Salahkah jika aku menyukaimu Abang?
Kedekatan Dea dengan Abang tirinya menghadirkan sebuah perasaan yang tak seharusnya ada, sebisa mungkin dia mencoba membuangnya namun tanpa dia sadari ternyata Abangnya juga menyimpan perasaan yang sama untuknya.
Ada yang penasaran? yuk simak cerita mereka 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Sekitar pukul 9 pagi aku bangun, hari ini hari Minggu jadi aku minta libur ke manager cafe aku ingin istirahat seharian sambil nonton Drakor di kamar.
Aku turun terlebih dahulu untuk ngambil sarapan dan rencananya aku mau bawa ke kamar aja, males kalau tiba-tiba Ran turun dan kami gak sengaja bertemu, hatiku masih dongkol sama dia perihal semalam.
Aku berjalan keluar mengendap-endap seperti maling, lalu turun ke dapur, aku rencana mau ngambil segelas susu dan sepotong roti, juga beberapa cemilan untuk menemaniku nonton drama Korea.
Saat aku tengah menyiapkan makanan di nampan seseorang tertangkap di ujung mataku, dia berdiri di depan tangga dan tampaknya ia tengah mengawasiku.
‘Abaikan saja Dea, anggap kamu gak liat orang disana.’ Batinku bergumam.
Cukup lama Ran berdiri disana, dia sengaja atau emang gak mau satu ruangan sama aku? Aneh banget. Aku mempercepat kegiatanku, kemudian membawa nampan hendak kembali ke kamar, aku berjalan hendak melewati Ran dan naik ke lantai atas, namun laki-laki itu justru malah diam tak bergerak seakan sengaja menghalangi jalan.
“Kalau sarapan di meja makan bukan di kamar.” ucapnya datar.
Aku mendongak menatap wajah Ran, namun dia memalingkan wajahnya kearah lain, “Aku takut bikin Abang gak nyaman.” dalihku memberi alasan.
“Maaf, kata-kata gue semalem bikin lo kesel, err dan makasih udah merawat gue saat sakit.” aku sedikit terkejut dengan ucapan terimakasih dan permintaan maaf yang keluar dari mulut Ran, namun aku berusaha biasa saja dalam menyikapinya.
“Iya sama-sama.” ucapaku datar, aku masih ingin melanjutkan niatku untuk makan di kamar.
“Jangan makan di kamar, nanti banyak semut.” Ran merampas nampan dari tanganku kemudian membawanya ke meja makan.
“Hey Bang, itu punya Dea!” teriakku tak terima makananku di rampas begitu saja.
“Iya tahu, buruan duduk.” perintahnya. Dia sudah duduk manis di meja makan.
‘Ini si Abang ngajakin gue makan bareng, seriusan nih? Dia pake alasan jangan makan di kamar nanti banyak semut lagi, receh banget tahu alesannya,’ aku menatap horor pada Ran.
“Biasa aja kali liatnya, baru pertama kali liat orang ganteng ya.” kekehnya.
Aku terkesima, Ran yang tertawa terlihat benar-benar tampan, batinku menjerit tak karuan, “Kalau elu gak duduk gue makan nih makanan lo!” kesalnya karena melihat aku masih mematung di tempat.
“Iya iya.” pada akhirnya aku pun ikut duduk bergabung bersama Ran.
“Ini rencananya elu mau makan sendirian gitu?” cibir Ran saat aku sudah mulai makan sarapanku.
“Kan Bi Sumi udah masak tadi.”
“Masa sarapan langsung makanan berat sih, ogah ah. Bikinin aku roti bakar gih, sama susunya juga.” perintahnya.
“Hah ko nyuruh Dea sih, Abang bikin sendiri apa.” tolakku dengan wajah mematut.
“Males kalau bikin sendiri, gak enak.” keluhnya dia malah mencubit roti yang tengah aku makan dan memasukkan ke mulutnya, sumpah demi Reyhan ini si Abang kesambet apaan coba, apa dia kerasukan dedemit? Atau otaknya koslet gara-gara demam semalam?
“Dih Abang apaan sih, ini kan roti yang udah aku gigit, mana aku belom gosok gigi lagi.”
Uhuk...uhuk... Ran terbatuk dan langsung menyambar segelas air putih yang ada di depannya, ‘Mampus lu, gue boongin. Masa ia gue belum gosok gigi haha.’ aku tersenyum penuh kemenangan.
“Udah buruan bikinin, aku laper.” desaknya. Pada akhirnya aku mengalah dan melaksanakan apa yang dia perintahkan. Satu buah roti panggang dengan isian selai kacang dan segelas susu coklat hangat aku sajikan di hadapan Ran.
“Thanks.” ujarnya sambil langsung menyantap makanan yang aku buatkan.
Kesal, tapi aku sama sekali tak membenci sikap Ran padaku. Perubahannya yang drastis apa mungkin karena yang terjadi semalam? Jadi mungkin sekarang aku bisa menyimpulkan bahwa Ran sudah menerima aku dan Ibu di rumah ini?
“Abang, boleh aku nanya?”
“Kamu nanya?” dia malah menirukan gaya selogan artis tok tak.
“Dih, aku lagi serius.” decakku kesal.
“Ya udah tanya aja sih, pake minta ijin segala.” ucapnya masih menikmati makanannya.
“Abang ko berubah, semalam aku lihat Abang benci banget sama aku?” tanyaku sambil menatap wajah Ran, aku lihat Ran mengalihkan pandangannya.
“Aku gak benci sama kamu ko.” dalihnya.
“Oke, jadi Abang gak suka sama aku dan Ibu?”
“Gak gitu juga.” kali ini Ran menunduk.
“Kalau gitu Abang udah nerima Dea dan Ibu jadi keluarga Abang?” tanyaku sedikit tak sabar.
“Ya bisa di bilang begitu, toh semuanya sudah terjadi aku bisa apa, kalau emang Papah bahagia sama Ibu kamu kata-kata aku pun udah gak berguna lagi.” ucapnya sambil menenggak habis isi gelas.
“Jadi gue mutusin buat belajar nerima kalian, sebenarnya gue gak marah ko Papah nikah lagi, cuma yang bikin gue kesel kenapa Papah gak ngelibatin gue untuk pernikahannya, apa lagi pas denger Ibu elu cinta pertamanya Papah, so ya gue lumayan kesel sih.” ucapnya.
“Dea ngerti ko perasaan Abang, tapi Ibu Dea itu orangnya baik Bang, Dea yakin Abang akan merasa nayaman sama Ibu.”
“Sepertinya lo seneng-seneng aja Ibu lu kawin lagi.” sinisnya.
“Iya Bang, jujur Dea emang seneng Ibu nikah lagi, apa lagi sama orang seperti Pak Bagas.” ucapku jujur.
“Apa karena Bokap gue orang kaya?” Ran memasang wajah masam.
Aku lekas menggelengkan kepalaku, “Bukan Bang, meskipun Pak Bagas hanya buruh bangunan sekalipun Dea akan dengan senang hati menerimanya, karena yang Dea lihat di mata Pak Bagas adalah rasa hormat.”
Ran mengerutkan keningnya, “Selain cinta, Pak Bagas memiliki rasa hormat dan menghargai Ibu yang tak pernah Ibu dapat dari Ayah kandung Dea dulu.” jelasku, Ran akhirnya mengerti apa yang aku maksud.
“Sebenernya elu tuh umur berapa sih, 30 atau 40?”
“Dih, Dea baru umur 17 tahun ya, masa muka imut gini dikirain orang tua.” aku mencebikkan bibirku kesal.
“Habisnya kamu itu ngomong udah kaya orang tua.” Ran mengacak rambutku gemas. Aku terkejut mendapat perlakuan seperti itu dari Ran.
Ehem... Ran berdehem dan langsung menarik kembali tangannya dari kepalaku, “Ibu lu tahu kalau lu kerja part time di cafe?” aku menggelengkan kepalaku.
“Kenapa elu harus kerja part time? Bukannya uang jajan dari bokap gue udah lebih dari cukup ya?” Ran melempar tatapan menyelidik.
“Sebenernya Dea udah lama kerja part time Bang, ya lumayan lah buat nambah-nambah uang jajan. Kita kan anak muda banyak banget maunya, aku gak tega terus minta uang ke Ibu.” jelasku.
“Tapi sekarang kan ada Bokap gue, uang dia banyak tahu elu tinggal minta aja apa pun dia kasih, contohnya barang-barang gak guna di kamar elu itu.” sinis Ran.
“Abang masuk kamar Dea!”
“Dulunya itu kamar gue, gue nyari barang gue yang tertinggal disana, lagian kamar lu juga gak di kunci.” ujarnya tanpa dosa.
“Tapi Dea gak minta barang-barang itu ko sama Papah Bagas, sumpah.” aku mengangkat dua jariku sebagai tanda keseriusan.
Ran mendengus senyum, “Iya gue tahu ko, elu gak usah panik gitu. Btw yang di poster itu siapa kayanya artis Korea?”
“BTS, Abang gak tahu?” Ran menggeleng pelan.
“Katanya Abang keturunan Korea masa gak tahu artis top Korea sih.” aku sedikit tak terima BTS yang udah terkenal sedunia gitu justru Ran malah gak tahu siapa mereka.
“Siapa yang bilang aku keturunan Korea?” Ran menatap aneh padaku.
“Ibu, beliau bilang Mamahnya Abang keturunan Korea ya?” aku sedikit antusias membahas tentang negara artis yang aku gemari berasal.
“Cuma keturunan doang, lahirnya tetep di Indo.” ucapnya seakan tak peduli.
“Abang gak ngerasa istimewa gitu?” aku menatap heran sikap tak peduli Ran.
“Istimewa?” dia tergelak, “orang sama-sama manusia ko apa istimewanya coba.” dia menggeleng tak percaya.
“Ya secara visual kalian itu di atas rata-rata loh, aku aja ngerasa insecure tahu liat muka Abang yang mulus kaya pant*at bayi.”
“Eh buset, muka gue disamain sama pant*at.” keluh Ran tak terima.
“Kan bayi, Bang, bayi.” aku menegaskan kata bayi.
”Ya tetep aja pant*at.” keluhnya.
“Elu juga pemuja visual ya?” sinis Ran.
“Ya gak memungkiri sih aku kalau liat cowok emang yang pertama aku liat visualnya, wkwk.” Ran mencebikkan bibirnya.
“Ya logika aja sih Bang, yang pertama orang liat kan wajah ya bukan hal yang lain, apa lagi hati.” ucapku.
Ran mendengus tawa, “iya bener juga sih.”
“Nah kan, berarti Dea gak salah dong, tapi wajah Abang udah memadai buat debut jadi Idol Korea.” seruku antusias.
“Gak ah makasih, jadi orang biasa dengan wajah begini aja ribet, apa lagi jadi artis.” keluh Ran.
Entah mengapa, dalam sekejap aku dan Ran menjadi akrab kami bisa bicara secara terbuka satu sama lain dan kami merasa nyaman, akhirnya dalam hidup ini aku merasakan rasanya punya saudara.
maknya menjauh...
❤❤❤❤😀😀😀😀
❤❤❤❤❤
rapi teenyata Dea masih malu2...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤
awal bertemu di rumah Ran ..
dia kan musuhin Dea..
apa.karena gak yeeima papanya nikah lagi...
😀😀❤❤😘😍😍😙
tapi Dea gak tau...
pantesan Ean betah jomblo..
laahhh...
wmang nungguin Dea...
❤❤❤❤❤
apa masalah flo dimas dan Ran..
❤❤❤❤❤
pasti Ran jujur jga klao suka ma Dea..
😀😀😀❤❤❤😍😙😗
ko bisa flashback Thor
❤❤❤❤
😀😀❤❤❤
akankah dea cemburu kalo tau flora sekampus ama Ran?
❤❤❤❤
bolrh banget malahhh..
halal kok..
😀😀😀❤❤❤❤
biar gak terlambat...
😀😀😀❤❤❤
bingung mau ngaku syka ama Dea...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤❤❤😍😙😙😙
yg ketahuan jadian....
❤❤❤❤❤
mkasi udah up banayakkkk...
❤❤❤❤❤