KARMA
Sebelum membaca karya ini alangkah baiknya jika membaca karya pertamaku yang berjudul Aku Bukan Pelakor, agar bisa mengikuti jalan ceritanya.
Karya KARMA ini menceritakan tentang pembalasan pengkhianatan yang di lakukan julio kepada istri dan anak-anaknya.
Julio bukan hanya mengkhianati istrinya namun ia membohongi ana dengan mengaku lajang untuk mendapatkan hati dan tubuh ana, selain itu ia juga di duga menggelapkan dana perusahaan tempatnya bekerja serta perusahaan milik istrinya.
Lalu apa sajakah KARMA yang akan di terima oleh julio?
Semuanya akan di ceritakan di Novel ini.
Terima kasih, selamat membaca😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Di hari keempat dokter sudah memperbolehkan retno dan bayinya untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di kediamannya, mata Julio bergerilya mencari keberadaan ibundanya.
"Ibu sedang berada di rumah ibuku mas." ucap Retno.
Ia menceritakan jika ibu mertuanya itu sempat pingsan di kamar mandi sebelum dirinya melahirkan, sehingga ibu mertuanya untuk sementara tingga di rumah ibunya agar bisa di rawat oleh saudara-saudaranya yang lain.
"Oh ya sudah kalau begitu" ucap Julio dingin.
Retno mencoba membuka topik obrolan dengan suaminya, ia mencoba memberanikan diri menanyakan keberadaan suaminya selama beberapa hari ini tidak ada kabar sama sekali.
"Aku sedang urusan yang harus aku selesaikan" jawabnya datar.
"Apa tidak bisa sebentar saja mengabariku?" tanya Retno kembali.
Sebagai seorang istri dirinya bukan hanya membutuhkan perhatian dari suaminya, namun ia juga sangat mengkhawatirkan suaminya, ia takut terjadi apa-apa dengan suaminya.
"Kamu ini cerewet sekali, aku sangat sibuk mana sempat aku memegang handphone." Julio mulai menaikan nada bicaranya.
"Ya sudah kalau begitu, jadi kapan abi mau kembali ke kantor, mengurus perusahaan Alm.Bapakku?" Reno mencoba mengalihkan topik pembicaraan agar suaminya tak lagi marah kepadanya.
"Mulai besok aku akan ke sana."
Tak lama kemudian rangga datang dengan membawa pesawat-pesawatan yang sayap bagian kirinya patah.
"Abi, tolong betulkan pesawat-pesawatan miliku." pinta Rangga.
"Kau betulkan saja sendiri atau kau suruh Umimu." Julio pergi meninggalkan istri dan anaknya.
Pria itu pergi ke belakang rumahnya untuk menghubungi Anggel, sudah beberapa hari tidak berhubungan intim dengannya membuat pria itu uring-uringan, di tambah dengan kondisi istrinya yang masih menjalani masa nifas tentu dirinya sangat sulit untuk menyalurkan hasratnya.
"Sorry, I didn't mean to leave you honey."
Melalu sambungan telepon pria itu meminta maaf kepada Anggel karena telah meninggalkannya di hotel Singapore.
"I need his warmth your body, honey" ucap Julio menyakinkan Anggel, bahwa dirinya sangat membutuhkan tubuh Anggel.
"Please anggel, you come here. I waited for you." pria itu terus memohon kepada Anggel untuk datang menemuinya ke Jogja karena dirinya tidak bisa datang ke Singapore menemui Anggel.
Bruug...
Tak jauh dari tempatnya menghubungi Anggel, secara tak sengaja Rangga menjatuhkan box yang berisi obeng dan perkakas lainnya, kakinya tersandung sehingga box tersebut terlepas dari pegangan tangannya.
Seketika julio menoleh ke arah rangga dan menghampiri putra sulungnya.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" bentak Julio dengan nada tinggi.
"A-aku hanya ingin mengambil obeng ini, untuk membetulkan mainanku yang rusak" jawab Rangga dengan terbata-bata, ia termat takut melihat kilatan kemarahan di mata Abinya.
"Apa kamu mendengar percakapan abi tadi?" tanya julio curiga, ia mengetahui dengan pasti jika putra sulungnya sangat fasih dalam berbahas inggris sehingga ia takut jika Rangga mendengar pembicaraannya dengan Anggel.
"Tidak abi, aku tidak mendengar apa pun." jawab rangga dengan tubuh yang mulai gemetar.
"Jangan bohong kamu" Julio merebut mainan rangga kemudian membantingnya, kemudian ia pergi meninggalkan rangga yang menangis karena mainannya semakin rusak karena di banting abinya.
Retno pun berlari menghampiri putra sulungnya yang sedang menangis.
"Ada apa mas?" tanya Retno.
Matanya merotasikan ke arah mainan rangga yang tergeletak dan hancur berkeping-keping berserakan di lantai.
Meski sangat sendih karena mainanya di rusak oleh Abinya namun Rangga tak menceritakan apa pun kepada uminya, ia hanya mengatakan jika dirinya tak sengaja terjatuh dan menimpa mainannya sehingga mainannya menjadi hancur.
"Ya sudah nanti umi belikan lagi yang baru ya, sekarang bantu umi jaga adikmu sebentar ya."
Rangga pun menganggukan kepalanya, kemudian menuruti perintah Uminya untuk menjaga adiknya sementara ibunya pergi ke toilet.
Selang beberapa hari kemudian Julio di kejutkan oleh kedatangan Ana ke kediamnnya
"An...ana" suara julio terdengar lirih menyebut nama Ana.
Tiba-tiba dari arah belakang tubuh Julio, Retno datang sambil menggendong bayinya.
"Siapa Bi?" tanya Retno, penasaran. Ia mengira salah satu kerabatnya yang datang untuk menjenguk dirinya pasca melahirkan putra keduanya.
Julio tidak menjawab pertanyaannya, ia masih terus menatap Ana lekat-lekat.
"Bo..boleh saya pinjam toiletnya?" Ana menutup mulutnya menahan mualnya.
"Boleh silahkan masuk mba" Retno mempersilahkan Ana masuk ke rumahnya dan mengantarkan Ana ke toilet.
"Abi tolong tungguin dulu mbaknya, aku mau menidurkan adek dan membuatkan teh hangat untuk mbanya" ucap Retno.
Kemudian Retno berjalan ke kamar putra bungsunya, meninggalkan Julio yang sedang mununggu ana di depan toilet.
Ada perasaan khawatir melihat ana yang tengah muntah-muntah, julio pun mengetuk pintu toilet.
"Apa kamu baik-baik saja, An?" tanya Julio dari luar kamar mandi, wajahnya berubah menjadi panik mendengar wanita yang di cintainya muntah-muntah di dalam kamar mandinya.
Tidak ada jawaban apa pun dari Ana, hampir dua puluh menit kemudian Ana baru keluar dari toilet.
"Apa kamu baik-baik saja sayang?" Julio kembali mengulang pertanyaannya sambil memegang bahu Ana.
Dengan secepat kilat ana mengibaskan tangan julio "Jangan sentuh aku!! aku baik-baik saja" jawab Ana dengan ketus dan tatapan tajam.
"Oke, kalo begitu mari kita duduk dulu." Julio meminta Ana untuk duduk di ruang tamunya.
Sebenarnya Ana sudah tak ingin melihat wajah pria yang telah membohongi dan meninggalkannya, namun karena ia penasaran mengapa rumah neneknya bisa di tempati oleh Julio, dengan terpaksa Ana pun menuruti permintaan julio, ia mengikuti Julio menuju ruang tamu kediamannya kemudian ia duduk di sofa yang berjejer rapih di ruang tamu.
Beberapa menit kemudian Retno datang dengan membawa teh hangat untuk Ana, dan memberikannya kepada Ana.
"Bagaimana mba? sudah enakan? Perkenalkan nama saya retno" Retno mengulurkan tangannya ke arah Ana, Ana pun menerima jabatan tangannya.
"Saya Ana, maaf saya jadi merepotkan. Saya kemari karena ini adalah rumah Alm.Nenek saya, tapi mengapa mba dan keluarga yang menempatinya?" tanya Ana, dirinya butuh kejelasan mengapa Retno dan Julio bisa tinggal di rumah Alm.Neneknya.
"Maaf mba, dua bulan lalu saya dan suami saya ini telah membeli rumah ini dari Bapak Reino Alfian" jawab Retno.
'Papa, jadi papa telah menjual rumah ini' gumam Ana dalam hati.
"Ya sudah kalo begitu saya permisi dulu" Ana mengenakan tas selempangnya kemudian ia beranjak dari tempat duduknya, namun begitu Ana hendak berdiri Julio menahan ana dengan memegang tangannya
"Saya akan mengantarmu" ucap Julio menatap mata Ana dalam-dalam, terselip rasa kerinduan pada diri Julio ingin rasanya ia memeluk tubuh Ana dan mengelus perutnya untuk menyapa calon buah hatinya namun ia tak bisa lakukan hal tersebut lantara ada Retno di sisinya.
"Ti...tidak perlu, saya bisa pulang sendiri" tolak ana dengan tegas, wanita itu nampak langsung memealingkan wajahnya dari Julio.
"Ia mba biar suami saya saja yang mengantar, takut mbanya kenapa-kenapa di jalan. mbaknya kan tadi habis muntah pasti sekarang lemas" Ucap retno kepada ana, kemudian ia beralih kepada suaminya "Ayo Abi ganti baju dulu, nanti mba Ana menunggu lama" ucap Retno
"Hem.." julio berjalan menuju kamarnya.
'Aku tidak akan melepaskanmu sayang, bayi dalam kandunganmu akan menjadi penghubung hubungan kita' gumam julio sambil mengganti pakaiannya
sungguh menguras air mata, tapi sangat puas n byk pelajaran yg bisa diambil dlm cerita ini
sungguh sangat terharu dgn novel ini