Membunuh banyak orang! Keyla Abraham, sang ketua mafia kejam yang meninggal ditangan sahabatnya sendiri.
saat terbangun, ia justru menempati tubuh anak perdana menteri Xia yang lemah dan jelek.
Xia Re, anak perdana menteri Xia Fang. kakak kandungnya begitu membencinya, ayahnya tidak peduli dengannya. selalu ditindas dan difitnah saudara/i tirinya. bahkan sang tunangan berselingkuh dengan adik tirinya. ibu dan adiknya dibunuh.
bagaimana cara Keyla membalaskan dendam Xia Re?
dapatkah Keyla mengungkap dalang kematian ibu dan adik Xia Re?
dapatkah ia kembali kezamannya untuk membalas dendam kepada para pengkhianat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bella Bungloon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 07 (TELAH DI REVISI)
“Nona, Anda mau ke mana?” Shuzu bertanya, alisnya bertaut heran kala melihat Nona nya menyelinap keluar dari Paviliun.
Keyla tidak menoleh. Ia hanya melangkah ringan namun cepat, bagai bayangan yang hendak larut ke kegelapan.
“Rahasia,” jawabnya datar tanpa menoleh ke belakang. “Shuzu, jaga Paviliun ku selagi aku pergi."
“Baik, Nona...”
Shuzu menunduk patuh, walau keraguan tak bisa ditepis dari wajahnya.
‘Sebenarnya, Nona mau ke mana semalam ini?’ batinnya penuh tanya.
Tak jauh dari sana, Tong Tong muncul, melayang seperti asap tipis yang menyatu dengan udara malam. “Tuanku... sebenarnya Anda akan pergi ke mana?” tanyanya dengan nada lembut. Selembut pant4t bayi.
“Bermain,” jawab Keyla tanpa ekspresi, tapi senyuman tipis di sudut bibirnya justru membuat merinding.
Deg.
Tong Tong hampir jatuh terbang di tempat. Main? Lagi? pikirnya ngeri. Ia mulai memahami satu hal tentang tuannya yang baru: ‘bermain’ adalah eufemisme dari pemban taian berda rah.
...
Udara malam terasa dingin menusuk kulit. Kabut tipis menggantung di antara pepohonan bambu yang tumbuh tinggi di belakang kediaman Xia. Angin membawa aroma tanah basah dan asap kayu dari dapur belakang. Saat Keyla berjalan menuju gudang di sisi kiri rumah.
Gudang itu gelap dan berdebu, penuh dengan peti-peti tua yang berisi pakaian dan peralatan yang tak terpakai. Namun di balik rak kayu lapuk, terdapat sebuah lemari kecil yang tersembunyi. Di dalamnya, pakaian hitam legam, kain cadar, dan senjata-senjata kecil tertata rapi.
Keyla mengenakan pakaian hitam ketat yang memudahkan pergerakan. Ia melilitkan kain cadar menutupi separuh wajahnya, menyisakan mata yang dingin dan menusuk.
Dia menatap bayangannya di permukaan kendi berisi air yang memantulkan samar wajahnya. Di balik cadar itu, matanya berbinar dingin.
“Waktu bermain dimulai,” gumamnya.
Langit malam semakin larut. Bintang-bintang terlihat bersembunyi di antara awan-awan mendung.
Namun...
Sebuah suara langkah kaki halus terdengar dari arah dapur. Seorang dayang keluar dengan hati-hati, matanya waspada, gerak-geriknya mencurigakan. Keyla lalu mengikutinha dari kejauhan, menyatu dalam bayang-bayang pohon, langkahnya senyap, bahkan tanah pun tak merasa diinjak.
Dayang itu menoleh beberapa kali, memastikan dirinya tak diikuti. Keyla langsung bersembunyi di balik tong kayu. Ia bisa merasakan detak jantungnya mulai stabil, seperti seorang pemburu yang sedang menanti waktu tepat menebas leher buruannya.
“Tidak ada siapa-siapa...” gumam sang dayang, sebelum melanjutkan langkah ke taman belakang, melewati semak-semak dan pepohonan pinus.
“Hei, keluarlah,” bisiknya pelan kepada sesuatu di balik semak.
Srrkk... srrkkk...
Dari semak-semak muncul sosok berpakaian serba hitam.
Tangan pria itu membawa kantong kecil berisi cairan ungu pekat.
“Ini racun yang Anda pesan,” ujarnya tenang.
Dayang itu menerima kantong itu dengan cepat, lalu berkata lirih, “Jangan sampai ada yang tahu. Nyonya Gong sudah membayar mahal untuk ini.”
Prok... prok... prok...
Tepuk tangan terdengar dari arah belakang. Membuat keduanya sontak menoleh. Keyla berdiri di sana, melangkah santai dari balik pohon tua.
“Siapa itu?!” pekik pria itu terkejut sekaligus takut.
Ia hendak kabur, namun sebelum kakinya sempat mendorong tanah, jarum perak menancap di lehernya. Ia terjatuh kaku. Racunnya bekerja dalam detik. Tubuhnya membeku dalam posisi duduk.
“Kenapa... aku tak bisa... bergerak...”
“Si-siapa kau?!” Dayang itu mundur ketakutan, namun Keyla hanya menunduk sedikit, menajamkan mata.
“Siapa, aku?” bisiknya. “Kau tidak perlu tahu.”
Tong Tong muncul dari balik pohon, melayang dengan semangat membara. “Ayo, Nona! Bunuh mereka! Itu dayang biadab yang dulu meracuni dan menyiksa pemilik tubuh tanpa henti! jika anda berhasil membvnvhnya, sistem akan memberikan poin!"
‘Tentu aku tahu...’ batin Keyla. Keyla ingat jelas saat memori Xia Re menunjukkan perjalanan hidupnya, termasuk tentang luka-luka itu, cemoohan itu, ketakutan setiap malamnya dan permohonan maaf yang tak pernah digubris.
Dayang itu mencoba melarikan diri, tapi Keyla—yang sudah siaga—bergerak cepat membekapnya dari belakang. Jeritan tertahan. Tubuhnya ditarik dan diikat ke pohon. Si pembawa racun juga diposisikan bersandar, tak berdaya.
“Lepaskan! Siapa kau sebenarnya?!” bentak dayang itu, panik.
Keyla membuka cadarnya perlahan. Cahaya redup menyinari wajah cantiknya yang kini penuh amarah.
“K-kau?! Wajahmu bagaimana bisa?!!" Datang itu terlihat terkejut setengah mati melihat wajah Keyla yang berbeda.
"Jangan pergi, sayang, aku hanya ingin mengajakmu bermain." Suara dingin Keyla di belakang tubuhnya, membuat tubuhnya menegang ketakutan.
Dayang itu menangis dan memohon. “Tolong! Saya hanya di perintah! Saya... Saya tidak bersalah!”
“Perintah?” Keyla terkekeh. “Apa kau lupa? Setiap luka di tubuh ini adalah hasil perintahmu. Setiap air mata adalah hiburan bagimu. Sekarang, giliranmu untuk menangis.”
Suara Keyla bergetar, bukan karena takut. Tapi karena amarahnya yang ingin meledak. Pelayan rend4han ini adalah kepala pelayan yang selalu menindas pemilik tubuh.
Keyla mencekram kuat rahang pelayan ku, kemudian memben turkan kepala pelayan itu ke sebuah pohon.
Bugh!
"AKKH—!!" pelayan itu berteriak keras dan kesakitan. Tapi tak membuat Keyla berbelas kasihan.
Keyla justru semakin semangat untuk memberi pelajaran pada dayang tak tahu diri itu.
Keyla menjam bak rambut panjang pelayan itu, menyeretnya seperti mainan, kemudian tanpa aba-aba Keyla mengin jak wajahnya.
"AARRGHH! dasar kau jal4ng!" bukannya memohon, pelayan itu justru menghina Keyla, membuat Keyla geram dan menarik tangan pelayan itu kuat, dan kaki yang menahan tubuhnya.
Kreeek!
Suara tulang patah itu membuat Tong Tong bergidik ngeri.
"Lepas! Ampuni saya— akkhh!!"
Keyla tersenyum tipis. "Aku pasti akan melepaskan mu, tapi... Melepaskan penderitaan mu selamanya."
Tong Tong yang tadi sempat merasa ngeri, kini terlihat bersemangat, dengan kostum bebek dan bendera merah, sistem itu berteriak semangat.
"Tuanku adalah yang terbaik, meski Anda kejam, tapi Dayang itu pantas mendapat kannya. Dayang itu adalah kepala pelayan keluarga Xia. Ia yang sudah meracuni Anda, Tuan. Bukan hanya meracuni, tapi juga menindas dan menyiks4 Anda."
Keyla tersenyum tipis, lalu mengeluarkan sebuah pisau.
Tanpa peringatan, pisau kecil di tangannya menan cap tepat ke mata sang dayang. Jeritan melengking membelah udara.
“ARGHHH!!!”
Keyla mencabut pi saunya dengan kasar, menarik serta bol a ma ta itu ke luar. Da rah memun crat, mengalir ke dagu sang dayang yang kini menggigil ketakutan.
“Hiks... sakit... ampuni... saya... Nona...”
Bibir Keyla melengkung. Bukan senyum—tapi sejenis kepuasan gelap. Dulu, pemilik tubuh asli selalu memohon padamu. Tapi sekarang, kau merangkak memohon pada jiwa yang akan membalaskan dendam.
Ia beralih ke pria pembawa racun yang gemetar hebat. Tubuhnya basah oleh keringat.
“Nona... ampun...." Keyla tersenyum tipis. Mungkin, jika saat ini raga ini milik Xia Re, dia akan berbelas kasih memaafkan mereka.
Namun, jiwa di dalam raga itu sekarang adalah— Keyla Abraham. Berparas cantik seperti bidadari, tapi kejam seperti iblis.
“Sayang sekali,” bisik Keyla pelan, “aku bukan Nonamu yang dulu. Aku adalah— Keyla Abraham, sang ratu iblis.”
Keyla bergerak, melepas seluruh pakaian mereka. Membiarkan mereka telanj4ng bulat.
Kemudian Keyla mengeluarkan kipas zhangfang nya. Dalam satu ayunan, kepala mereka berdua terpisah dari tubuh. Da rah mengucur deras, menggenangi tanah.
“Zhang Fang-mu sangat hebat, Tuan,” puji Tong Tong.
Keyla menghapus noda darah dari pipinya. “Pasti.”
Tong Tong menoleh pada dua mayat yang terkapar. “Lalu... Bagaimana dengan tubuh mereka?”
Keyla belum sempat menjawab. Di atas dahan pohon tua, sesosok pria bertopeng memperhatikan mereka sejak tadi. Jubahnya berkibar pelan tertiup angin pagi. Matanya menyipit, memperhatikan gadis pembantai itu dengan penuh minat.
“Menarik...” gumamnya.
melebihi cerita horor
Hancurkan Wuzhe dan Xia Rang
Aku ngambeeeeeeek
cepet sembuh ya..
Aku ga mau dia kenapa2
Dan Han hancurkan Wuzhe juga xia rang.