Ellena dijual ibu tirinya kepada seseorang sebagai pengantin yang diperkenalkan di muka umum, agar istri sah tetap aman.
Namun, di hari pengantin ia diculik sesuai dugaan pria itu, dan disanalah awal penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Sementara itu di kediaman Felix, pria itu justru baru saja selesai memadu kasih dengan istrinya. Ia sama sekali tidak menampakkan ketegangan sedikitpun.
"Apa benar-benar harus mengambil wanita itu kembali?" tanya Lovie sembari memainkan jemarinya di dada Felix.
"Tentu saja sayang. Jika tidak Maxim akan curiga." Felix mengusap lembut wajah istrinya, dengan tatapan penuh cinta.
"Aku juga harus segera memperkenalkannya di depan umum, supaya tidak ada yang berusaha mengorek informasi tentangmu sayang," tambah Felix yang hanya dibalas anggukan ringan Lovie.
"Sebenarnya aku tidak suka dunia mengenalnya sebagai istrimu. Tapi, mau bagaimana lagi, aku juga mencintai karier baletku," ucapnya dengan bibir yang sedikit manyun.
Felix mengangguk, ia memberikan kecupan lembut di puncak kepala istrinya itu. Wanita yang membuatnya jatuh hati akan tariannya dan membuatnya tidak bisa menolak setiap permintaannya.
"Hm, dan kalau orang tau kamu istriku, musuhku pasti akan mengincarmu sayang. Kamu mengerti kan?"
Lovie mengangguk paham. Meski cukup berat hati karena hanya akan jadi istri yang tidak diperkenalkan di publik, setidaknya ia menjadi istri yang disayangi, mendapatkan segalanya dan aman dari bahaya.
Deringan ponsel berbunyi membuat Felix segera mengangkat panggilan itu.
"Katakan," ucap Felix tidak ingin basa-basi.
"Lapor Tuan, orang-orang kita kalah. Semuanya luka parah dan banyak yang meninggal. Tuan Maxim juga belum memunculkan diri. Apa kita harus menambah pasukan, atau mundur?" tanya sosok diseberang sana.
Felix menghela nafas kasar. "Tidak perlu. Mundur sekarang, bawa semua orang-orang kita. Makamkan dengan baik, dan berikan kompensasi pada keluarga mereka, setelah itu kita kumpulkan orang-orang lagi untuk maju ke Medan perang selanjutnya," perintahnya.
"Baik Tuan."
Felix mematikan sambungan teleponnya, lalu melempar asal ponselnya itu dan kembali memeluk istrinya.
Pria itu kembali teringat dengan sebuah rekaman video yang dikirim oleh Maxim. Rekaman di mana Maxim mendapatkan kesucian Ellena.
"Ah, andai tau dia masih suci, aku pasti menyentuhnya dulu. Sungguh disayangkan," batinnya membuatnya merasa sedikit iri dengan apa yang didapatkan. Namun, ia juga tidak terlalu peduli, selagi itu bukan wanita yang dicintainya, Lovie.
"Em, Felix besok apa boleh aku menghadiri kelas ballet? Aku dipanggil sebagai tamu pengajar," pinta wanita itu menampakkan wajah manisnya agar keinginannya itu dikabulkan.
Felix mengulum senyum manis, menoleh lembut hidung Lovie. "Tentu saja boleh sayangku," ucapnya.
Sosok pria kejam yang jatuh cinta memang bisa menjadi manis pada wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta.
"Makasih Felix," balas Lovie tersenyum manja.
***
Mundurnya pasukan Felix menjadi kabar gembira bagi Maxim. Pria itu tertawa puas karena kemenangan dua kalinya, dan yang satu itu ia bahkan tidak perlu turun tangan untuk menghancurkan pasukan Felix.
"Felix ... kau tidak akan mendapatkan istrimu, sebelum aku yang mengirimnya. Dalam keadaan gila atau tubuhnya yang rusak!" ucapnya sembari tersenyum menyeringai.
Maxim menyandarkan tubuhnya, merasakan lega akan kemenangan yang didapatkan. Ia lalu meneguk santai alkohol dalam gelasnya itu.
Matanya menyorot tajam pada sosok wanita yang cukup jauh darinya, tengah berjalan kesulitan membersihkan lantai.
Senyum seringaian puas melihat wanita itu kesulitan berjalan, yang menunjukkan sebuah keperkasaannya.
"Tunggu saja aku puas menggunakan wanitamu, baru ku kembalikan," batinnya.
Pandangannya semakin lekat menatap Ellena di sana. Pakaian pelayan yang dikenakan Ellena terlihat begitu cocok dan menggoda jiwanya. Malam yang dipenuhi jeritan wanita itu, serta selaput darah yang dipecahkan terekam sempurna dalam benaknya. Mengingatnya saja membuat hasratnya tiba-tiba naik begitu saja.
Maxim mendesis, tangannya bergerak menyentuh pangkal pahanya yang mengeras.
"Shit, wanita ini," batinnya ingin mengumpat.
Sementara Ellena di sana kembali menopang tubuhnya yang nyaris kehilangan keseimbangan.
"Aku tidak akan sanggup membersihkan satu lantai ini," gumamnya ingin rasanya menyerah.
Ia merasa tak sanggup lagi untuk berjalan. Namun, jika ia berhenti bisa-bisa Maxim kembali memarahinya, terlebih ia hanya akan mendapat makan malam jika berhasil membersihkan satu lantai itu.
Ia yang kelaparan, dan demi selamat dari amukan Maxim, hanya bisa patuh.
Ellena mengambil dan membuang nafas kasar, berusaha kembali bangkit, namun baru saja tangannya terlepas dari meja. Sebuah tarikan membuat tubuhnya ambruk dalam dada bidang yang keras itu. Tidak lain adalah Maxim.
"Tu-Tuan, aku aku akan segera membersihkannya," ucap Ellena gugup dan takut. Sentuhan dan tatapan Maxim membuatnya gemetar ketakutan.
"Aku menginginkan tubuhmu lagi," bisik Maxim membuat Ellena melotot, ia ingin menghindar, namun dengan cepat gerakannya ditahan, bibirnya diraup dengan rakusnya.
Tubuh Ellena dijatuhkan di atas sofa. Tanpa ragu Maxim kembali mengulang permainan kasarnya di tempat terbuka itu.
Ellena merasa tidak nyaman. Maxim yang kasar membuatnya terus-menerus menangis ketakutan, memohon ampun.
"Jangan aku mohon, lepaskan aku!" pinta Ellena tak bisa memberikan perlawanan, karena kedua tangannya yang ditahan di atas kepalanya.
Kurang dari 24 jam, sudah tiga kali Maxim melakukan padanya, dan tidak ada kelembutan sama sekali di pengalaman pertama Ellena itu.
"Tubuhmu benar-benar indah," bisik Maxim memuji, namun terdengar sangat menjijikkan bagi Ellena.
"Aku membencimu," ucap Ellena menangis lemah di bawah Maxim.