Menikah dengan pria yang membuat hidupnya bagai di Surga membuat Ayu benar-benar bucin dan berjanji untuk tidak akan menikah lagi jika suaminya meninggal dunia duluan atau sebaliknya ia tidak akan membiarkan suaminya menikah lagi jika ia yang meninggal duluan. Namun apa boleh di kata kebahagiaannya tak berlangsung lama, Ayu meninggal setelah melahirkan putri pertamanya. Seperti Janjinya ia pun menjadi arwah penasaran untuk menjaga suaminya dari godaan wanita lain. Namun siapa sangka bayi mungilnya masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu membuat ia harus merelakan suaminya untuk menikah lagi dengan adiknya Hera. Awalnya ia tidak keberatan karena ia tahu benar Hera, pribadinya yang sangat baik bagai malaikat membuatnya mengikhlaskannya hingga ia rela melepaskan suami tercintanya. Namun kehadiran seorang wanita tua di rumahnya membuatnya sadar jika Heralah penyebab kematiannya???, lalu bagaimana kelanjutan hubungan Hera dan suami Ayu??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malaikat ku Berubah
Hari ke 7, Reina mendadak demam tinggi. Semua orang di buat panik, tidak terkecuali Ayu. Meskipun sudah di bawa ke rumah sakit ia tak kunjung sembuh, sampai harus di rawat di ruang ICU.
Ayu tampak begitu sedih, hingga tak berhenti menangis.
"Cup, cup, udah jangan nangis terus nanti banjir," ucap Mardi
"Andai saja agu bisa menggantikan sakitnya Rei, aku rela kok,"
"Mau ganti pake apa lo, nyawa aja udah gak ada!"
Ayu semakin keras menangis membuat Mardi langsung menutup telinganya.
Mendengar keponakannya di rawat, Hera pun berinisiatif untuk menjenguknya. Ajaib setelah Hera datang menjenguk, kondisi Reina langsung membaik hingga diijinkan pulang.
Takut terjadi sesuatu dengan Reina, Hera pun memutuskan untuk menginap di rumah Adi.
Malam itu, rumah Adi terasa lebih hidup dari biasanya. Kedatangan Hera membuat suasana rumah seakan kembali hangat. Reina tak lagi bangun malam dan menangis seperti biasanya. Ia tampak pulas di pelukan Hera.
Pemandangan itu membuat Ayu begitu tenang dan lega.
Adi yang penasaran dengan keadaan putrinya tersenyum tipis melihat Hera yang terlelap sambil memeluk Reina.
Ada rasa syukur di hatinya. Selama ini, ia merasa rumahnya dingin, penuh sepi. Kehadiran Hera sedikit banyak membuat suasana rumah menjadi hangat dan yang terpenting Reina sepertinya nyaman dengannya.
Di pojok ruangan, Ayu yang melayang tanpa terlihat manusia lain ikut senyum haru.
“Ya Tuhan, akhirnya Reina bisa tidur lelap juga malam ini. Makasih ya Ra, kamu itu memang malaikat…” gumamnya.
Keesokan harinya seorang wanita tua datang berkunjung.
Wanita itu di sambut hangat oleh Hera. Ia segera mengajak wanita itu menemui Reina. Wanita itu pun memijat Reina membuat Ayu mengira ia adalah dukun pijat bayi.
"Mungkin Reina kelelahan kali ya makanya butuh pijat. Baik banget sih kamu Hera?"
Ayu pun memperhatikan dengan seksama saat wanita tua itu memijat Reina.
"Sehat-sehat ya cah ayu?" ucap wanita tua itu kemudian memasang kalung ke leher Reina
Saat wanita itu keluar bersama Hera, Ayu pun mendekati Reina dan memperhatikan kalung nya.
"Halo Dede, kamu udah enakan ya abis pijet. Btw ini kalung apa ya??, kok kaya kalung yg di pakai Angling Darma??"
******
Malam harinya seperti biasa Ayu yang sering berkeliling rumah untuk memastikan Adi dan Reina aman, mendengar suara samar dari kamar Hera. Pintu tertutup rapat, tapi suaranya jelas, Hera sedang berbicara di telepon.
“Ya, semuanya berjalan lancar. Dia percaya. Bahkan mulai terbuka. Anak itu juga jadi anteng sekarang gak rewel lagi,” suara Hera pelan, nyaris berbisik.
Ayu menempelkan telinga gaibnya ke dinding, mencoba menangkap setiap kata.
“Sepertinya semuanya berjalan lancar seperti rencana Nyai, dan anehnya gak ada yang curiga. Aku gak sabar untuk mendapatkan Mas Adi??"
Jantung Ayu, atau entah apa yang ia miliki di alam arwah berdegup kencang.
"Mendapatkan Mas Adi? Apa maksudnya? Hera bicara dengan siapa?”
Wajah Ayu menegang. Ia ingat betul Hera dulu sosok yang lembut, selalu melindungi dirinya dari masalah. Tapi kalimat itu terasa asing, dingin, penuh maksud tersembunyi.
Keesokan harinya, Hera bertingkah seperti biasa. Menjemur Reina dan mengajaknya jalan-jalan. Namun ada yang berbeda hari itu ia sengaja membuat sarapan untuk Adi. Senyum manisnya tidak pernah hilang saat menemani kakak iparnya itu sarapan.
Adi sempat berkomentar, “Aku nggak tahu harus gimana balas kebaikanmu, Ra. Sejak kamu pindah, rumah ini rasanya jauh lebih hidup.”
Hera hanya menunduk malu, “Aku cuma ingin bantu. Aku tahu Ayu pasti ingin aku menjaga kalian.”
Kalimat itu membuat Ayu yang melayang di belakang mereka tersentak.
“Kalau bener niatnya tulus, kenapa semalem ngomong aneh di telepon?. Sebenarnya ada apa Ra??"
Hatinya mulai gamang. Antara percaya pada kenangan manis tentang Hera atau mengikuti intuisi gaibnya yang kerap benar.
Aneh, dari semalam hingga Pagi Mardi menghilang. Padahal Ayu sedang galau dan membutuhkan bantuannya.
Siang itu, Hanin datang. Ia tergopoh-gopoh dan wajahnya tampak panik.
“Aku mau ketemu Adi, ada hal penting,” ujar Hanin dengan wajah serius di depan pintu.
Adi menyambut ramah, “Oh, Hanin. Masuk, ayo.”
Hera muncul dari dapur, senyumnya manis. Tapi Ayu memperhatikan sorot matanya yang tajam sesaat. Ada sesuatu yang membuat Ayu merinding.
"Oh ada Hanin?" sapa Hera dengan senyuman misterius nya
Hanin hanya diam, Ia menarik Adi menjauh dari Hera.
Baru saja mereka duduk dan berbicara, tiba-tiba Hanin memegangi dadanya.
“Adi, aku… aku pusing, sesak…”
Tubuhnya gemetar hebat. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mengucur deras.
“Astaga! Hanin!” Adi panik, buru-buru meraih sahabat istrinya itu.
Hanin seketika jatuh pingsan.
Hera segera menghampiri mereka dengan wajah panik.
"Hanin kenapa mas?" tanyanya
Adi segera mengangkat Hanin, “Ra, tolong ambilin air, cepet!”
Hera berdiri terpaku sejenak, lalu dengan tergesa mengambil segelas air. Tapi Ayu melihat jelas sebelum memberikannya, Hera sempat menatap gelas itu dengan tatapan aneh.
Hanin meminum air tersebut, tapi tak lama ia muntah keras. Tubuhnya semakin melemah.
“Aku… aku kayak ada yang nyerang dari dalam…” ucap Hanin terbata sebelum matanya terpejam.
Adi segera membawa Hanin ke rumah sakit. Hera ikut, wajahnya panik. Tapi Ayu tahu, ada yang tidak beres.
Sepulang dari rumah sakit, Adi duduk lemas di ruang tamu. Hanin masih dalam perawatan intensif. Dokter bilang kondisi Hanin baik-baik saja, tapi Hanin merasakan sakit seolah tubuhnya bereaksi terhadap racun, tapi tidak ditemukan apa-apa di tubuhnya.
Adi frustrasi, “Kenapa Hanin tiba-tiba sakit begini? Padahal dia tadi sehat-sehat aja.”
Hera mencoba menenangkan, “Mungkin dia kecapekan. Jangan mikir yang aneh-aneh dulu, Mas.”
"Iya betul Mas, penyakit nya juga aneh, seperti di film-film. Apa namanya ya, gula-gula apa guna-guna??" sahut Ayu
Malamnya, Ayu kembali mendengar Hera berbicara di telepon. Kali ini lebih jelas.
“Gawat Nyai, hampir saja rahasia kita terbongkar. Aku gak tahu dari mana dia tahu dan dia mau memberitahu Adi, untungnya aku cepat bertindak. Pokoknya aku gak mau tahu, Nyai harus bereskan dia!"
Suara Ayu tercekat.
“Ya Tuhan, beneran dia? Jadi Hera penyebab Hanin sakit?”
Ia melayang di kamar Reina, memandang wajah anaknya yang tertidur pulas.
“Kalau Hera punya niat buruk, berarti Reina juga terancam. Aku nggak boleh tinggal diam…”
Keesokan harinya, Hera mengajak Adi dan Reina melihat album foto lama. Ia tertawa mengingat masa kecil bersama Ayu.
“Ayu dulu selalu cerewet, Ingat nggak, waktu dia marah karena aku diam-diam pinjem sepatunya?”
Adi tersenyum samar, “Iya, aku ingat. Dia selalu perhatian sama kamu, meski dengan cara bawel.”
Hera ikut tertawa, tapi Ayu hanya menatap dengan getir.
“Kenapa? Kenapa kamu berubah, Ra? Kamu dulu Malaikat ku, tapi kenapa sekarang aku lihat wajahmu penuh rahasia?”
Ayu merasa ada jurang besar antara kenangan indah dan kenyataan kelam yang ia lihat sekarang.
Suatu malam, Ayu mengikuti Hera yang keluar rumah. Ternyata Hera pergi ke belakang, di dekat pohon mangga besar. Ia membawa sebuah kotak kecil dan menaburkan sesuatu ke tanah.
“Dengan ini, aku pastikan semuanya berjalan lancar. Tidak ada yang boleh menghalangi,” bisiknya.
Ayu mendekat, melihat jelas isi kotak itu, foto Adi, Reina, dan segenggam rambut manusia.
Ayu membeku.
“Itu… ilmu hitam? Hera, apa yang kamu lakukan?”
Malam itu, Ayu kembali ke kamar Reina. Ia menatap anaknya yang terlelap, lalu menatap Adi yang tidur kelelahan di sofa.
“Aku nggak boleh salah. Kalau aku salah menilai Hera, berarti aku mengkhianati kenangan kita. Tapi kalau aku benar, berarti keluargaku dalam bahaya.”
Hatinya bimbang, tapi satu hal pasti: mulai malam ini, Ayu akan terus mengawasi Hera, mencari bukti kebenaran di balik senyum manis yang penuh misteri itu.
Dan dari balik tirai kamar, Hera terlihat menatap ke arah tempat Ayu melayang seolah bisa merasakan kehadiran sang arwah.
mgkin klo udh nemu yg pas dan ccok agak nya ayu akan tenang dan g gentanyangan lagi
apa setiap kali dpt lwt makanan apa ya jd ceoet kena juga itu si adi
rasuki suster itu
dan bilang jauhi dia serta menarik apa yg sudah di kirimkan sm hera wow keren dehh
jgn biarkan dia sng dan jgn birkan dia mengiasi semuanya
lawan ayuu
hera aq juga g iklas klo sam hera deh
ayu lawan hera aq suka itu apa misteri ya knp ayu ttp gntanyangan gtu
moga aja ini lekas terungkap knp ayu masih saja bisa kalyapan sdkn hanin g
adi ceoetan sadar yaaa