Seorang janda bekerja di proyek, lingkungan di proyek banyak tantangan dan godaannya, apakah dia bisa menghadapi tantangan dan godaannya? Silahkan baca cerita ini😀😀😀
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona_Penulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(6) Keadaan anak anak di rumah yang mulai nakal dan selalu mengingat ayahnya
Mawar memiliki 2 anak, 1 laki-laki berusia 13 tahun dan 1 anak perempuan berumur 7 tahun. Namanya Ammar dan Ririn.
Anak Mawar mulai merasakan rindu yang mendalam pada ayahnya yang sudah meninggal. Kesepian membuatnya sering bertingkah nakal sebagai bentuk pelampiasan perasaannya. Ia merasa kehilangan sosok ayah yang selalu jadi pelindung dan teman bermainnya sejak kecil.
Di rumah, anak itu sering memberontak, tidak mau nurut, dan kadang melanggar aturan. Mawar yang sibuk juga mulai kewalahan menghadapi perubahan sikap anaknya. Meski begitu, Mawar berusaha memberikan perhatian lebih, mencoba mengerti apa yang sebenarnya dirasakan anaknya.
Anak itu cuma butuh kehangatan ayahnya. Rindu yang belum terobati itu membuatnya mencari perhatian dengan cara yang kurang tepat, tapi sebenarnya hatinya penuh kasih. Kadang, ia hanya ingin dipeluk dan didengarkan, bukan dimarahi.
Mawar mulai merasa pusing dan kewalahan menghadapi anak-anaknya yang sedang dalam masa penuh energi dan tingkah laku yang kadang sulit dikendalikan. Setiap hari, ia harus menjadi sosok yang sabar, kuat, dan selalu siap menghadapi rewel, pertengkaran, dan permintaan yang tak ada habisnya. Kadang suara gaduh di rumah membuat Mawar merasa lelah secara fisik dan emosional.
Tantangan terbesar adalah mengatur waktu antara pekerjaan, mengurus rumah, dan memperhatikan kebutuhan emosional anak-anaknya. Mawar sering merasa waktu seolah tidak pernah cukup, apalagi ketika anak-anak sedang saling berebut perhatian atau menuntut sesuatu secara bersamaan. Ia berusaha tegar walau kadang rasa stres mulai datang tanpa diduga.
Meski begitu, Mawar tidak menyerah. Ia terus belajar menjadi ibu yang lebih sabar dan memahami setiap perubahan mood dan kelakuan anak-anaknya. Kadang, dia menyempatkan waktu berbicara dari hati ke hati dengan mereka, mencoba menemukan cara yang terbaik agar hubungan tetap hangat dan anak-anak merasa dicintai.
Ammar dan Ririn memang sering berantem, tapi itu lebih karena mereka benar-benar dekat dan punya cara unik mengekspresikan perhatian satu sama lain. Kadang perbedaan kecil kayak rebutan remote TV atau siapa yang duluan pakai kamar mandi bisa jadi alasan besar untuk adu argumentasi. Tapi di balik itu semua, Ammar dan Ririn sebenarnya saling sayang dan sulit benar-benar lama marahan.
Setiap pertengkaran biasanya dimulai dari hal sepele, seperti Ririn yang merasa Ammar terlalu cuek atau Ammar yang kesal karena Ririn suka berkomentar terus-terusan. Mereka saling lempar kata-kata pedas, kadang bikin suasana jadi panas. Tapi setelah itu, biasanya ada momen diam-diam di mana keduanya mulai merasa kehilangan dan rindu dengan keakraban yang ada.
Mereka juga sering bikin orang di sekitar bingung, karena walau ribut, mereka cepat banget baikan. Kebiasaan itu malah jadi karakter mereka berdua; kalau nggak ada berantem kecil, rasanya ada yang kurang. Ammar dan Ririn belajar untuk saling memahami perbedaan dan mencoba mencari kompromi walau sering gagal.
Kadang, pertengkaran itu bikin mereka makin mengenal satu sama lain, tahu batas dan kelebihan masing-masing. Jadi, walaupun Ammar dan Ririn suka berantem, ada kehangatan dan rasa sayang yang membuat hubungan mereka kuat dan penuh warna.
Meskipun Ammar dan Ririn sering berantem dan saling adu argumen, saat bermain dengan teman-temannya mereka berubah jadi tim yang kompak dan saling melindungi. Kalau ada yang mencoba menggangu salah satu dari mereka, tanpa ragu Ammar dan Ririn berdiri bersama, menjaga dan memastikan tak ada teman mereka yang tersakiti. Perselisihan kecil di antara mereka lenyap begitu ikatan persaudaraan muncul, menunjukkan kalau di balik semua keributan, ada cinta dan solidaritas yang kuat. Mereka seperti dua sisi mata uang yang berbeda, tapi tak terpisahkan, selalu siap menjaga satu sama lain.
Ini membuktikan, walau sering berantem, Ammar dan Ririn punya rasa tanggung jawab sama yang besar terhadap keluarga dan teman-temannya. Kadang, perselisihan itu justru membuat mereka makin paham betapa pentingnya kebersamaan dan saling menjaga.
Ammar dan Ririn sangat menikmati waktu bermain petak umpet bersama teman-temannya. Saat permainan dimulai, Ammar yang jago ngumpet langsung mencari tempat strategis di balik pohon besar, sedangkan Ririn yang cepat lari memilih bersembunyi di balik semak-semak dekat rumah. Mereka berdua sibuk menyusun strategi agar tidak ketahuan si penjaga.
Teman-teman lain juga antusias, saling membantu cari tempat sembunyi yang pas sambil sesekali tertawa geli. Seru banget melihat Ammar dan Ririn berlari-lari, bersembunyi, dan saling memberi tanda diam-diam supaya tidak ketahuan. Kadang Ririn sengaja mengalihkan perhatian penjaga dengan suara kecil agar Ammar bisa bergerak.
Saat Ammar berhasil menemukan satu per satu teman yang bersembunyi, tawa dan kegembiraan pecah di tengah permainan. Meski sering berantem, kedekatan mereka terlihat jelas saat bermain. Mereka saling menjaga dan memastikan teman tidak mudah ketahuan juga, kompak dalam asyiknya permainan petak umpet ini.
Permainan petak umpet ini jadi momen spesial buat Ammar dan Ririn untuk lebih dekat, berbagi tawa, dan melepas penat setelah hari-hari penuh kegiatan. Serunya suasana membuat mereka ingin terus main berulang kali.
Suatu sore yang cerah, Ririn sedang asyik bermain di taman bersama teman-temannya. Ia berlari dengan riang mengikuti permainan petak umpet yang penuh warna dan tawa. Namun, saat berlari mengejar teman yang bersembunyi, kaki Ririn terpeleset di sebuah batu kecil yang tersembunyi di bawah daun-daun kering. Dengan tidak seimbang, Ririn terjatuh dan segera merasakan sakit di lututnya. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia berusaha tahan agar tidak menangis di depan teman-temannya.
Melihat kejadian itu, Ammar yang saat itu sedang mencari teman yang bersembunyi langsung berlari menghampiri Ririn. Ia dengan cepat membantu mengangkat tubuh adiknya dan mengusap debu yang menempel di bajunya. “Santai, Ririn. Aku akan bantu kamu,” kata Ammar sambil tersenyum menenangkan.
Ammar membimbing Ririn duduk di bangku taman yang teduh agar ia bisa beristirahat. Ia lalu mengecek lutut Ririn dengan hati-hati. Meski hanya lecet kecil, Ammar tetap menunjukkan perhatian penuh agar Ririn merasa aman dan tidak takut. “Kamu kuat, Ririn. Nanti juga sembuh kok,” ujar Ammar sembari mengambil tisu dari tasnya.
Ririn merasa lega karena ada Ammar yang selalu ada saat ia butuh. Meski mereka sering berdebat dan bersaing, momen ini menunjukkan betapa Ammar sangat peduli dan siap melindungi adiknya kapan saja. Teman-teman yang melihat juga ikut membantu, memberikan semangat dan tawa ringan agar suasana tetap ceria.
Setelah beberapa menit istirahat, Ammar membantu Ririn berdiri dan perlahan mereka berjalan pulang bersama. Ammar terus mengingatkan agar hati-hati saat berjalan dan tidak terburu-buru. “Kalau kamu jatuh lagi, janji beri tahu aku, ya. Aku nggak mau kamu kesakitan,” kata Ammar dengan serius tapi lembut.
Peristiwa ini menegaskan betapa eratnya hubungan Ammar dan Ririn. Di balik ribut-ribut dan canda, ada ikatan kasih sayang yang kuat. Ammar tidak hanya sekadar saudara, tapi juga pelindung sejati yang siap sedia di setiap saat sulit. Ririn pun merasa makin yakin kalau memiliki Ammar sebagai kakak adalah anugerah terbesar.