Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 Janji Arsyad
Arsyad tersenyum tipis memandang mertuanya dengan iba. Merasa kasihan telah memilih orang yang salah dalam hidupnya. Lebih miris lagi manakala Mertuanya dengan teganya ingin memisahkan hubungan harmonis keluarga kecilnya.
"Arsyad ikut prihatin dengan keadaan Bapak saat ini. Aku tahu ceritanya dari Erina dan barusan istri Bapak juga ke sini merayuku untuk menyerahkan istriku pada sultan itu. Pak apakah dengan bercerainya kami, masalah Bapak akan selesai?"
"Ya tentu saja, dengan menikahkan Erina dengan sultan semuanya jadi beres. Bapak tidak dipenjara. Bapak ingin hidup tenang di masa tua Bapak," ujarnya yakin lalu menunduk sedih.
Arsyad tertawa miris. Ternyata mertuanya tidak peka terhadap rumah tangganya sendiri. Seraya hanya menggelengkan kepalanya saja.
"Gimana kamu mau kan, Nak menceraikan Erina hari ini juga?"
Arsyad menatap tajam Mertuanya yang masih berusaha merayunya.
"Maaf Pak. Arsyad masih mencintai dan menyayangi Erina. Rumah tangga kami baik-baik saja. Jadi aku mohon, Bapak jangan memisahkan kami...."
Braaaak!
Arsyad terhenyak, lelaki tua yang ada di hadapannya mulai merasa tidak suka dengan jawabannya. Kilatan mata Mertuanya memerah, wajah yang tadinya terlihat sedih berubah menjadi kemarahan yang memuncak.
"Kamu tuh ya, menantu ga tahu diri! Kamu sadar dong kamu itu siapa? Kamu hanya laki-laki yang numpang hidup di rumahku. Apa rumah tangga itu hanya bisa ditopang dengan cinta dan sayang, hah! Kamu itu hanya tukang ojek yang masih meminta belas kasih istri dalam mencari nafkah. Kamu engga mikir apa? Anak yang Erina temukan di tempat sampah itu juga butuh kehidupan yang layak. Jadi kamu jangan sok-sokan jadi pahlawan dalam rumah tanggamu dengan anakku!" sarkas Wangsa merasa marah atas jawaban menantunya.
Arsyad hanya tenang menghadapi Mertuanya yang mulai tersulut emosi. Dia tidak ingin membalas setiap perlakuannya dengan emosional karena akan menimbulkan kerusuhan dan perdebatan yang tak ada ujungnya. Biarlah mertuanya mengumpat dengan ucapan pedas level 25.
"Maaf Pak. Bukan ingin jadi pahlawan. Aku hanya ingin bertanggungjawab terhadap amanah yang diberikan Allah, itu saja. Erina dan Alana adalah tanggung jawabku. Kalau memang Bapak merasa keberatan dengan keberadaan ku di rumah ini, aku siap jika harus keluar dari sini detik ini juga. Asalkan anak dan istriku ikut,"" ujar Arsyad.
"Enak saja! Kamu mau ngasih apa buat anak istrimu, hah! Udah tahu sekarang kamu miskin. Kamu mikir pake otak! Berapa pun yang kau berikan pada Erina itu tidak ada apa-apanya. Kamu itu malah kurang dalam segala hal. Ingat ya Arsyad kalau kamu bersikukuh dengan pendirianmu, Bapak tidak tinggal diam. Apa pun akan Bapak lakukan agar kalian segera berpisah!"
Wangsa menunjuk-nunjuk muka Arsyad. Namun Arsyad tetap diam tidak melawan dengan ucapan atau tindakan.
Arsyad begitu menghargai mertuanya, bukan tidak ingin melawan. Ia tidak ingin menyakiti hati dan fisik orang tua yang sudah dianggap sebagai bapaknya juga. Kalau saja orang yang berhadapannya bukan mertuanya, tentu saja ia bisa merobek-robek mulut berbisa dari Mertuanya tersebut.
Dreeet!
Dreeet!
Sebuah nama memanggil dari ponsel Wangsa. Ia sedikit menjauh dari tempat berdiri untuk menerima panggilan tersebut. Beberapa menit kemudian Wangsa langsung pergi dari tempat itu setelah menerima telepon dari seseorang.
Arsyad hanya menggelengkan kepalanya menatap kepergian Mertuanya. Ia menghela nafasnya dengan berat.
"Erina, Abang akan selalu berusaha untuk melindungi mu. Abang tidak akan membiarkanmu menderita dan tersiksa. Abang akan selalu berusaha bisa membahagiakanmu. Abang tidak akan melepasmu untuk siapa pun," gumamnya dalam hati, seraya berjanji dalam hatinya
Arsyad melakukan sebuah perjalanan setelah mendapat orderan dari seseorang. Seraya bersyukur mendapat orderan pertama, walaupun lokasinya sangat jauh.
Arsyad menghentikan motornya di sebuah tempat yang sudah ditentukan si penumpang. Di sekelilingnya hanya perkebunan yang tak berpenghuni. Ada suara gemericik air dari tempat yang tak jauh dari tempat tersebut. Disinyalir itu sebuah air terjun. Seraya memindai lokasi yang terlihat sangat sepi.
Arsyad meraih ponsel yang ada di dalam kantong bajunya untuk mengecek dengan pasti siapa yang menjadi penumpang hari ini.
Tiba-tiba....
Bugh!
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan