NovelToon NovelToon
THANZI, Bukan Penjahat Biasa

THANZI, Bukan Penjahat Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Kebangkitan pecundang / Budidaya dan Peningkatan / Akademi Sihir / Penyelamat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mr.Xg

pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecerdasan dan Kelicikam seorang Thanzi

Aula ujian kedua telah disulap menjadi sebuah panggung pertunjukan yang megah. Lantainya dilapisi karpet beludru merah, dan di sekeliling area demonstrasi, tribun-tribun megah menjulang tinggi. Tak seperti ujian tulis yang sunyi, kali ini suasana dipenuhi keriuhan. Anggota keluarga para siswa yang mengikuti ujian diizinkan untuk menonton, duduk di tribun VIP, menyaksikan langsung bakat anak-anak mereka. Marquess Aerion dan Lady Elara tampak duduk di salah satu kursi terdepan, ditemani oleh Michael yang tampak ceria di antara mereka. Tatapan mereka sesekali mencuri pandang ke arah Thanzi, masih dipenuhi rasa jijik dan kebencian yang mendalam.

"Selamat datang, para calon ksatria dan penyihir!" Suara seorang instruktur menggelegar di seluruh aula. "Ujian kedua adalah demonstrasi bakat! Setiap peserta akan diberikan waktu untuk memperlihatkan kemampuan terbaik mereka. Entah itu sihir, keterampilan pedang, kekuatan fisik, atau bahkan kepandaian dalam taktik. Yang menunjukkan bakat paling hebat akan berkesempatan lanjut ke ujian berikutnya!"

Nama-nama mulai dipanggil. Yang pertama, tentu saja, adalah para bintang akademi.

Demonstrasi Pangeran Lyra adalah yang paling ditunggu. Dengan anggun, ia melangkah maju dan, dengan lambaian tangannya, memanggil bola-bola cahaya paling murni yang berkilau di udara, membentuk pola rumit yang memukau mata. Kemudian, ia memanipulasi cahaya itu menjadi bentuk naga raksasa yang melayang di atas panggung, mengeluarkan auman cahaya yang memekakkan telinga namun indah. Ia menyelesaikan demonstrasinya dengan menciptakan ilusi kota bersinar di telapak tangannya. Kemampuan sihir cahayanya sungguh luar biasa, murni, dan tak tertandingi.

"Luar biasa! Benar-benar bakat yang tak tertandingi!" seru seorang bangsawan di tribun, tepuk tangan riuh.

"Itulah harapan kekaisaran kita!" sahut yang lain.

Kemudian, giliran Elian, putra Duke. Dengan pedang latih di tangan, ia melakukan serangkaian gerakan yang begitu cepat dan presisi hingga mata sulit mengikutinya. Setiap tebasan menghasilkan desiran angin yang kuat, dan puncaknya, ia membelah sebuah balok baja padat menjadi dua hanya dengan satu ayunan pedang, meninggalkan bekas kilatan perak di udara. Kekuatan fisiknya sungguh brutal dan menakjubkan.

Kerumunan bersorak-sorai, terkesima dengan bakat alami dan kekuatan overpower yang mereka tunjukkan. Thanzi hanya mengamati dari barisan peserta. 'Hmph, terlalu mudah. Mereka bahkan tidak perlu berusaha keras untuk tampil mengesankan,' pikirnya datar, namun di dalam benaknya, ia menganalisis setiap gerakan, setiap celah kecil, setiap kelemahan tersembunyi yang mungkin tidak disadari siapa pun dalam kemampuan mereka.

Kemudian, giliran Michael. Adiknya itu melangkah maju dengan senyum cerah. Dengan gerakan tangan yang anggun, ia memanggil pusaran angin kecil yang dengan cepat tumbuh menjadi badai mini di tengah aula. Badai itu mengangkat berbagai objek—meja, kursi, bahkan patung kecil—ke udara, memutarnya dengan mudah, lalu dengan satu sentakan tangan, Michael membanting semuanya ke tanah tanpa kerusakan, menunjukkan kontrol sihir angin yang sempurna dan kekuatan mentah yang luar biasa untuk usianya.

"Luar biasa! Tuan Muda Michael memang yang terbaik!" teriak para pelayan keluarga Marquess dari tribun, sorakan bangga mereka mengalahkan suara orang lain.

Marquess Aerion tersenyum puas, membusungkan dada, sementara Lady Elara tampak sangat bangga. Thanzi hanya meliriknya, ekspresinya sulit dibaca. 'Kekuatan yang tak terkendali. Michael, kau tidak tahu betapa bahayanya itu,' pikir Thanzi, merasakan kekhawatiran yang samar.

Dan kemudian, nama Thanzi dipanggil.

"Thanzi!"

Sebuah bisikan tak sedap mulai beredar di antara penonton. 'Itu dia anak yang dibuang!' 'Beraninya dia muncul lagi!'

Thanzi melangkah ke area demonstrasi, dengan ekspresi tenang. Lawannya yang kemarin, Corvin, anak dari seorang Earl yang memiliki sihir kegelapan kecil dan dikenal licik, kini berdiri di samping para profesor sebagai asisten sementara. Ia melirik Thanzi dengan seringai lebar, matanya dipenuhi niat jahat. Corvin tahu apa yang diminta Marquess Aerion darinya: mempermalukan Thanzi secara total.

"Jadi, kau benar-benar berani muncul lagi, Thanzi yang tak berguna? Apa yang akan kau tunjukkan? Kebodohanmu?" Corvin berbisik pelan, seringainya melebar, cukup keras agar Thanzi mendengarnya.

Thanzi hanya menatapnya, matanya tanpa emosi. Ia mengerti. Ini adalah pembalasan dendam dari orang tuanya, menggunakan Corvin sebagai alat.

"Baiklah, Thanzi, apa bakat yang akan kau tunjukkan?" tanya instruktur dengan nada netral, meskipun ada sedikit rasa ingin tahu di matanya. "Apakah kau punya kemampuan sihir, pedang, atau sesuatu yang lain?"

Thanzi tidak memiliki bakat sihir atau kemampuan bertarung fisik yang mengesankan. Ia hanya mengandalkan kelincahan tubuh yang kurus dan pengetahuannya tentang taktik serta kelemahan yang ia serap dari ribuan buku dan novel di Bumi. Ini adalah momennya. Ia tidak akan mati di sini, bukan sebagai pecundang.

Dengan tenang, Thanzi melangkah ke tengah arena. Ia menatap ke arah Corvin yang masih menyeringai, lalu ke arah Marquess Aerion dan Lady Elara yang menatapnya dengan jijik. Sebuah seringai tipis, hampir tak terlihat, muncul di bibirnya.

"Aku akan menunjukkan... kelicikan," kata Thanzi, suaranya pelan tapi terdengar jelas.

Kerumunan berbisik. Kelicikan? Apa itu bakat?

Instruktur mengernyit. "Kelicikan? Jelaskan maksudmu, Tuan Muda Thanzi."

"Aku akan menunjukkan bagaimana kelemahan terbesar seseorang bisa dimanfaatkan," Thanzi menjawab, matanya menyorot tajam ke arah Corvin. "Dan bagaimana bakat, jika tidak diimbangi kecerdasan, bisa menjadi bumerang."

Corvin tertawa sinis. "Omong kosong! Anak bodoh sepertimu tidak akan tahu apa-apa tentang kelicikan!"

Thanzi mengabaikan Corvin. Ia kemudian melihat ke arah instruktur. "Bisakah saya meminta asisten?"

Instruktur ragu, tapi mengangguk. "Tentu, siapa?"

Thanzi menunjuk ke arah Corvin. "Dia."

Corvin tercengang. "Apa?! Aku tidak akan—"

"Corvin, sebagai asisten di ujian ini, kau harus mematuhi instruksi," instruktur itu memotong tegas. Corvin dengan enggan melangkah ke tengah arena, wajahnya masam.

Thanzi menatap Corvin. "Baiklah, Corvin. Aku akan menunjukkan kepadamu apa artinya manipulasi." Thanzi mulai menjelaskan. "Bayangkan kau adalah seorang musuh yang kuat dan aku adalah seorang penyusup yang lemah. Tugasmu adalah melindungiku agar tidak bisa mendekatimu. Bebas menggunakan sihir atau gerakan apa pun, tapi tidak ada kontak fisik langsung yang berbahaya. Tujuanmu adalah mengintimidasiku agar aku menyerah. Setuju?"

Corvin menyeringai. "Mudah! Aku akan membuatmu menangis!"

Thanzi hanya tersenyum samar. Corvin mulai melemparkan bola-bola bayangan, akarnya menjalar, mencoba mengurung Thanzi. Thanzi tidak melawan. Ia hanya menghindar dengan gerakan-gerakan aneh, sesekali tersandung, dan mengeluarkan suara-suara panik yang dibuat-buat, seperti seorang pecundang yang ketakutan.

"Ha! Lihat saja, dasar pengecut!" Corvin mengejek, memperlihatkan betapa ia menikmati Thanzi yang 'ketakutan'. Ia semakin bersemangat, melancarkan serangan yang lebih besar dan lebih mencolok, mencoba memaksa Thanzi menyerah. Corvin terus bergerak, meremehkan, dan bahkan sesekali melemparkan ejekan pribadi.

Namun, di setiap gerakannya, di setiap serangannya, Corvin tanpa sadar masuk ke dalam pola yang Thanzi ciptakan. Ia mengarahkan Corvin secara halus, memanipulasi setiap reaksinya. Thanzi tahu, Corvin adalah orang yang suka memamerkan kekuatannya dan meremehkan lawan. Dan itu adalah kelemahan terbesar Corvin.

Ketika Corvin melancarkan serangan sihir kegelapan besar yang membuat Thanzi pura-pura terpojok di sudut, ia mengeluarkan aura sihir yang sangat kuat. Thanzi melihat celahnya.

"Sekarang!" bisik Thanzi. Dengan kecepatan yang luar biasa, ia tiba-tiba berlari kencang. Bukan lari untuk menyerang, melainkan lari memutari Corvin, yang sedang sibuk memamerkan kekuatannya. Lalu, dengan gerakan yang tidak terduga, Thanzi melompat. Bukan lompatan seorang ksatria, melainkan lompatan putus asa yang diatur sempurna. Ia melompat melewati kepala Corvin, yang sibuk fokus pada mantra di depannya.

Corvin, yang tidak menyangka Thanzi akan melakukan gerakan seberani dan sekonyol itu, terkejut. Ia tersentak, keseimbangannya sedikit goyah. Ia baru menyadari bahwa Thanzi telah berada di belakangnya.

Thanzi mendarat di belakang Corvin. Ia tidak menggunakan sihir atau pedang. Ia hanya menggunakan kekuatan fisiknya yang sederhana, namun dengan presisi mematikan. Ia menendang tumit Corvin dengan keras, membuat lututnya tertekuk. Corvin terhuyung. Saat ia mencoba berbalik, Thanzi mendorong punggungnya sekuat tenaga, lalu menarik bahunya, membuatnya kehilangan keseimbangan sepenuhnya dan berputar.

BRAK!

Corvin jatuh terjerembap dengan wajah menghantam lantai arena, terdengar jelas suara hidungnya yang mungkin patah. Ia terkapar, mengerang kesakitan, terbatuk-batuk. Sebuah demonstrasi yang brutal, namun juga menunjukkan bagaimana kelicikan bisa mengalahkan kekuatan.

Aula itu hening total. Semua orang tercengang. Termasuk para profesor. Termasuk Marquess Aerion dan Lady Elara. Termasuk Pangeran Lyra, Elian, dan bahkan Michael.

Kabar tentang betapa bodoh dan tidak berbakatnya Thanzi, anak Marquess yang dibuang itu, sudah menyebar luas. Tapi nyatanya, seorang anak Marquess yang dianggap tidak berguna, seorang yang tidak punya bakat sihir atau kekuatan fisik yang menonjol, baru saja mengalahkan seorang penyihir licik dengan bakat sihir dan tubuh yang lebih besar. Itu semua berkat gerakan tipuan yang cerdik dan kelicikannya yang jauh lebih licik dari lawannya, menggunakan kelemahan Corvin sendiri.

Thanzi berdiri di atas Corvin yang mengerang kesakitan. Ada napas memburu dari Corvin, dan darah mengalir dari hidungnya.

Thanzi menatapnya dengan pandangan dingin. Ia ingat betul bagaimana Corvin tadi mencoba menyakitinya, bagaimana ia nyaris mati oleh serangan sihir dan akar-akar tajam. Amarah Thanzi yang asli mungkin telah memicu reaksi itu, tapi Thanzi dari Bumi tidak akan membiarkan dirinya diinjak-injak lagi. Ia tidak segan.

Dengan sekuat tenaga yang ia miliki, Thanzi mengayunkan kakinya, dan menendang keras tepat ke sisi tubuh Corvin yang terkapar di lantai. BUAGH! Suara tendangan itu bergema. Corvin menjerit kesakitan, meringkuk, terbatuk-batuk.

Hal itu membuat orang-orang yang tercengang tadi kini benar-benar terkejut. Mereka dapat melihat "jahatnya" seorang Thanzi yang sebenarnya. Thanzi yang dianggap tidak berguna itu, Thanzi yang selalu disebut bodoh, kini menunjukkan sisi kejam yang tidak segan-segan menginjak-injak lawan yang sudah kalah. Ia tidak menunjukkan belas kasihan, tidak seperti pahlawan yang selalu disanjung.

Marquess Aerion dan Lady Elara berdiri dari kursi mereka, wajah mereka pucat pasi. Ini bukan Thanzi yang mereka kenal. Ini bukan anak bodoh yang mereka buang. Ini adalah sesuatu yang asing dan mengerikan.

"Seseorang... selidiki Thanzi!" desis Marquess Aerion, suaranya pelan namun penuh ketegangan, memerintahkan salah satu pengawalnya. "Apa yang terjadi padanya? Mengapa dia bisa tiba-tiba sehebat ini?! Dan kenapa dia begitu..." Marquess Aerion tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, tapi semua orang tahu maksudnya. Mengapa dia begitu kejam dan licik, tidak seperti Thanzi yang dulu mudah dipancing emosi?

Thanzi melirik ke arah mereka, seringai tipis namun tengil terukir di wajahnya. Ia sengaja melakukannya. Ia ingin mereka semua melihat. Ia ingin mereka tahu bahwa Thanzi yang mereka remehkan itu tidak lagi sama. Ini adalah peringatan. Di dunianya dulu, Thanzi mungkin sebatang kara dan sering dihina, tapi ia adalah seorang jenius dalam mengamati, menganalisis, dan memanfaatkan situasi. Sekarang, di dunia ini, ia akan menggunakan semua kecerdasan dan kelicikannya untuk bertahan hidup dan mengubah takdir.

Ini baru permulaan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!