Senja merasa menderita dengan pernikahan yang terpaksa ia jalani bersama seorang CEO bernama Arsaka Bumantara. Pria yang menikahinya itu selalu membuatnya merasa terhina, hingga kehilangan kepercayaan diri. Namun sebuah kejadian membuat dunia berbalik seratus delapan puluh derajat. Bagaimana kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balasan Pertama
Saka melangkah masuk ke kamarnya setelah menikam Senja dengan kata-kata kejinya, senyum kecil yang dingin, semakin menegaskan kebusukan hatinya.
Setelah menutup pintu ia bersandar sejenak sambil menghembuskan napas panjang di pintu kamarnya. "Aku semakin yakin, jika dia bukan perempuan baik baik," gumamnya. "Sayangnya aku tidak punya bukti untuk Menjatuhkannya di hadapan keluarga ku."
Pria itu bergeming sejenak, sementara otaknya bekerja mencari jalan. "Oh iya, sepertinya aku harus menciptakan bukti sendiri."
Dia melangkah menghampiri nakasnya, lalu menghempaskan bokongnya di atas tempat tidur.
Dia merogoh saku celananya untuk mendapatkan gawai pintar yang selalu menemaninya setiap saat itu. Tangannya mengotak atik benda pipih itu, entah apa yang ia tulisan hingga wajah terlihat begitu serius.
Tak berapa lama dia kembali meletakkan handphonenya di atas meja kecil itu lalu menghembuskan napas kasar. Kemudian mengambil botol air mineral dan membuka tutup botolnya. Setelah dahaganya reda, ia meletakkan botol itu kembali. "Aku harus memastikan dia sudah tidur terlebih dahulu."
Saka melangkah perlahan mengendap-endap dan berhenti di depan kamar Senja. Dia menempelkan daun telinganya untuk memastikan keadaan di dalam sana.
Masih terdengar isak tangis Senja, dan wanita yang ia nikahi dua hari yang lalu sedang berbicara di telpon dengan seseorang. Suara Senja yang terputus putus sehingga tak bisa di dengar dengan jelas.
"Kalau begitu, nanti saja dia belum tidur." Saka kembali melangkah meninggalkan kamarnya.
Sementara itu Senja berbicara dengan seseorang di sambungan telepon dengan tersendat sendat sambil menahan tangisan pilunya."Sumpah Tante! aku bukannya tidak mau bayar, tapi aku benar-benar kena musibah, asal tante tahu, karena ingin menuruti keinginan Tante, aku nyaris jadi korban perkosa*n."
"Halah, yang benar saja?! Kau jangan menipu Senja! besok jika kau tidak bayar, maka aku sendiri yang akan mendatangi keluarga suamimu, dan... '
" Cukup Tante! kau tidak usah mengancam ku, aku akan bayar, Tante datang sendiri saja ke rumah ku, besok."
Haha.. tawa wanita itu terdengar bahagia. "Ini yang aku tunggu! baiklah kirim saja lokasi rumah mu, dengan senang hati aku akan bertamu di san..."
Tanpa menunggu wanita itu menyelesaikan percakapannya Senja memutuskan sambungan teleponnya. Dengan tangan yang masih gemetar karena trauma, ia mengirimkan lokasi rumahnya.
Setelah sambungan telepon berakhir, Senja masih terpaku beberapa detik. Suara tantenya yang dingin dan penuh tekanan masih terngiang di telinganya kata-kata yang seharusnya menenangkan, justru menusuk seperti pisau ke dalam hatinya.
Tak sanggup lagi menahan desakan batinnya, dia melemparkan ponselnya ke lantai untuk meluapkan emosi.
Suara keras benda itu memantul di seluruh ruangan, diikuti oleh isak yang meledak begitu saja. “Kenapa... kenapa semua orang seperti ini padaku?” serunya parau.
Ia menunduk, kedua tangannya meremas rambut dan kepalanya dengan putus asa. Tubuhnya bergetar hebat. Tangisnya bukan lagi sekadar kesedihan tapi campuran antara kecewa, marah, sekaligus kehilangan arah.
“Suamiku benci ku... tanteku pun terus terusan memeras ku.. Ya Tuhan...aku harus ke mana?” gumamnya dengan suara bergetar.
Senja jatuh menatap kosong ke depan. Satu-satunya hal yang tersisa hanyalah rasa sepi yang menghimpit dada. Kesendirian dan tekanan yang datang secara bertubi-tubi.
Tak ada yang bisa ia lakukan, kecuali menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur, memejamkan mata dan berusaha menghibur diri jika suatu saat nanti ia akan temukan bahagia.
****
Sinar matahari perlahan masuk melalui celah celah jendela di dapur. Senja masih berkutat dengan wajah pucat dan matanya yang sembab, meskipun hatinya masih terasa basah oleh luka semalam, ia bertekad menjalankan kewajibannya.
Tangannya sibuk memainkan spatula demi menyiapkan sarapan nasi goreng telur dadar, hal biasa ia lakukan di kesehariannya. Setelah makanan itu jadi, ia menyeduh secangkir teh hangat, berharap bisa menghangatkan suasana.
Miris memang, setelah semua perlakuan buruk yang ia terima, Senja masih berharap suaminya itu berubah, minimal bersikap lebih manis terhadapnya.
Ketika suara langkah kaki terdengar dari arah kamar, Senja segera menegakkan tubuhnya. Ia memaksakan senyum kecil.
“Mas... aku sudah siapkan sarapan. Tehnya masih hangat,” ucapnya lembut, sambil meletakkan cangkir di atas meja makan.
Saka melangkah keluar dengan wajah datar. Pandangannya jatuh pada cangkir itu, lalu pada istrinya yang tampak gugup menunggu respons. Namun, alih-alih menghargai niat baiknya, senyum sinis justru muncul di sudut bibirnya.
“Aku nggak mau!” ucapnya lugas. “Siapa tahu kamu udah kasih pelet di dalamnya.”
Senja terdiam. Senyum yang tadi ia paksakan perlahan luntur. “Mas... aku cuma—”
“Cukup,” potong Saka dingin. “Sekali lagi, jangan coba coba kamu membuatkan makan untuk ku karena tidak akan aku sentuh sama sekali,karena aku tahu, perempuan sepertimu pasti melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan, dan… tidak menutup kemungkinan dengan menggunakan sihir. “
dan Kata-kata itu terasa seperti cambuk di dada Senja. Tangannya yang masih memegang cangkir teh bergetar, matanya berkaca-kaca. Ia mencoba menahan tangis di hadapan suaminya, tapi bibirnya tak mampu lagi menyembunyikan getir yang menggumpal.
“Mas... aku tahu, kamu sempurna, kamu ganteng, kaya, keren, dan masih muda, tapi ingat..” Senja mengarahkan jari telunjuknya dengan tangan gemetar. “Aku tidak akan pernah menggadaikan imanku, meskipun seorang malaikat yang menghampiri ku, apa lagi kamu yang cuma manusia biasa!” ujarnya dengan ketus. Dia menelan ludahnya berkali-kali sebelum melanjutkan penuturannya.“Oh ya… kamu jangan geer ya, daripada mikirin ilmu sihir untuk menundukkan kamu, lebih baik aku perbanyak berdoa agar Tuhan memberikan aku jodoh yang lebih baik dari mu!”
Seketika itu mata Saka terbelalak. Mulutnya terkunci seperti tak mampu berkata-kata lagi. Dia kembali menatap Senja tajam dan dingin. Sebelum pergi melangkah satu kata pun.
Senja menatap punggung suaminya yang berlalu darinya. Meskipun berhasil menangkis dan membalas serangan tajam dari kata kata suaminya, tetap saja ia merasa sakit hati. Tangannya tergenggam erat, tubuhnya bergetar.“Aku tidak Terima kau perlakuan seperti ini, lihat saja akan ku buat kau tergila gila pada ku, suatu saat nanti!” ujarnya dengan penuh tekad, tak terasa air mata menetes di pipinya.
Bruk.. Pintu dibanting keras.
Senja nyaris terlonjak, seketika membuatnya tersadar dari apa yang telah ia ucapan. Seketika itu dia mengusap dadanya lalu beristighfar. “Astaghfirullah!
“Ya Tuhan, jangan jadi kan aku seorang yang pendendam, jadikan aku pribadi yang kuat setelah ini. Lalu ia mengatur napasnya untuk meredam emosi.
Ya, hati Senja memang rapuh. Namun ia sudah terbiasa mengobati luka hati yang ditorehkan oleh orang-orang sekelilingnya. Setelah suasana hatinya membaik ia menikmati sarapan itu seorang diri.
ku rasa jauh di banding kan senja
paling jg bobrok Kaya sampah
lah ini suami gemblung dulu nyuruh dekat sekarang malah kepanasan pakai ngecam pula
pls Thor bikin dia yg mati kutu Ding jangan senja
tapi jarang sih yg kaya gitu banyaknya gampang luluh cuma bilang i love you