Saat Jingga akan berteriak, belum sampai suara keluar. Rima datang menghampiri mereka berdua.
"Wah, bakalan ada tontonan seru nih" seru Firman dari arah yang lain.
Beberapa teman Firman dan yang lain pun ikutan melihat ke arah Jingga, Kenzo dan Rima.
"Lepas nggak?" seru kembali Jingga.
Rima yang barusan datang melempar sesuatu ke Kenzo.
"Kamu harus tanggung jawab" seru Rima ke arah Kenzo.
"Apa ini?" tanya ketus Kenzo.
"Buka saja" suruh Rima.
"Jangan mentang-mentang kamu ada yang baru, kamu mau ninggalin aku Kenzo" seru Rima.
"Apa maksudmu kak?" tanya Jingga.
"Asal kamu tahu Jingga, biar kamu tak berlagak jadi korban lagi. Karena sejatinya aku lah korban yang sebenarnya" terang Rima.
"Apa maksud kakak?" seru Jingga.
"Kenzo itu laki-laki yang sudah dekat denganku, jauh sebelum kamu tunangan dengannya" tukas Rima.
Jingga kembali memandang ke arah Kenzo, menuntut Kenzo untuk bicara jujur.
Kenzo malah menunduk.
"Pengecut kamu kak" kata Jingga lantang.
Jingga tak perduli lagi di mana dia berdiri sekarang. Bahkan banyak pasang mata yang tertuju padanya tak dia perdulikan lagi.
"Buka lah Kenzo" suruh Rima agar Kenzo membuka amplop yang dia bawa barusan.
Kenzo membuka pelan amplop yang diserahkan oleh Rima.
Jingga tak jadi beranjak, untuk melihat apa yang terjadi.
Sebuah stik dengan dua garis merah nampak di sana.
"Bahkan kamu bilang tadi, kalau kalian tak ada hubungan apa-apa?" hardik Jingga.
"Terus ini apa kak?" ujar Jingga menunjuk ke arah stik yang dipegang oleh Kenzo saat ini.
"Tanggung jawablah. Jangan jadi pengecut lagi" kata Jingga lantang, meski terbersit rasa sakit yang teramat di hati.
Kenzo yang merupakan cinta pertamanya ternyata bukan laki-laki baik seperti yang diharapkan. Kadang kenyataan tak seindah ekspektasi.
Jingga melangkah menjauhi Kenzo dan Rima. Membiarkan mereka untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi keburu dihadang oleh Kenzo.
"Jangan pergi" kata Kenzo.
"Jangan picik kamu kak. Tanggung jawab lah apa yang telah kamu perbuat" kata Jingga menepis tangan Kenzo.
"Tak semua yang kamu inginkan akan kamu raih" kata Jingga dengan melangkah menjauhi mereka berdua.
Jingga berhenti di tempat yang agak sepi, mengusap sebulir air mata yang sudah mau jatuh itu.
"Hah. Aku tak boleh sedih lagi. Masa depan masih panjang Jingga" ucap lirih Jingga untuk menguatkan dirinya sendiri.
Jingga balik ke kelas di mana pak Hakam yang akan menjadi pengajarnya.
Dosen killer itu telah menjadi dosen favorit bagi Jingga.
Meski dirinya sering dipanggil dan dimarah oleh pak Hakam.
"Telat lagi? Darimana kamu Jingga?" tanya pak Hakam yang sudah bagai hakim di tengah sidang pengadilan.
"Maaf pak, dari toilet. Pake acara antri lagi" kata Jingga mencoba menjawab dengan canda.
"Jingga barusan putus cinta pak" sela Firman yang sudah duduk saja di bangku kedua di belakang tempat duduk Mega.
Jingga melotot ke arah temannya itu.
"Beneran itu Jingga?" telisik pak Hakam.
"Heemmmm..." Jingga mau menjawab tapi ragu.
"Kebetulan kalau begitu. Kamu jadi mantu bapak saja" seru pak Hakam disambut tawa meriah mahasiswa yang ada di kelas.
"Nah Jingga, terima aja. Pasti pak Hakam akan langsung kasih nilai A buat kamu dech" kata yang lain.
Suasana kelas yang biasanya tegang, mulai mencair karena ada Jingga.
"Boleh duduk pak?" ijin Jingga.
"Duduk saja" suruh pak Hakam. Dan seperti biasa hanya menyisakan bangku kosong yang ada di bangku paling depan. Bangku yang posisinya paling dekat dengan meja dosen killer itu.
Jingga mencatat rapi semua bahasan yang diterangkan oleh pak Hakam.
Selain cantik, Jingga termasuk mahasiswi yang cerdas di jurusan hukum seangkatannya.
Baru saja pak Hakam keluar, Mega sudah duduk aja di samping Jingga.
"Gimana?" tanya Mega mengedip-ngedipkan kelopak mata nya.
"Gimana apanya?" kata Jingga pura-pura tak paham.
"Issshhhh" sungut Mega membuat Jingga tertawa kecil.
"Kak Rima hamil" ucap Jingga.
Mega yang mendengar ikutan syok dan pura-pura lemas.
"Isshhh lebay" seru Jingga terbahak. Temannya ini tahu saja cara untuk menghibur dirinya. Batin Jingga.
"Terus?" sela Mega.
"Aku suruh tanggung jawab lah" terang Jingga.
"Maksud aku... Apa kabar hati kamu Jingga?" seru Mega.
"I'm fine" jawab Jingga.
"Bo'ong loe" kata Mega tak percaya
Jingga hanya tersenyum kecut.
"Ntar pulang, kita nonton aja yukkk. Biar loe nggak bete" saran Mega.
"Aku mau pindahan Mega. Barang-barang aku masih di kost yang lama" seru Jingga.
"Ya udah dech. Aku bantuin" jawab Mega.
"Ijin dulu atuh. Nggak enak aku, jika kakak kamu nyusulin lagi. Dikira aku yang jadi provokator kamu dech" tandas Jingga.
"Siap bos" mereka berdua pun tertawa bersama.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading