NovelToon NovelToon
Daisy

Daisy

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Kriminal dan Bidadari / Chicklit
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Inisabine

Hidup Singgih yang penuh kegelapan di masa lalu tanpa sengaja bertemu dengan Daisy yang memintanya untuk menjadi bodyguard-nya.


Daisy
Penulis: Inisabine
Copyright Oktober 2018

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inisabine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 07

"Selamat datang." Daisy mendorong pintu. "Di apartemenku." Kedua tangannya membuka lebar menyambut kedatangan Singgih di apartemennya yang terletak di daerah Kemang.

Mereka tiba dengan selamat di Jakarta. Singgih menepati janji dengan mengantarkan Daisy ke rumah orang tua gadis itu yang berada di Bintaro.

Baru kali ini Singgih melihat adegan yang sangat drama sekali.

Mamanya Daisy memeluk putrinya seakan putrinya baru saja kembali dari medan perang. Ibu dan anak itu berpelukan sembari menangis... yang di mata Singgih terlalu lebay. Maskara mamanya Daisy luntur dan membuat bawah matanya kehitaman seperti disemprot tinta cumi-cumi. Sementara, papa Daisy sudah memutuskan untuk mencari seorang pengawal untuk menjaga putrinya selama dua puluh empat jam.

"Pah, aku sudah menemukan bodyguard yang akan menjagaku." Saat itulah Daisy mengenalkan Singgih pada orang tuanya. "Namanya, Singgih."

"Di mana kamu menemukannya?" Papa Daisy menyelidik. Tajam dan tegas.

"Dia yang menyelamatkanku. Memberikanku makan. Dan, aku serasa hidup kembali." Daisy mendekati papanya, lalu melingkarkan tangannya di lengan papanya. "Biarkan dia yang menjagaku. Ya, Pah, yaa?"

Papa Daisy menolak. Bahkan terjadi perdebatan antara ayah dan anak. Di saat seperti ini suara seorang ibu langsung menutup debat yang sedang berlangsung.

"Pemuda ini sudah menyelamatkan putri kita. Dan, putri kesayangan kita kembali dalam keadaan selamat. Nggak ada salahnya kalau kita mencoba pemuda ini menjadi bodyguard Daisy."

Papa Daisy mengamati Singgih lekat. Kemudian berdehem keras. "Tiga bulan. Papa akan melihat kinerjanya selama tiga bulan," tandasnya pada Singgih yang masih berdiri diam.

"Makasih, Pah." Kedua kaki Daisy mengentak-entak kecil.

Setelah makan malam disertai kangen-kangenan, Daisy lalu berpamitan pulang ke apartemennya. Meski mamanya melarang dan memintanya agar menginap di rumah, tapi Daisy bersikukuh harus kembali ke apartemennya, karena ia masih memiliki setumpuk pekerjaan yang sudah menunggunya selama dua hari ini.

"Ayo, masuk." Daisy menyilakan Singgih yang masih berdiri di luar pintu.

Singgih masih bergeming.

"Kenapa nggak masuk? Aku nggak gigit, kok." Daisy terkekeh sendiri oleh candaannya.

"Aku sudah mengantarmu ke rumah. Dan, kamu juga sampai apartemenmu dengan selamat. Dua ratus jutaku jangan lupa ditransfer."

"Berikan nomor rekeningmu. Besok pagi akan langsung kutransfer sekalian gaji tujuh jutamu. Kubayar di awal."

"Aku nggak pernah bilang mau jadi bodyguard-mu."

"Terus yang jadi bodyguard-ku siapa, dong?"

"Papamu bisa mencarikan yang lebih andal. Bukan mantan napi sepertiku."

Tercekat Daisy. Kemudian ia terbahak mendengar lelucon Singgih. Sejak awal ia tahu Singgih tak berminat menjadi pengawalnya, dan ini pasti hanya alasan untuk menakutinya. Alasan murahan.

"Candaanmu nggak lucu."

Singgih hanya menatap dingin. Lalu berkata sejujurnya, "Aku pernah di penjara sepuluh tahun. Kamu tahu kasus apa?" jedanya hanya untuk melihat respons Daisy. "Pembunuhan."

Tubuh Daisy membeku. Lelucon yang dilontarkan Singgih kali ini tak lagi lucu.

"Masih mau mempekerjakanku menjadi bodyguard?"

Singgih tersenyum hambar. Seperti dugaannya sebelumnya. Tidak ada yang mau mempekerjakannya meski ia sudah berkata jujur.

Apapun yang diharapkannya, rasanya harapan-harapan itu akan menjauh darinya. Yang tertinggal kini hanya harapan semu.

Singgih tak akan mengirimkan nomor rekeningnya, karena ia tak akan mengambil dua ratus jutanya.

Memangnya apa yang akan dilakukannya setelah ia berhasil menemukan Ajeng? Menyeret Ajeng agar pulang ke Indonesia, lalu memintanya bersaksi kembali. Apa dengan begitu masa sepuluh tahunnya yang hilang bisa kembali? Noe akan kembali padanya? Keadilan akan berpihak padanya?

Singgih melangkah masuk ke lift. Ia terlalu capai jika harus kembali duduk di kursi pengadilan. Semua orang menatapnya dengan penuh hinaan. Tidak ada satu pun yang memercayainya saat itu. Hanya Noela. Hanya Noe...

Bahkan ia masih mengingat dengan jelas, di hari itu Noe mengunjunginya dengan penuh semangat. Noela mengatakan kalau gadis itu punya bukti yang bisa membuktikan bahwa ia difitnah. Dan, setelah hari Noela mengatakan itu, Noela tak pernah lagi datang mengunjunginya.

Sesaat pintu lift hendak tertutup. Sebelah tangan terjulur untuk menahan pintu lift agar tetap terbuka.

"Kamu menyelamatkanku. Menggendongku saat di hutan. Memberiku makan. Dan, mengantarku pulang dengan selamat. Itu sudah cukup membuktikan bahwa kamu masih memiliki hati yang baik."

Perkataan Daisy masih belum menggugah hati Singgih. "Siapa pun orangnya pasti akan menyelamatkanmu. Apalagi dengan iming-iming uang darimu."

"Wajah penculik itu... aku melihatnya." Suara Daisy berubah getir. "Mereka bisa saja menculikku lagi. Karena kamu juga melihatnya... jadi kupikir..." ia menjeda kalimatnya sembari menatap Singgih penuh permohonan, "kalau mereka ada di dekatku, kamu bisa tahu. Anggap kamu memang pernah di penjara. Bukankah orang-orang sepertimu juga butuh kesempatan kedua?"

Terdiam Singgih. Kesempatan kedua... Kalimat itu juga pernah dilontarkan Fadil padanya. Karena menurutnya, mereka yang memberikan kesempatan kedua padanya, artinya ia masih mendapatkan kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik lagi.

Singgih melangkah keluar dari lift.

Seulas senyum mulai mengembang di sudut bibir Daisy. "Mau kan, jadi bodyguard-ku?"

    *

"Kamu bisa tidur di situ." Daisy menunjuk sofa hijau jeruk nipis panjang di depan teve.

"Hanya sampai aku menemukan tempat tinggalku sendiri," koreksi Singgih.

"Eeeeii." Daisy menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. "Kamu harus tinggal di sini. Gimana kalau mereka menyusup masuk ke sini, menculikku, dan menyekapku lagi? Oh-em-gee..."

Singgih menggaruk pelipisnya yang tak gatal. "Tinggal saja di rumah orang tuamu."

"Jauuuh." Daisy mengempaskan pantatnya di sofa berlengan. "Aku tinggal di apartemen karena jaraknya yang dekat dengan kantor."

"Minta temanmu menginap di sini."

"Gendis?" Daisy menyebutkan sebuah nama. "Aduh, Gendis si putri bangsawan yang sulit banget buat izin tidur di rumah teman. Padahal ya, kita udah temanan dari SMA. Harusnya ibunya percaya sama kita." Ia menggelengkan kepala skeptis. "Rute hidup Gendis hanya rumah, kantor, dan rumah. Dan parahnya, Gendis adalah Siti Nurbaya zaman now. Yakin deh... ia menekan dadanya sedih, setelah Gendis nikah, dia akan selamanya dipingit di rumah."

"Temanmu yang lain kan, masih ada."

"Siapa?" Daisy balik bertanya. "Sofie? Oh, ampun deh. Dia itu udah kayak Bang Toyib. Jarang bangeeet ada di rumah. Maklumlah yaa, artys. Syuting di sinilah, syuting di sanalah, syuting di mana-manalah."

Kening Singgih mengerut. "Teman kantormu?"

"Hmm." Daisy menggeleng. "Nggak ada."

"Cari aja pembantu. Yang nginap dan bisa menemanimu di sini." Singgih tetap mengusulkan.

"Zaman sekarang nyari orang yang dipercaya itu susah."

Singgih duduk di sofa. "Memercayaiku juga terlalu berisiko."

"Tapi aku memercayai orang yang telah menyelamatkanku."

"Nggak seharusnya kamu memercayaiku sebesar itu. Orang yang menyelamatkanmu ini bisa saja menikammu sewaktu-waktu."

Raut wajah santai Daisy semenit lalu kini berangsur tegang.

"Aku yakin... kamu nggak akan menyia-nyiakan kesempatan keduamu..."

"Seyakin itu?"

Tubuh Daisy menegang kaku.

"Sewaktu di London... aku pernah tinggal dengan seorang cowok."

"Athan?"

"Ek?" Daisy membeliak kaget. "Tahu dari mana?"

"Kamu sendiri yang minta aku sampaikan pesanmu itu."

"Ah, iya," sela Daisy cepat. "Ah, bikin malu aja," gumamnya lirih. "Tiga tahun aku tinggal dengannya. Dan nggak terjadi apa-apa."

Meski aku berharap terjadi sesuatu...

"Karena dia menghargaiku sebagai pemilik rumah. Dia menjagaku seakan aku adalah keluarganya. Seperti itulah kita tinggal."

"Aku bisa menghargaimu dan menjagamu sebagai majikanku. Tapi aku nggak bisa menganggapmu keluargaku."

"Kenapa?" tanpa sadar Daisy mengerut kecewa. "Semua orang sangat ingin berkerabat dengan Ekadanta Grup."

"Karena mungkin aku akan membuatmu terluka."

Terdiam Daisy menatap Singgih yang terdengar serius dengan ucapannya.

    *

1
elica
wahhh keren bangettt🤩🤩
mampir di ceritaku juga dong kak🤩✨
elica
hai kak aku mampirrr🤩✨
Inisabine: Haii, makasih udah mampir 😚✨
total 1 replies
US
smg aksyen baku hantam /Good//Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!