Aruna terjebak ONS dengan seorang CEO bernama Julian. mereka tidak saling mengenal, tapi memiliki rasa nyaman yang tidak bisa di jelaskan. setelah lima tahun mereka secara tidak sengaja dipertemukan kembali oleh takdir. ternyata wanita itu sudah memiliki anak. Namun pria itu justru penasaran dan mengira anak tersebut adalah anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fatzra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Pagi ini Aruna baru saja terkena musibah, ia memohon maaf dengan salah satu pegawai kantor tempatnya mengantar makanan kemarin. Karena hari ini semua makanan yang harusnya di antar rusak terjatuh di jalan.
"Pak, saya mohon jangan berhenti memesan makan siang di restoran saya. Nanti saya ganti semua makanan itu," jelas Aruna terus memohon, wajahnya gelisah.
"Tidak perlu, mulai besok kau tidak usah mengantar makan siang untuk para karyawan kantor ini lagi!" ucap salah satu pegawai yang bertanggung jawab di bagian konsumsi.
Julian baru tiba di kantor, sudah di suguhi keributan yang tidak di mengertinya. Ia berjalan mendekat ke arah keributan itu. "Maaf ada apa ini?" tanyanya.
"Wanita ini, Tuan, pagi-pagi sudah bikin masalah," ucap salah satu dari mereka
Aruna menundukkan pandangannya, wajahnya semakin pucat saat Robert berjalan mendekatinya. Bisa-bisa ia langsung di usir dari gedung itu.
"Ada apa ini, ribut sekali?" tanya Robert memandangi mereka satu persatu.
"Maaf, Pak Robert, semuanya salah saya, tidak hati-hati. Tadi motor saya di tabrak seseorang hingga makanan di dalam box tercecer di jalan. Parahnya orang itu langsung pergi begitu saja," Aruna berusaha menjelaskan.
Julian terkejut mendengarnya, bukannya ia tadi menabrak motor dengan box makanan di belakangnya, jangan-jangan yang tadi itu Aruna. Ia langsung pergi karena tidak ingin terlambat meeting.
"Maaf Pak Robert, sepertinya saya tadi yang menabrak Nona ini. Saya berniat ingin menolong, tapi saya takut terlambat," ucap Julian, mengakui kesalahannya.
Aruna menatap Sinis ke arah Julian. Ia tidak menyangka pria itu yang tadi menabraknya. Entah mengapa rasanya setelah pertemuan mereka kemarin wanita itu merasa selalu di timpa kesialan. kalau bisa ia tidak ingin melihatnya lagi.
"Maafkan saya, Nona. Biar aku antar ke restoranmu, saya yang akan mengganti rugi semuanya. Saya tanggung jawab," ucap Julian, berusaha bertanggung jawab.
Aruna menoleh cepat ke arah pria itu. "Baik, Tuan. Saya berterima kasih, anda sudah berbaik hati," ucapnya dengan senyuman yang terkesan di paksakan.
"Baiklah, saya rasa sudah tidak ada lagi kesalahan pahaman di sini. Tuan Julian kau urus saja dulu wanita ini, kita bisa meeting setelah ini." Robert tersenyum, lalu menepuk pundak Julian beberapa kali sebelum melangkah pergi.
Julian sangat berterima kasih kepada Robert. Sementara Aruna sudah menikah hendak keluar dari gedung itu. Namun, Julian menghentikan langkahnya. "Aku ikut ke restoran," ucapnya.
Wanita itu menepis tangan Julian, lalu melanjutkan langkahnya. Ia tidak mau tertimpa kesialan lagi gara-gara pria itu ikut ke restorannya.
sesampainya di luar, Julian mengambil mobilnya dari parkiran, lalu menghampiri Aruna. "ayo naik," ucapnya membukakan pintu mobil untuk wanita itu.
Dengan terpaksa wanita itu masuk ke mobil. Julian langsung melaju dengan kecepatan sedang. "Kau marah padaku?" tanyanya.
Aruna menatap tajam ke arah pria itu. "Menurutmu bagai mana?" ia balik bertanya.
"Tidak tahu," jawab Julian dengan santai.
wanita itu memutar bola matanya malas. Ia harus bersabar menghadapi pria di sebelahnya itu. ia masih tidak habis pikir sudah pergi sejauh ini masih saja bertemu dengannya. Dunia terasa sempit.
hampir dua puluh menit perjalanan mereka telah sampai di restoran. Wanita itu terkejut, karena Julian sudah tahu restorannya. Ia menatap pria itu penuh selidik.
Pria itu langsung masuk ke dalam restoran, tersenyum sinis ke arah Aruna yang tertinggal di belakang. Para wanita di sana terpesona dengan ketampanan Julian, ia menjadi pusat perhatian. Aruna berlari menyusul langkah Julian
"Tidak heran wajahku yang tampan ini, membuat mereka tertarik. Kau tidak tertarik?" tanya julian di akhiri dengan tertawa kecil.
Aruna tersenyum sinis, lalu melipat tangan ke dada. "Aku tidak tertarik. Kau tidak lebih dari pecundang di jalanan!" desisnya penuh emosi.
Mata Julian terbelalak, baru pertama kali harga dirinya di jatuhkan oleh wanita. Ia berdehem, lalu menoleh ke belakang mendekati seorang pelanggan wanita. "Apakah aku seperti pecundang?" tanyanya dengan nada keras seraya melirik Aruna.
Pelanggan wanita itu hanya menggeleng, memandangi pria itu terkesima. Dengan begitu sudah jelas menjawab pertanyaan Julian. Pria itu semakin menyombongkan diri.
"Jelas saja, Tuan ini sangat tampan. Kalau suamimu kita belum pernah melihatnya, atau kau tidak punya suami?" tanya salah satu pelanggan setia dengan nada nyinyir.
Aruna mengepalkan tangan, lalu menghadap ke arah pelanggannya itu. "Kau tidak perlu ikut campur dengan urusanku. Jelas suamiku lebih tampan, pemilik salah satu perusahaan di kota ini," jelasnya.
Julian mengangkat sebelah alisnya. Ia sedikit terkejut dengan pengakuan Aruna. Dan langsung penasaran, dengan tempat kerja suaminya. Benarkah ia punya bisnis di kota ini?
"Jelas mereka mengatakan aku lebih tampan, kau harus mengakui itu," ucap Julian setengah berbisik.
Aruna berdecak kesal, lalu meninggalkan pria itu. Ia harus menyiapkan ulang makanan yang sudah rusak. Ia tidak mau kehilangan pelanggan tetap yang memberinya keuntungan lebih besar.
Seseorang datang dari balik pintu, mencuri perhatian Julian. Ia mendekati Aruna, "Jadi itu suamimu yang kau bilang lebih tampan dariku?" tanyanya di akhiri dengan gelak tawa.
Ternyata Charles yang datang. Ia menatap bingung ke arah Julian. Kenapa pria itu menganggapnya sebagai suami Aruna? "Apa katamu, Aku—"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya Aruna membungkam mulut pria airu dengan tangan. Wanita itu lalu melingkarkan tangannya ke pinggang pria itu. "Tentu saja dia suamiku. Bukankah sangat tampan?" tanyanya seraya menatap sinis ke arah Julian. Charles semakin bingung dengan situasinya.
"Sial!" desis Charles.
Mata Julian memandangi pria itu dari atas sampai bawah. "Pria ini lebih tampan dariku? Yang benar saja." Ia terkekeh geli.
Charles menatap sinis ke arah pria itu, seraya melipat tangan ke dada. Kalau masalah wajah mereka sama-sama tampan dan memiliki tubuh atletis. Jika satu wanita harus memilih salah satu dari mereka rasanya tidak sanggup. wanita mana yang bisa menolak kenyataan itu.
Julian tertawa kecil. "Iri hati, penyakit lama." Ia duduk di salah satu kursi, seraya menyilangkan kakinya.
"Sial! Pria itu bukannya CEO dari perusahaan Maverick group? Pantas saja sangat sombong. Aruna kenapa bisa berurusan dengan pria itu?" gumam Charles penuh tanya.
"Aku baru ingat, bukannya kau yang bernama Charles, pemilik perusahaan yang selalu kalah tender dengan perusahaan Maverick group?" tanya Julian, lalu tersenyum sumbang ke arah pria itu.
"Iya, saya mengakuinya. Setidaknya perilaku saya baik, tidak sombong," ucap Charles lalu bergegas keluar dari restoran. Ia merasa muak telah di permalukan seperti itu.
Julian hanya tersenyum sinis menatap pria itu yang semakin lenyap dari pandangannya. Ia merasa puas, dengan tindakannya itu. "Beruntung sekali, kau adalah sainganku. Lihat saja apa yang bisa ku lakukan untuk menghancurkan perusahaanmu!" desisnya di dalam hati.
Terima kasih.