NovelToon NovelToon
MALAM TELAH TIBA

MALAM TELAH TIBA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Bullying dan Balas Dendam / Game
Popularitas:535
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Sekelompok siswa SMA dipaksa memainkan permainan Mafia yang mematikan di sebuah pusat retret. Siswa kelas 11 dari SMA Bunga Bangsa melakukan karyawisata. Saat malam tiba, semua siswa di gedung tersebut menerima pesan yang menunjukkan permainan mafia akan segera dimulai. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan menyingkirkan teman sekelas dan menemukan Mafia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebingungan dan Jalan Keluar

Belum genap sehari, namun lelah sudah menjarah keseluruh tubuh. Semua murid yang tersisa memilih mengistirahatkan dirinya didalam gedung, sambil memikirkan rencana terbaik apa untuk mereka selanjutnya. Terlebih raut kencang Dion yang terlihat, cukup membuat Khalil juga ikut berpikir.

Jihan yang sembari tadi sibuk mengotak-atik ponselnya mulai melempar dengan kesal, sebelum kembali di ambil oleh Farhan. Layarnya masih menyala dan itu adalah teknologi paling luar biasa yang pernah Khalil temukan.

“Farhan, kemarilah” Khalil melambaikan tangannya, menyuruh Farhan mendekat ke arahnya setelah mengembalikan ponsel milik Jihan.

“Lo ngapain ngambilin HP dia? Dia masih punya tangan buat ambil HP nya sendiri”

Farhan menunduk, “itu kan tugas gue, dia yang nyuruh jadi gue ambilin”

Khalil geram, pria itu mendengus menatap Hagian dan kedua temannya sebelum kembali menatap Farhan, “terus sampai kapan?”

Jelas Farhan tidak tahu. Dia tidak punya cukup kuasa dan tenaga untuk melawan balik. Lagian lebih baik menurut daripada diberi hantaman oleh Hagian kan?

“Sialan! Kenapa HP nya nggak berfungsi sih?!” Runtukan Jihan membuat semua orang sejenak melengos dan mulai memastikan ponsel mereka masing masing.

“Kita harus gimana sekarang? Kita nggak akan mati disini kan?” Rengek tanvis Melanie memecah ketegangan. Bukan ini yang Dion mau, apalagi melihat raut ketakutan teman-temannya, terasa sangat menyiksa.

“Kita tunggu Pak Cipto aja”

“Nunggu Pak Cipto? Dia nggak dateng dari kemari, Dion! Berapa lama lagi kita harus nunggu sama mayat-mayat ini?!” Olive membuka suaranya. Dengan panik sekaligus bersedih, Nathan mengusap punggung Olive. Berusaha menenangkan kekasihnya.

“Bisa nggak sih, nggak usah nyebut dengan sebutan mayat?!” Pekik Sinta.

“Kenapa? Mereka kan udah mati, terus menurut lo harus panggil dengan sebutan apa?” Olive menderu, menatap wajah Sinta dengan cukup tegang.

Walau benar, tapi ujaran Olive yang frontal membuat semua orang merasa dua kali lebih takut.

“Lo bisa ngelakuin sesuatu nggak sih? Gue udah nggak betah banget, anjing!” Sentak Olive sambil mengarahkan pandangannya pada Dion. Bersamaan seruan Endru sambil memukul dinding yang ada didekatnya, lantas pria itu mendekati Olive.

Tak peduli gadis atau pria, “lo bisa diem nggak? Kenapa lo bisa ngomong gitu, setelah lihat apa yang udah terjadi pas kita nyoba buat pergi dari sini?!”

Nathan menghadang tubuh Endru, agar sedikit lebih menjauh dari kekasihnya. Dibatas manik mendelik, “kalok gitu pergi aja sana!”

“Yun, lo juga nggak tahu kapan Pak Cipto bakal balik?” Nathan menoleh pada Yuna, dibalas gelengan kecil saat Endru dan Olive kembali merasa resah. Mengusap wajahnya kasar dan berusaha berpikir dengan jernih.

“Gimana caranya gue bisa tahu kalok nggak ada yang bisa dihubungi, bahkan sekarang semua jaringan nol”

“Udahlah” desis Khalil, sebelum beranjak menaiki tangga.

“Mau kemana?”

Tanpa menoleh sedikitpun ke arah Dion, Khalil terus melangkahkan kakinya, “gue mau balik ke kamar”

Bertepatan dengan pergerakan Khalil. Semua juga memilih untuk melakukan hal yang sama. Entah kembali ke kamar untuk beristirahat atau sejenak menghilang untuk mencari cara keluar dari gedung mengerikan ini.

Pria itu masih sesekali sibuk dengan ponselnya, sambil sesekali mengamati sekeliling yang sepi.

“Si brengsek itu, ngapain lagi sih?” Cicitan Khalil terdengar samar, jauh darinya mendapati Hagian dan kedua temannya mengambil macam kunci penjagaan, walau berujung dia acuhkan.

Khalil merebahkan tubuhnya ke ranjang sambil terua mengotak-atik ponselnya.

Waktu diskusi selama 15 menit.

Polisi 2

Lo juga polisi? Nama lo siapa?

Polisi 1

Iya gue polisi, nama gue xxx lo siapa?

Peserta Tidak Boleh Membongkar Identitas Mereka.

Polisi 2

Siapa? Aku xxx

Peserta Tidak Boleh Membongkar Identitas Mereka.

Polisi 1

Kita nggak bisa bongkar identitas kita

Polisi 2

Notifikasinya juga muncul di gue, terus gimana?

Tapi gapapa kalik ya, lo mencurigai siapa yang jadi mafianya?

Polisi 1

Iya, gue curiga sama,—

Waktu berdiskusi sudah selesai.

“Sialan!” Decak Khalil kesal saat mendapati laman room chat keluar tanpa bisa dikembalikan lagi, “goblok banget, harusnya gue tanyain soal mafia itu”

Khalil menghela napas, menatap langit-langit kamar, “Siapa polisi lainnya? Gue pikir dia cewek tapi nggak yakin juga sih”

“Kalok gue periksa identitas yang lain, sistemnya pasti nggak akan bekerja, dan buat gue nunggu 48 jam”

“Aneh banget, pas dijalan terus sekarang aplikasi yang tiba-tiba ke install, nggak ada internet bahkan sinyal, terus nggak ada tanda-tanda Pak Cipto bakal balik” Khalil memejamkan mata.

“Bukan Bima, kalok ini bikinan dia ngapain terus bunuh diri? Kayak orang gila aja tuh anak” decaknya kesal.

Khalil…

Khalil membuka matanya, mengintai kamarnya yang sepi. Hanya ada suara AC dan keheningan, tidak ada siapapun.

“Capek kalik gue ah!” Kesalnya sambil kembali merebahkan tubuhnya, menutup kedua matanya dengan lengan kanan.

Khalil…

“Si anjing!” Kali ini Khalil berdiri, mengamati dengan cukup jeli. Memastikan bahwa pengelihatan dan pendengarannya sedang tidak bermasalah.

Selamatkan mereka…

Deg… deg… deg…

Khalil terdiam bersama suara degub jantung yang semakin kencang. Bisikan yang sama seperti kemarin, siapa orang gila yang membuat game ini jadi jauh lebih menyeramkan?

Pria itu mengusap kedua lengannya, menetralisir bulu kuduk yang mulai berdiri. Isi otak yang penuh dengan pertanyaan-pertanyaan konyol mulai terarah pada kejadian yang Bima ceritakan kala itu. Tentang seorang gadis yang sempat bunuh diri di gedung ini.

“Apa itu suaranya?”

Dion

Semuanya tolong kumpul di aula, ada yang mau gue sampein.

Khalil mengerenyit, beranjak meninggalkan kamar dengan langkah kaki yang cukup cepat. Menuju aula yang sudah dipenuhi sisa murid yang ada.

“Kenapa?”

“Khal, kita udah nemu jalur buat cari jalan keluarnya” Arsya menyahut, membuat Khalil mengalihkan pandangan pada gadis itu dengan penasaran.

“Serius, dimana?” Khalil mendekat, tepat disebelah Agil dan Sadam untuk menerima penjelasan lebih lanjut dari Arsya.

“Kita bisa naik gunung di belakang gedung, kita nemu jalur disana”

“Nggak ngelewatin batas garis putih itu kan?”

Arsya mendongak dengan gelengan kecil. Tatapan tajam Khalil mengisyaratkan kepercayaan pada gadis dihadapannya.

Asrya adalah salah satu yang terpintar, selalu punya banyak cara, menemukan jalan keluar dari setiap masalah yang ada. Jadi Khalil tidak ingin kecewa hanya karena gadis itu melupakan hal-hal kecil seperti ini.

“Nggak ada salahnya nyoba” Hagian memecah tatapan mereka satu sama lain, “tapi nggak harus kita semua yang pergi kan?”

Dion melirik pada Khalil, “biar gue aja, nggak akan efisien kalau kita pergi semua” lantas menatap ke arah teman-temannya satu persatu.

“Biar gue ikut” Arsya mengajukan diri, namun lebih dulu ditolak oleh Dion. Dia juga tidak ingin Arsya lebih terluka, toh sebab dia terjatuh ke kolam renang saja belum sepenuhnya pulih. Bagaimana bisa dia akan mendaki gunung.

“Nggak usah, kaki lo masih sakit, lebih baik disini aja jagain yang lain”

“Kalau gitu kita yang bakalan ikut sama lo!” Yuna menyeret teman-temannya. Membuat sahutan kesal karena gadis itu mengambil keputusan sendiri, tanpa membicarakan dengan mereka dulu.

“Kok gue?” Tolak Fattah, namun sekali lagi di ancam dengan tatapan sarkas Yuna “Kalian harus ikut”

Olive menggeleng pelan, disusul sahutan Nathan yang mengikuti kemauan pacarnya. Lagian kalau hanya untuk mencari perhatian Dion, maka lakukanlah saja sendiri, tidak perlu mengajak teman-temannya.

“Kenapa kalian nggak pernah setia kawan? Intan, lo juga nggak mau ikut?”

Gadis itu hanya diam sebelum akhirnya Agil melangkahkan kakinya untuk mengajukan diri, “perpaduan yang luar biasa, kalau gitu biar gue yang ikut, kalian lemah banget sih”

“Kalo gitu gue ikut” timpal Intan yang disahut tatapan kebingungan dari Yuna. Karena sejuah dia mengenal Intan, dia hanya gadis lemah yang tidak begitu terlihat.

“Gue juga” Sinta kali ini berujar namun lebih dulu dihentikan Ditto dan Endru.

“Khal, lo ikut kan?” Pertanyaan Agil mengalihkan pandangan Khalil yang sembari tadi menyimpak obrolan tentang siapa yang akan naik ke gunung.

“Gue?” Khalil berpikir sejenak, “oke gue ikut”

“Oke, kita pergi sekarang” Dion berujar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!