Bertahun-tahun Nayla Larasati menyimpan rasa pada Nathan Anderson Decland, teman masa kecil sekaligus kakak angkat Nayla.
Namun.. hingga Nayla menamatkan pendidikan sebagai dokter, Nay masih memendam perasaan itu sendiri pada Nathan yang sudah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter spesialis jantung di London.
Saat kembali ke Indonesia, Nathan telah memilih gadis lain sebagai pendamping hidupnya.
Perasaan Nayla hancur, gadis itu memilih kembali ke kampung halamannya, mengabdikan diri sebagai dokter umum di kota terpencil.
Apakah Nayla mampu menghapus Nathan dalam hidupnya?
Sementara Nathan tidak mengetahui perasaan Nayla untuknya yang sangat mendalam.
Ikuti terus kelanjutan kisah Nayla-Nathan. Semoga kalian suka 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA TEMPAT BERBEDA
Satu tahun kemudian...
Sore hari Nayla duduk di meja belajarnya dengan wajah harap-harap cemas. Sebuah laptop telah menyala sejak tadi. Namun gadis itu tidak membuka satu file pun.
Beberapa kali tangannya berada di atas mouse namun lagi-lagi diurungkannya.
"Sayang kamu kenapa?". Suara lembut Yulia menyadarkan Nayla dari lamunannya.
"Aku takut tidak lulus tante, terutama mata pelajaran bahasa Inggris, Nayla mengalami kesulitan menjawab".
Dengan kasih sayang, Yulia mengusap punggung Nayla. "Tarik nafas yang panjang dan panjatkan doa, Insyaallah Allah memberikan hasil yang terbaik untuk Nay", ucap Yulia menenangkan Nayla.
Gadis itu langsung mengikuti kata-kata Yulia. Perlahan membuka kelopak mata dan menekan enter di laptop.
Spontan Nayla menutup mulutnya. "Alhamdulillah. Tante Nayla lulus", ucapnya terlihat sangat bahagia.
Nayla segera berdiri dan memeluk Yulia. Yulia membalas pelukan itu dan mengusap lembut rambut panjang Nayla. "Jika usaha mu sudah maksimal, yakinlah hasilnya tidak akan pernah bohong sayang".
"Tante bangga pada mu sayang. Nay sudah di terima di SMA negeri favorit dan melengkapi kebahagiaan itu sekarang sudah dinyatakan lulus SMP. Selamat sayang teruskan belajar giat agar cita-cita mu menjadi seorang dokter tercapai", ucap Yulia tersenyum.
Dengan pasti Nayla menganggukkan kepalanya.
"Sebaiknya Nayla sekarang memberi tahu ayah Dewangga, tante yakin Dewa ingin mengetahui hasil kelulusan Nayla. Nanti malam kita juga akan mendengar pengumuman kakak mu masuk perguruan tinggi. Semoga Nathan menyampaikan kabar bahagia lainnya".
"Iya tante", jawab Nayla sumringah.
Yulia meninggalkan Nayla sendirian. Ia akan memberi tahu suaminya. Hal sekecil apapun yang membuat bahagia akan Yulia sampaikan pada suaminya yang sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai dokter jantung dan sebagai konsulen bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan spesialis.
Nayla langsung menghubungi Dewangga. Walaupun Ia sangsi jika ayahnya akan menyambut telponnya karena kemungkinan Dewa sedang melaut.
Benar saja sudah beberapa kali Nayla menghubungi tak bisa terhubung. Yang terdengar hanya suara operator saja.
"Ayah pasti sedang bekerja sekarang. Sebaiknya malam nanti saja aku menghubungi ayah lagi", ucap Nayla menutup layar laptop.
*
Hari sudah semakin gelap. Di luar hujan turun dengan derasnya membasahi bumi.
Yoga dan Yulia duduk di ruang keluarga dengan laptop terbuka di atas meja di hadapan keduanya.
"Yatmi...tolong panggilkan Nayla sebentar lagi terhubung dengan Nathan", ujar Yulia.
"Iya bu", jawab asisten rumah tangga bernama Yatmi segera memanggil Nayla.
Beberapa menit kemudian Nayla telah bergabung, duduk di sebelah Yulia.
Menit berikutnya terlihat wajah Nathan yang terlihat tidak bersemangat.
Melihat wajah putranya seperti itu, membuat Yulia cemas. "Sayang...bagaimana hasil tes mu? Mami sudah tidak sabar mengetahuinya. Adikmu sudah dinyatakan lulus dan sudah diterima di SMA favorit. Kami menunggu hasil tes perguruan tinggi mu", ujar Yulia sambil menangkup kedua tangannya saling bertautan di depan dadanya.
Yoga segera memeluk pundak istrinya. Untuk menenangkan.
Sementara Nayla tak henti menatap wajah sedih Nathan, sungguh perasaannya kini berkecamuk. Gadis itu tak henti berdoa semoga Nathan lulus di salah satu fakultas pilihan yang diambilnya, kedokteran dan tehnik arsitektur seperti yang Nathan bilang padanya saat menghubungi Nayla beberapa waktu yang lalu.
Nathan Ingin kuliah di kedokteran yang nantinya langsung melanjutkan pendidikan spesialis jantung seperti Yoga. Pilihan kedua yaitu fakultas arsitektur karena ia juga menyukai menggambar secara mendetail.
Mendengar keinginan Nathan tentu saja Nayla mendoakan nya.
"Nathan, apa hasilnya? Kami menunggu hasilnya nak. Lihat mami mu sampai cemas mau menangis seperti ini", ucap Yoga menatap layar laptop.
Sementara Nayla menggenggam erat jemari Yulia yang berkeringat. Sebagai ibu wajar saja sikap Yulia seperti itu, karena ia sangat mendukung keinginan Nathan mengambil bidang yang sama dengan Yoga. Nathan di persiapkan menggantikan Yoga di klinik milik mereka yang baru saja beroperasi. Nayla pun di persiapkan menjadi wakil Nathan kelak di klinik tersebut.
"Taraaa..."
Nathan mengangkat selembar kertas yang menyatakan ia di terima di fakultas kedokteran.
Sontak saja di sambut teriakan syukur Yoga Yulia dan Nayla. Ketiganya berpelukan erat. Bahkan Yulia menangis haru melihat perjuangan putranya selama ini menuntut ilmu jauh dari orangtua tapi ternyata tidak lah sia-sia.
"Nathan teruslah belajar yang giat, cepat selesaikan pendidikan mu kemudian lekas kembali ketanah air. Klinik membutuhkan tenaga mu", ucap Yoga.
"Siap dok, mohon bimbingannya", seloroh Nathan sambil mengacungkan dua jempolnya.
Nayla tersenyum melihat kehangatan keluarga mereka. Ia sudah merasa menyatu di keluarga itu.
*
Malam semakin larut. Nayla sudah terlelap sejak beberapa jam yang lalu. Di tambah diluar masih turun hujan gadis itu meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut tebal.
Drt
Drt
Drt
Nada panggilan berbunyi cukup kuat mengagetkan Nayla yang sedang tidur pula. Rambut acak-acakan dengan mata masih terpejam Nayla mengambil handphonenya di atas nakas tanpa tahu siapa yang meneleponnya.
"Hallo", ucapnya lirih seraya masih di bawah alam sadarnya.
"Nayla...maaf aku membangunkan mu. Kakak ingin mengobrol sama kamu Nay", ucap Nathan di seberang sana. Melihat Nayla masih belum sadar sepenuhnya Nathan hendak menyudahi teleponnya.
"Besok saja kita bicara, kamu lanjutin saja tidur mu. Good night, mimpi yang indah Nay–"
"Kak Nathan?".
Nayla membuka kedua matanya. Perlahan kesadarannya terkumpul. Gadis itu menyisir rambutnya dengan tangan. Ternyata Nathan melakukan video call.Nayla bersandar di punggung tempat tidurnya.
"Kamu masih ngantuk Nay? Wajar sih, jam segini di sana memang waktunya tidur", tanya Nathan yang di jawabnya sendiri. Laki-laki itu pun tertawa sendiri menyadari ia menganggu istirahat Nayla.
"Ada apa kakak menelpon malam-malam begini? Apa ada hal penting?"
"Hm...tidak ada. Kakak ucapkan selamat untuk mu Nay karena kamu sudah di terima di sekolah favorit. Saking senangnya atas diterimanya aku kuliah sampai-sampai lupa pada mu yang juga di terima di SMA favorit", ujar Nathan tersenyum.
Nayla membalas senyum itu. "Iya, Nay juga belum memberi ucapan pada kakak selamat karena di terima di fakultas kedokteran. Doakan Nayla juga semoga nanti bisa seperti kakak".
"Tentu saja. Aku sudah tidak sabar nantinya kita bekerjasama di klinik".
"Ah itu masih lama sekali. Apalagi pendidikan dokter di Indonesia ditempuh lumayan lama berbeda dengan di tempat kakak yang bisa langsung mengambil spesialis. Kalau di sini harus mengikuti beberapa tes dan prosedurnya banyak sekali".
"Ya itulah enaknya di sini, tidak perlu mengikuti proses yang panjang. Namun lulusannya memiliki kualitas yang baik", jawab Nathan.
Tidak terasa mereka berbincang sudah hampir dua jam lebih. Hal yang di lakukan Nathan ketika menghubungi Nayla pasti durasinya lama.
Nayla sudah beberapa kali menguap.
"Sebaiknya kamu beristirahat Nay. Kelihatan kamu sudah mengantuk sekali".
"Iya kak sekarang hampir dini hari".
Nathan tersenyum mendengarnya. "Istirahat lah, kakak tutup sekarang–"
"Kapan kak Nathan pulang ke Jakarta?", tanya Nayla spontan sebelum Nathan mengakhiri pembicaraan.
"Belum tahu, kamu tahu kan ongkosnya mahal. Aku tidak mau terus-terusan merepotkan papi Yoga, Nay".
"Yang pasti kakak kita tetap berkomunikasi ya. Selamat melanjutkan tidur mu Nayla".
"Iya kak", jawab Nay ketika perbicangan mereka berakhir.
Nayla kembali merebahkan tubuhnya dengan senyuman, gadis itu memejamkan kedua matanya.
Kapanpun Nathan menghubunginya pasti akan Nayla sambut dengan baik. Biasanya obralan mereka tidak lain masalah aktivitas sehari-hari.
...***...
To be continue
sama-sama cinta tp gak sadar....