Beberapa tahun lalu, Sora dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya. Mengetahui hal itu, bukannya permintaan maaf yang Ia dapatkan, Sora justru menjadi korban kesalah pahaman hingga sebuah ‘kutukan’ dilontarkan kepadanya.
Mulanya Sora tak ambil pusing dengan sumpah serapah yang menurutnya salah sasaran itu. Hingga cukup lama setelahnya, Sora merasa lelah dengan perjalanan cintanya yang terus menemui kebuntuan. Hingga suatu hari, Sora memutuskan untuk ‘mengistirahatkan’ hatinya sejenak.
Tanpa diduga, pada momen itulah Sora justru menemukan alasan lain dibalik serangkaian kegagalan kisah cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rin Arunika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#7
Setelah cukup lama mengikuti langkah seekor kucing diantara rimbunnya pohon dan semak, sayup-sayup suara obrolan sejumlah orang mulai tertangkap oleh indra pendengaran Sora.
Kesabaran Sora sepertinya tak cukup untuk terus mengekori kucing putih itu. Dengan kesadaran penuh, Ia meraup tubuh mungil makhluk berkaki empat itu dan membawanya lari dalam gendongannya.
Seperti memahami maksud Sora, kucing putih itu kini tampak nyaman berada dalam dekapan Sora. Makhluk itu bahkan tampak memejamkan matanya seolah Ia memang telah bersiap untuk beristirahat.
Untungnya, dugaan Sora kali ini benar adanya. Jika diperhatikan lebih seksama, jalan yang Sora pijak sekarang terlihat memiliki pola seperti jalur yang biasa dilalui untuk mendaki.
Hal itu tentu semakin memacu semangat Sora untuk terus melangkah. Dan saat ini, Ia bisa melihat di depan sana terdapat beberapa orang berada di jalur yang sama dengannya.
Hati Sora benar-benar lega. Senyum lebar kini mengembang di wajah gadis itu.
“Misi, Kak,” Sora menghampiri seorang pria yang berjalan paling belakang dari kelompok pendaki itu.
Pria itu terdiam sesaat dan menatap Sora. Saat itu, Sora mungkin akan dikira sebagai gelandangan yang akan meminta makanan pada pria itu.
Rambutnya yang mengembang karena belum tersentuh sisir, wajahnya pucat dan bibir pecah-pecah itu melengkapi tampilannya yang menyedihkan.
“Kalo mau ke basecamp-“
“Ikutin jalan ini aja. Saya duluan, maaf.” Pria itu tak mau mendengarkan ucapan Sora. Ia buru-buru pergi menyusul rombongannya.
Sora terperangah melihat sikap pria itu. Ia masih menatap kepergian pria itu hingga kucing dalam gendongannya kembali mengeong dan menggeliat.
“Emang gua seaneh itu ya, Rayn?” Sora menatap Rayn, si kucing.
“Ngeeeongg!” Rayn malah mengeong dengan kencang.
“Ya elah… Elu juga sama aja.” Ucapnya pada Rayn sambil kembali melangkah.
Berdasarkan ucapan pria yang ditemuinya tadi, Sora menyusuri jalur itu hingga akhirnya dirinya tiba di tepi jalan yang cukup lebar. Bahkan beberapa motor yang telah dimodifikasi tampak beberapa kali melintasi jalanan itu.
Kali ini, Sora benar-benar mengumpulkan sisa harapan dan tenaganya untuk terus berjalan di jalur itu bersama Rayn si kucing.
“Kita nyampe juga, Rayn!” Sora memeluk Rayn erat-erat ketika dirinya akhirnya tiba di ujung jalur pendakian. Dan akhir jalur itu terbilang tak jauh dari area parkir mobil.
Saat itu, Sora buru-buru meraih ponselnya dan mencari kontak untuk dihubungi. Untung saja sinyal ponselnya masih muncul disaat genting seperti ini.
“Hallo? Pak Ivan. Bisa jemput saya? Saya lagi di Gunung.” Ucap Sora pada ponselnya.
Untuk beberapa saat, Sora terdiam mendengarkan seseorang di sebrang sana menjawab ucapannya.
“Ya Pak, segera ya. Pake mobil yang item aja.” Kemudian Sora menutup sambungan telpon itu.
Berbekal sisa uang dalam kantong celananya, kali ini Sora melangkahkan kakinya menuju sebuah warung. Perutnya sudah terus berbunyi minta diisi sejak Sora terbangun dari tidurnya.
“Misi, Bu,” kata Sora pada penjaga warung.
“Aduh, Tuhan!” meski suaranya tak begitu nyaring, namun Ibu pemilik warung yang berada di dalam sana jelas terkejut melihat kedatangan Sora di depan warungnya.
“Anu… Maaf, Bu. Saya sempet jatoh waktu hiking. Makanya saya agak kusut gini…..” Sora berusaha bersikap senormal mungkin.
Sora terduduk pada sebuah bangku panjang. Rayn pun tampak anteng berada di dekat kakinya.
Sambil mengatur nafasnya, Sora meraih satu buah jagung rebus yang berada di meja bambu. Rasa lapar mendorongnya untuk menghabiskan jagung itu kurang dari lima menit saja. Kemudian, satu buah tahu isi juga Ia lahap.
“Bu, air dong, satu,” kata Sora pada penjaga warung itu.
Setelah mendapatkan sebotol air minum, Sora menyerahkan selembar uang seratus ribunya pada pemilik warung itu. “Makasih Bu” katanya.
“Dek, dek. Kembalinya…” Ibu itu sedikit berteriak.
“Gak usah, Bu. Makasih.” Pungkas Sora seraya beranjak dari tempat itu.
Sekarang, Sora pergi menuju sebuah bangunan yang terdapat banyak orang beristirahat di sana.
Masih ditemani Rayn, Sora melepas sepatunya dan melemaskan kakinya yang mulai merasa pegal. Tahu-tahu Sora jatuh terlelap dan Ia kembali tertidur pulas.
#
“Ngeong… Ngeong…” Rayn mulai mengganggu Sora yang masih terlelap.
“Ck. Apa sih!” Sora berusaha mengabaikan Rayn. Gadis itu kini memiringkan tubuhnya dan meringkuk.
Namun, seperti memaksa Sora untuk terbangun, Rayn terus menggeliat-geliat di sekitar leher Sora. Karena hal itu, Sora akhirnya berusaha keras membuka kedua matanya masih mengantuk berat.
Rayn kembali mengeong dengan keras. Jika kucing putih itu mampu, mungkin Ia akan menyiram Sora dengan air supaya gadis itu cepat membuka matanya.
“Mmmh… Kok udah malem lagi sih... Hoamm…” Sora mengumpulkan kesadarannya, “harusnya Pak Ivan udah deket.”
Sesaat setelah gadis itu terduduk dengan malas, seorang pria yang usianya sekitar pertengahan lima puluhan itu kemudian datang dan menepuk pundaknya.
“Non,” panggil pria itu.
“Oh, Pak Ivan udah nyampe ternyata,” Sora mengucek kedua matanya, “Ayo, Pak. Buruan balik.” Sepertinya semangat Sora mulai terkumpul.
Sora bergegas berdiri dan bersiap memulai langkahnya. Rayn si kucing juga diraupnya dan kembali Ia gendong.
Tanpa menjawab ucapan Sora, pria yang bernama Ivan itu kemudian berjalan terlebih dulu menuju tempatnya tadi memarkirkan mobil.
Tak sampai sepuluh menit berjalan kaki, Sora akhirnya bisa menyandarkan tubuhnya di kursi penumpang. Mobil SUV hitam dengan logo lingkaran dan bintang bergaris tiga itu kemudian melesat meninggalkan tempat itu.
Sepanjang perjalanan, Ia hanya terdiam menatap jalanan yang dilaluinya hingga sampai di rumahnya yang mewah. Makhluk putih berkaki empat itu juga tampak menikmati perjalanan mereka. Rayn terus tertidur bahkan sampai mengeluarkan dengkuran halus.
Saat kucing itu masih memejamkan matanya, Sora meraih tubuh hewan mungil itu dan membawanya menuju kamarnya di lantai dua rumah.
“Besok gua bawain kandang”ucap Sora sambil melepaskan Rayn dari gendongannya.
Sora membiarkan Rayn untuk berkeliaran di kamarnya sementara dirinya memasuki kamar mandi yang masih berada di dalam kamar.
#
Rayn si kucing berbulu putih tampak bertingkah aneh ketika Sora meninggalkannya di kamar. Ia terus berputar-putar di dekat pintu kamar kemudian langkah kecilnya itu berhenti.
Sesaat kemudian, kucing mungil itu lalu menghambur menuju kasur dan bersembunyi di bawah selimut. Dan sebuah keanehan diluar nalar manusia kembali terjadi.
Gundukan dalam selimut itu semakin tumbuh dan terus membesar. Lengan seorang manusia kemudian muncul dari balik selimut, disusul dengan penampakan tubuh seorang pria tampan yang kini terduduk menampilkan bagian perut dan dadanya yang terbuka. Otot lengan, otot perut dan dada bidangnya terlihat seperti sudah akrab dengan alat-alat olahraga yang ada di gym.
Makhluk menggemaskan berkaki empat itu kini telah bertransformasi menjadi cowok ganteng setelah beberapa saat menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.
“Huh…” Rayn mengatur nafasnya. Pria itu berdiri dengan selimut yang membalut bagian pinggangnya kebawah. Ia berjalan memasuki pintu yang terdapat tulisan ‘my outfits’ di sana.
Dibalik pintu itu, Rayn dibuat terperangah ketika melihat walk in closet yang luasnya hampir sama dengan kamar tidur tadi. Pakaian yang tergantung, yang terlipat, beberapa tas dan sepatu yang tersusun dalam lemari. Banyak sekali barang di sana.
Kedua mata Rayn memang tengah menilik deretan pakaian dan koleksi fashion Sora. Namun, isi kepalanya kembali memutar ingatan tentang kejadian di hutan malam itu.
Sejak Bintang si drach kesayangannya memaksanya untuk menyembuhkan Sora, sejak saat itulah Rayn merasa bahwa ada yang aneh dengan sosok gadis itu. Rayn bahkan terlalu memaksakan dirinya untuk menggunakan kekuatannya karena desakan Bintang. Hingga Ia terpaksa merubah wujudnya menjadi seekor kucing karena tubuhnya telah kehilangan begitu banyak energi.
Ketika Sora berkata Ia bisa melihat Bintang,ketika Rayn menyadari bahwa pria yang menjemput Sora juga merupakan seorang Elf sama seperti Rayn, Rayn semakin yakin bahwa Sora bukan manusia biasa yang sudah sering Ia temui.
Tiba-tiba saja pandangannya berhenti pada sebuah setelan berwarna hitam yang tergantung di sudut walk in closet
“My R...” Rayn membaca kartu ucapan yang menyembul dari saku kemeja putih di dalamnya.
“My R?!” Ia tercengang karena menyadari inisial itu sama dengan huruf awal namanya.
Tapi Rayn tak ambil pusing. Ia meraih setelan yang tergantung itu dan dengan mantap akan mengenakannya. Dilihat sekilas saja, setelan itu terlalu kecil untuk tubuh Rayn yang jangkung. Tapi sekali lagi kejadian aneh terjadi. Setelan berwarna hitam itu membesar hingga kini ukurannya pas dikenakan di tubuh Rayn.