Camelia mengulurkan tangannya untuk Raisa, ketika mereka masih kecil. Camelia meminta orang tuanya mengadopsi Raisa, menjadi kakaknya, karena Raisa sudah menjadi yatim piatu akibat kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan.
Sayangnya setelah dewasa, keduanya jatuh cinta pada pria yang sama. Raisa yang merasa iri dengki pada Camelia yang mendapatkan segalanya. Bahkan tega meracuni kedua orang tua Camelia, juga Camelia. Bahkan membakar rumahnya.
Setelah itu, Raisa melakukan operasi plastik persis seperti wajah Camelia. Rayyan yang baru kembali dari luar negeri, membawa Camelia palsu ke rumahnya, menikahinya.
Tanpa dia tahu, Camelia yang asli tengah berjuang antara hidup dan mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Bermuka Dua
Melihat bibi Uni dalam keadaan biasa saja, tidak terlihat sedih seperti orang yang baru saja dimarahi. Raisa terlihat tidak senang.
"Bibi Uni tidak dipecat?" tanya Raisa pada Uni.
Uni menghela nafas panjang.
"Kenapa bibi dipecat non? bibi salah apa memangnya?" tanya Uni.
Wanita itu juga sepertinya tidak terlalu pintar. Masa iya dia tidak curiga pada pertanyaan Raisa itu. Atau Raisa yang memang pintar bersandiwara.
"Bibi, jahit lagi!" kata Camelia kecil menyodorkan boneka pandanya.
Bibi Uni segera mengalihkan perhatiannya dari Raisa ke Camelia.
"Iya non, bibi akan jahit lagi!"
"Kenapa tidak mau tukar saja sih, Ca?" tanya Raisa yang kali ini terdengar agak kesal.
Uni kembali menoleh ke arah Raisa.
"Non, ini kan hadiah dari nyonya besar. Wajar kalau nona Caca tidak mau tukar. Sebaiknya lain kali, nona Raisa jangan pinjam boneka nona Caca lagi ya!" kata bibi Uni yang membuat Raisa mendengus kesal.
'Heh, dia itu hanya pelayan. Berani sekali dia bicara seperti itu padaku. Menyebalkan!' omelnya dalam hati lalu keluar dari kamar Caca sambil menghentakkan kakinya kesal.
Brakk
"Ya ampun..." keluh Uni melihat ke arah pintu kamar Caca.
Raisa keluar dengan kesal, bahkan membanting pintu kamar Caca dengan keras. Membuat Uni sampai mengusap dadanya. Kenapa anak kecil itu, tempramen sekali.
"Nona Caca, lain kali. Jangan pinjamkan boneka nona pada nona Raisa ya!" kata Uni memasak Camelia kecil. Uni mulai merasa kalau gadis kecil yang di adopsi oleh ayah dan ibu Camelia itu berperangai tidak baik.
Beberapa hari berlalu, Vivian yang mendengar kalau Vania sudah berhenti bekerja pun mengunjungi cucu dan menantunya itu. Tentu saja, Vivian tidak pernah datang dengan tangan kosong. Dia selalu membawa oleh-oleh yang banyak untuk cucunya. Kali ini dia membawakan gaun yang sangat cantik.
Raisa yang sama sekali tidak diberi hadiah hanya bisa berdiri melihat semua hadiah itu diterima oleh Camelia dari pojok ruang keluarga itu.
Vania yang kasihan pada Raisa. Mendekati putri angkatnya itu.
"Raisa, ayo duduk bersama. Nenek Vivian bawa kue banyak sekali. Makanlah!" kata Vania mengajak Raisa untuk mendekat dan duduk di sebelahnya.
Sementara Vivian sama sekali tidak perduli pada Raisa. Tapi, dia juga tidak melarang Vania memberikan kue yang dia bawa untuk Raisa.
"Caca sayang, coba salah satu gaunnya. Uni, banyu nona muda!" kata Vivian dengan tegas pada Uni.
"Baik nyonya besar" jawab Uni yang langsung membawa gaun-gaun cantik ala putri kerajaan itu ke kamar Camelia.
"Ibu, aku mau ikut..."
Baru saja Raisa mau mengikuti Camelia dan Uni. Vivian langsung menahannya dengan suara dan tatapan tegas.
"Tidak usah! kamu disini saja!" kata Vivian.
Vania yang tadinya sudah melepaskan tangan Raisa, kembali menggenggam tangan anak angkatnya itu.
"Ibu, tolong jangan berteriak seperti itu pada Raisa..."
"Kamu yang terlalu lembut Vania. Terlalu lembek, bagaimana nanti kalau dia ini tambah kurang ajar!" kesal Vivian.
Tadi, saat Vania sedang membuatkan minuman. Dan Raisa juga belum datang ke ruang keluarga itu, Camelia datang sambil berlari memeluk neneknya. Vivian tentu saja bertanya, mana boneka pandanya, kok tumben tidak di bawa-bawa. Uni segera menjawab, dan menceritakan apa yang terjadi. Karena memang boneka panda itu sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Dan matanya yang hilang itu, Uni sudah menyisir sekeliling taman tempat boneka itu terjatuh. Tapi tidak menemukannya. Pada akhirnya, setelah dijahit sana sini. Boneka itu malah terlihat mengerikan. Jadi, daripada Camelia terus sedih, Uni menyarankan pada Camelia untuk menyimpannya saja.
Mendengar apa yang diceritakan oleh Uni. Tentu saja Vivian marah.
"Bukan masalah harganya Vania. Boneka panda itu cuma 1500 dolar saja harganya. Tidak mahal. Tapi cara anak ini tidak bertanggung jawab dan tidak menghargai apa yang sangat disukai Caca!"
Raisa yang pada akhirnya mengerti, kalau neneknya Caca ini marah karena masalah boneka panda itu. Semakin kesal.
'Dasar tukang ngadu! Awas saja! aku akan buat perhitungan dengannya!' batin Raisa yang malah bukannya merasa tidak enak sudah sengaja merusak boneka panda Caca. Tapi malah menyalahkan Caca. Padahal juga bukan Caca yang mengadu pada neneknya.
Vania menghela nafas panjang. Dia pikir masalah itu sudah selesai. Benar juga, dia malah tidak mengurus masalah itu lagi. Dia kemarin sibuk dengan pengunduran dirinya dari rumah sakit.
"Maaf Bu, lain kali aku akan lebih memperhatikan anak-anak. Tapi, kata Raisa dan Uni. Boneka itu di ambil si belang dan jatuh dari jendela kamar Raisa..."
"Vania, kamu mungkin bisa dengan mudah anak kecil ini kelabui ya! tapi ibu tidak! Mana ada ceritanya kucing yang ukurannya tidak seberapa, membawa boneka yang lebih besar. Masuk akal tidak? pasti dia sengaja merusak bonekanya Caca. Sudahlah, karena kalian sudah mengadopsinya. Paling benar, masukkan dia di sekolah asrama saja! jangan tinggal satu rumah sama Caca. Ibu khawatir, kemarin dia merusak boneka Caca. Bisa saja besok dia merusak yang lainnya!"
Raisa merasa kalau Vivian benar-benar akan membuat masalah besar untuknya.
'Tidak bisa! sudah enak-enak tinggal di rumah mewah. Pakaian bagus, makanan enak. Tempat tidur yang sangat bagus dan nyaman. Ada pelayan yang bisa disuruh-suruh. Aku tidak mau tinggal di asrama. Kan tidak ada pelayan di sana! tidak bisa. Aku harus lakukan sesuatu!' batin Raisa.
Anak yang tumbuh di jalanan, yang terkadang tidak terpantau oleh orang tuanya. Tentu saja menjadi dewasa oh keadaan. Tubuhnya dan usianya mungkin memang baru 8 tahun. Tapi pikirannya dan cara bicaranya. Sudah melebihi usianya itu. Dewasa oleh keadaan, sebelum waktunya. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk menggambar seperti apa Raisa.
Grepp
Raisa langsung memeluk Vania dan dengan cepat, gadis kecil itu bahkan sudah mengeluarkan deraian air matanya.
"Ibu... hiks! aku sungguh tidak merusak boneka Caca. Aku sudah berniat menukarnya dengan boneka beruang yang ibu berikan yang baru itu. Tapi Caca tidak mau. Aku tidak sengaja ibu, maafkan aku. Aku tidak mau tinggal di asrama. Tidak mau ibu! jangan usir aku ibu, tolong jangan usir aku! aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi ibu, aku sebatang kara, aku janji akan jadi anak yang lebih baik lagi. Tolong jangan usir aku, ibu hiks..." tangis Raisa semakin menjadi.
Vania merasa sangat kasihan. Dia pun merangkul dan memeluk Raisa.
"Tidak sayang, ibu tidak akan mengusirmu. Jangan menangis ya"
Vivian mendesah kasar melihat menantunya yang masih saja tertipu anak bermuka dua itu.
'Ck, kalau begini terus! nanti cucu kandungku yang dirugikan. Aku harus cari cara, anak ini benar-benar bermuka dua. Mana mungkin boneka itu rusak oleh kucing. Aku yakin dia yang merusaknya. Dasar bermuka dua' batin Vivian kesal .
***
Bersambung...
m...
sulit berpaling dari pesona Camelia 🤭
hatinya Raisa kotor sekali ya, minta di Rinso sepertinya biar bersih tanpa noda 🤣🤣🤭🤭
kok jadi kayak gitu anaknya 🤭