Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 amarah Raffi
Malam telah beranjak dari peraduannya, berganti sinar surya yang nampak malu malu menampakkan wajahnya yang bersembunyi di balik awan, cahayanya teduh menenangkan hati setiap insan. Embun pagi pun masih basah di dedaunan, suara burung yang berkicau melantunkan melodi yang merdu di telinga.
Hembusan sang bayu yang masuk lewat jendela yang terbuka pun menambah hawa dingin yang membuat orang enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya.
Disebuah kamar yang cukup besar dengan perabotan serba mewah, nampak wanita yang masih setia dengan tidurnya, ia tak terusik dengan apa pun tak beranjak dari buaian mimpinya. Meski ada tangan yang membelai rambutnya lalu mencium keningnya.
"Maafkan aku sudah membuatmu kelelahan seperti ini, aku hanya ingin dia cepat hadir di rahimmu Nara."
Raffi pun mencium perut rata Nara. Lalu bangkit dari tidurnya melangkah ke kamar mandi membersihkan dirinya.
Hembusan sang bayu yang menampar lembut wajahnya membuat Nara mengerjabkan matanya. Perlahan ia pun bangun dari tidurnya, bersandar pada headboard. Dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Sesaat ia teringat kejadian kemarin saat Bima menemuinya di ruang rawat Rana.
"Bimaaa,,"
pekik Nara lirih, terkejut karena Bima sudah berdiri di depannya sekarang dengan wajah yang merah padam.
"Ayo ikut aku,,,"
Tanpa persetujuan dari Nara, Bima sudah menyeret tangan Nara keluar dari ruangan Rana.
Mereka menuju taman yang berada tak jauh dari kamar Rana. Bima memandang Nara dari ujung rambut sampai ujung kaki, ia terpesona akan kecantikan Nara saat ini, jantungnya berdetak lebih cepat melihat wanita pujaannya yang nampak anggun dengan balutan kebaya pengantin. Namun hatinya pun perih, bagai ribuan sembilu telah mengiris disana.
Nara yang mendapati tatapan Bima yang sendu namun penuh selidik pun menjadi salah tingkah, ia hanya bisa menundukkan wajahnya.
Bima pun mencengkram dagu Nara lembut lalu mengangkatnya, kini mereka saling bertatap menyelami dalamnya arti tatapan mereka. Entah untuk berapa lama mereka saling pandang, hingga Bima yang harus memecah keheningan yang terjadi.
"Katakan kalau yang kulihat ini bohong, semua tidak benar kan Nara, pria itu tidak menikahimu kan?"
Nara yang mendapat pertanyaan itu pun terkejut, ia tak percaya jika Bima sudah mengetahui pernikahan kontraknya.
"Maaf Bim,,,aku terpaksa demi kesembuhan Rana, akan kulakukan apa saja selagi aku bisa, termasuk pernikahan kontrak ini."
Tutur Nara lirih sambil menundukkan wajahnya, buliran bening pun mengalir dari mata indahnya.
"Jadi benar apa yang dikatakan pria itu, kenapa kau tak bilang sama aku Nara, kalau semalam batas pelunasan biaya administrasi Rana, kalau aku tau dari awal, ini tak akan terjadi padamu."
Bima mengusap wajahnya dengan kasar, ia merasa frustasi menerima kebenaran yang pahit ia terima.
"Aku tak mau merepotkanmu lagi Bim,,, kamu sudah banyak membantu kami, hingga harus menjual seluruh harta berhargamu, aku tak mau membebanimu lagi."
Nara memandang sendu pada Bima dengan berlinang air mata.
Bima yang melihat air mata Nara merasakan sakit dalam.hatinya, ia tak kuasa melihat kesedihan Nara, perlahan ia pun merengkuh kepala Nara lalu menyandarkan dalam bahunya.
"Menangislah sepuas hatimu, luapkan semua kesedihanmu, aku akan selalu ada untukmu Nara."
Bima pun menghapus air mata Nara, membelai lembut rambutnya.
"Apa kau mencintainya Nara, setidaknya apa ada rasa suka dihatimu untuknya?"
Tatapan mereka kini beradu lagi, Nara hanya terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. Bima yang tau jawaban Nara pun tersenyum tipis. Jauh di lubuk hatinya ia bersorak gembira, meski Nara telah menikah dengan pria itu namun tak ada cinta dihati Nara nya, ini memberikan kesempatan padanya untuk mendapatkan cinta wanita yang sangat dikasihinya, hingga ia rela berkorban apa saja untuk mendapatkan Nara.
"Bima,,, kutau kamu mencintaiku, karena aku juga sayang sama kamu, tapi aku sudah tak pantas lagi untukmu, carilah gadis lain yang lebih dari aku, dan semoga kalian berbahagia, selamanya kau akan jadi sahabat tersayangku."
Bisik hati Nara, dadanya terasa sesak saat menerima kenyataan jika ia tak bisa bersanding dengan pria yang selama ini ada di hatinya, meski tak terucap, namun mereka saling mengetahui ketertarikan satu sama lain.
Hampir satu jam Nara dan Bima bercakap cakap tentang banyak hal, hingga ada tangan yang mencengkram tangan Nara dan menariknya kasar untuk mengikuti langkahnya.
"Bereskan dia, karena berani menyentuh wanitaku!"
Raffi memberi kode pada asistennya yang segera diangguki dan dengan cepat pria itu melumpuhkan Bima dengan bantuan dua orang bodyguard yang ikut bersama dengan mereka.
Nara yang melihat Bima bersimbah darah berteriak histeris lalu melepas tangan Raffi dan berlari kearah Bima. Ia pun menghalangi para bodyguard yang ingin memukul Bima lagi.
"Tuan, saya mohon, lepaskan dia, biarkan saya yang menanggung hukumannya, dia tidak bersalah, sayalah yang bersalah,,,hikss,, hikkss,,"
Nara sudah bersimpuh di kaki Raffi memohon agar ia tak menyakiti Bima lagi.
Hati Raffi sangat sakit melihat Nara yang berderai air mata menangisi dan membela pria lain di depan matanya. Tangannya sudah mengepal menahan marahnya, ingin rasanya ia menghabisi Bima dengan tangannya sendiri.
Namun akhirnya ia tersenyum licik memandang kearah Bima juga Nara.
"Aku akan melepas dia dengan syarat kau mau menciumku di depan pria brengsek ini."
Raffi menatap tajam kearah Bima yang juga menatap Raffi tak kalah membunuhnya.
"Tidak Nara, jangan lakukan itu, lebih baik aku mati dari pada melihatmu mempermalukan dirimu sendiri."
Ucap Bima penuh penekanan, sambil menatap sendu kearah Nara.
Dua bodyguard ingin memukul Bima, namun dihalangi oleh Nara,"maafkan aku Bim,, lebih baik aku yang menanggung malu dari pada melihatmu tersiksa oleh mereka,,,"
Ucap Nara lirih namun bisa di dengar oleh semuanya. Tangan Raffi semakin mengepal, tubuhnya bergetar menahan marahnya. Tak berbeda jauh dengan Raffi, Bima pun merasakan hal yang sama, ia tak mau Nara merendahkan harga dirinya, namun bagi Nara, ia tak mengapa karena Raffi telah menjadi suaminya, bukankah itu juga ibadah, selain itu ia bisa menyelamatkan nyawa penolongnya selama ini, yang juga menempati hatinya.
Nara pun berdiri dari tempatnya bersimpuh, kemudian mendekatkan wajahnya dengan Raffi, dengan ragu ragu dan debaran hati tak karuan ia pun memberanikan dirinya mencium sekilas bibir Raffi, saat Nara ingin menjauhkan bibirnya dari Raffi, justru Raffi membalas kecupan Nara dengan ciuman yang lembut dan menuntut.
Nara tak bisa menolak karena tengkuknya sudah direngkuh oleh tangan Raffi.
Bima tak kuasa menahan adegan itu, ia hanya bisa mengumpat dalam hatinya sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain, karena tubuhnya sudah di pegangi oleh kedua bodyguard tadi. Hingga ia tak bisa menggerakkan tubuhnya.
Raffi sudah tak dapat menahan marahnya lagi, segera ia mengangkat tubuh Nara ala bridal style, membawanya masuk ke lift naik ke roof top yang sudah menanti sebuah pesawat disana.
Setelah masuk ke dalam pesawat, segera pesawat melesat menuju tempat yang dituju, dan dua insan sedang memulai kegiatan panas mereka di dalam kamar yang ada di dalam pesawat tersebut. Raffi benar benar melepaskan amarahnya pada tubuh Nara, hingga Nara kewalahan dengan aksi Raffi, ia terus menerus menggempur pertahanan Nara hingga ia tertidur karena kelelahan.
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹