Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Alex tersenyum sinis. "Kamu mantan polisi, betul?" tanyanya dengan kepala menunduk, memandang wajah Irene yang hanya setinggi bahunya.
Irene mencoba menyembunyikan rasa gugup dan takut yang memenuhi dadanya. "Ma-mantan Polisi? Eu ... maksud Anda apa, Pak? Aku gak ngerti? Apa Anda diam-diam menyelidiki latar belakang dan kehidupan pribadi aku?"
Alex terdiam dengan helaan napas panjang, memalingkan wajahnya ke arah samping lalu kembali memandang wajah Irene. "Sekarang jawab pertanyaan saya, Irene? Benar kamu mantan polwan?"
Irene menggaruk kepalanya sendiri, jantungnya berdetak kencang tidak karuan. "I-itu cuma masa lalu, Pak. Sekarang aku sekretaris Anda," jawabnya dengan gugup.
"Masa lalu?"
Irene menganggukkan kepala dengan wajah polos, mendongak menatap wajah Alex William dengan perasaan takut. Ya, takut. Bahkan sangat takut, ia sudah mendengar betapa kejamnya pria itu. Seorang mafia berhati dingin yang tidak akan segan menyingkirkan seseorang yang menghalangi bisnisnya.
"Yakin kamu gak ngebohongin saya?" tanya Alex.
"Mana berani saya membohongi Anda, Pak. Kalau saya polisi, buat apa saya ada di sini? Pertemuan kita aja gak disengaja, 'kan?"
Alex melangkah memutari tubuh Irene, memandangi wajahnya dari ujung rambut hingga ujung kakinya yang tanpa mengenakan alas kaki membuat Irene semakin gugup. Tatapan mata Alex membuat jantungnya semakin dag dig dug. Pria itu tiba-tiba meletakan telapak tangannya di kedua sisi bahu Irene membuat wanita itu terperanjat.
"Piyama ini pas juga di tubuh kamu, Ren," ucapnya dengan senyum kecil.
"Hah? Eu ... i-iya, Pak. Ukurannya pas," jawab Irene, tersenyum cengengesan.
"Baju kamu udah saya buang, tapi sesuai dengan janji saya, saya akan ganti pakaian dan sepatu kamu sama yang baru, oke?"
Irene mengangguk dengan dada bergemuruh hebat. "Apa nyawaku selamat? Apa Pak Alex percaya sama ucapanku? Ini maksudnya apa, ya? Ko dia gak ngebahas masalah yang tadi lagi?" batin Irene dibuat bingung dengan perubahan sikap Alex William.
Alex kembali berdiri di depan Irene, memanggil salah satu pelayang yang sedang mengerjakan tugasnya. "Pelayan, bawa pakaian yang saya pesan tadi!" serunya dengan suara lantang.
Salah satu pelayan menjawab dengan sopan. "Baik, Tuan."
Sementara Irene masih terdiam dengan perasaan berkecamuk. Menatap wajah Alex, mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dengan sang mafia. Mana mungkin Alex percaya begitu saja dengan apa yang ia ucapkan. Batin Irene, rasa takut itu belum sirna dari hatinya.
"Kamu boleh pilih pakaian sesuka kamu, Ren. Saya udah suruh pelayan membawakan pakaian yang sesuai dengan ukuran tubuh kamu," ucap Alex saat melihat pelayan membawa selusin pakaian formal yang digantung layaknya di toko pakaian.
Beberapa pasang high heels pun nampak dijejerkan di atas lantai, dengan berbagai warna bahkan dari merk terkenal yang memiliki harga yang fantastis.
Irene memandangi semua itu dengan perasaan bingung. "Ini semua buat aku, Pak?" tanya Irene seraya menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal.
"Ini semua buat kamu kalau kamu mau tinggal di sini," jawab Alex tersenyum lebar.
"Hah? Ti-tinggal di sini? Sa-sama Anda, gitu?"
"Itu juga kalau kamu mau, Ren. Kalau nggak juga gak apa-apa ko. Kamu bukan hanya sekretaris saya, tapi juga bodyguard saya, Irene. Akan lebih mudah kalau kamu tinggal di sini."
"Tapi, Pak--" Irene menahan ucapannya karena Alex tiba-tiba meletakan jari telunjuk di antara bibirnya.
"Sttt! Jangan membantah, Irene. Kamu tinggal di sini bukan berarti kita kumpul kebo," selanya, memandang lekat wajah Irene. "Saya cuma khawatir sama keselamatan kamu, Ren. Saya punya banyak musuh dan sepertinya, musuh saya itu menjadikan kamu sebagai kelemahan saya."
Irene terkejut dengan mata membulat. "Kelemahan? A-aku gak ngerti, Pak. Maksud Anda apa?"
"Suruh siapa kamu bantuin saya ngelawan mereka? Mereka jadi tau muka kamu dan berpikir kalau kamu adalah--"
"Pacar Anda, begitu?" sela Irene bahkan sebelum Alex menyelesaikan apa hendak ia ucapkan.
"Pacar? Hahahaha, gak sesederhana itu, Iren!"
"Tapi aku beneran gak ngerti, Pak? Kenapa aku jadi target mereka? Sumpah, aku gak paham!"
"Nanti lama-lama juga kamu paham, Iren. Yang jelas, saya mau kamu tinggal di sini untuk beberapa hari ke depan sampai situasinya aman, paham?"
Iren terdiam dengan pikiran berkecamuk. "Ya Tuhan, apa aku disandera? Pak Alex gak ngebolehin aku pulang karena dia udah tau aku polisi dan akan nyingkirin aku diem-diem di rumah ini?" batin Irene, menelan salivanya kasar dengan dada naik turun semakin ketakutan.
"Gak usah takut, saya gak akan nyakiti kamu, Irene. Kamu mantan anggota polisi, saya butuh kamu buat--" Alex menahan ucapannya, mendekatkan kepalanya tepat di depan wajah Iren.
"Anda butuh aku buat apa?" tanya Irene dengan jantung berdebar.
"Saya butuh kamu buat mencari kelemahan polisi. Bisnis saya ini ilegal, alangkah baiknya jika saya punya kamu di sisi saya."
Irene terbeku tanpa sepatah katapun, balas memandang wajah Alex yang berada dekat di depan wajahnya.
"Tapi kamu harus ingat satu hal, Irene. Saya gak suka pengkhianatan dan saya gak akan memaafkan siapapun yang berkhianat sama saya, paham?"
Irene masih terbeku, setelah Alex tahu siapa dirinya, pria itu malah memintanya berada di sisinya? Apa ini semacam jebakan? Satu pertanyaan yang membuatnya bingung, mengapa Alex mengatakan secara terang-terangan bahwa bisnis yang ia jalankan adalah bisnis ilegal? Apa Alex sama sekali tidak takut ia akan membongkar bisnis ilegalnya itu? Batin Irene, ia merasa terjebak.
"Saya butuh kamu di sisi saya, Ren," ucap Alex, seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Irene.
"Anda butuh aku buat apa, Pak?" tanya Irene dengan wajah datar.
"Nanti juga kamu tau sendiri, mulai hari ini kamu akan tinggal di sini sama saya, paham?"
Irene hanya mengangguk patuh, terlalu takut untuk membantah. Satu harapannya di sini, semoga penyamarannya tidak terbongkar dan misinya cepat selesai. Bukankah dengan ia tinggal di rumah tersebut, dirinya akan lebih mudah menggali informasi tentang bisnis ilegal yang dijalankan oleh Alex William?
"Ya Tuhan, lindungilah hambamu yang lemah ini. Jangan sampai Pak Alex tau siapa aku sebenarnya," batin Irene penuh harap.
"Sekarang ikut saya."
"Hah? I-ikut Anda ke mana, Pak?"
"Ke ruangan kerja saya, Irene. Saya mau nunjukin sesuatu sama kamu."
Irene tersenyum lebar. "Ruangan kerja Anda?"
"Yes, akhirnya aku tau di mana ruangan kerja Pak Alex. Mudah-mudahan aku bisa dapet informasi penting," batin Irene merasa senang.
Alex melangkah menuju ruangan kerjanya dengan diikuti oleh Irene. Wanita itu memandang punggung lebar seorang Alex William dengan tatapan tajam dan senyum menyeringai.
"Aku pengen pekerjaan ini cepat selesai. Aku ngerasa lagi ada di kandang singa, sumpah!" batinnya dengan helaan napas panjang.
Sampai akhirnya, Alex menghentikan langkahnya tepat di depan pintu yang tertutup rapat. Hal yang sama pun dilakukan oleh Irene dengan perasaan campur aduk. Alex menoleh dan memandang wajah Irene dengan senyum kecil.
"Cuma dua orang yang boleh masuk ke ruangan kerja saya yaitu kamu dan asisten pribadi saya, Irene. Kalau kamu udah pernah masuk ke ruangan ini, itu artinya saya udah percaya sepenuhnya sama kamu, paham?"
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅