“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.
“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.
“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjuangan tiada henti
Lampu kuning menerangi rumah berdingding anyaman bambu, tanah yang hanya dilapisi tanah nampak bersih karena Bu Lastri dan Rara rajin menyapu rumah.
Bukan hanya mereka saja, tapi seluruh anggota keluarga Pak Adi, bahu membahu menjaga kebersihan rumah mereka. Ibu Lastri berkutat memasak makan malam sederhana buat keluarganya.
“Bu masak apa?” Tanya Rara menghampiri, Bu Lastri yang tengah mengoreng bumbu langsung menoleh, “Ibu, bikin nasi goreng lauknya tempe tepung.” Ujar sang ibu.
“Rara bantuin ya bu,” ucap Rara mendekat, Bu Lastri mengangguk, “iya nak, kamu potong tempenya ya ra. Habis itu, balurin pake tepung sashet yang tadi ibu beli.” Ujar Bu Lastri memberi petunjuk, Rara pun mengangguk paham.
Rara dan Bu Lastri langsung menyiapkan masakan sederhana namun lezat untuk makan malam nanti. Beruntung hari ini pendapatan hasil jual sayuran lumayan banyak jadi, Bu Lastri dan keluarga dapat makan yang lebih enak dari biasanya.
“Bapak mana bu?” Tanya Rafa yang baru saja keluar dari kamarnya. Bu Lastri mengigat-ingat sekejap, “Bapak. Tadi lagi potong bambu di depan nak, katanya Bapak mau bikin anyaman bambu buat nempel dingding bocor.” Jawab Bu Lastri.
Rafa pun berjalan ke arah yang di tujukan sang Ibu. “Pak…” panggil Rafa, saat melihat Pak Adi tengah memotong sebilah bambu. “Pak, Rafa bantuin ya.” Ujar Rafa ikut duduk bersila di sebelah bapaknya.
“Boleh, itu kamu anyam saja, bambunya sudah kering dan bisa di anyam. Buat dingding kamar mandi yang bocor. “ ujar Pak Adi. Meski tubuhnya belum sehat sepenuhnya, Pak Adi berusaha memaksakan diri, agar dia bisa mengerjakan kolam ikannya hendra.
Setelah selesai membuat ayaman, Rafa masih duduk di tempat tadi memengang ponselnya. Rafa tengah mengedit desain yang di pesan oleh seseorang dari luar negeri sana. “Alhamdulillah, semoga dia suka dengan desain yang aku buat.” Gumamnya sendiri.
Sembari menunggu masakan ibunya matang, Rafa terus mengedit desain. Yang di mana, disain itu harus di kirim nanti malam dan akan di bayar besok paginya.
“Nak, makan…” panggil bu Lastri, Rara menata nasi goreng yang sudah dia taruh di atas piring. “Wah…tempenya enak bu.” Ujar Riri, dia memang suka sekali dengan tempe, tapi karena ibunya jarang punya uang lebih, jadi Riri jarang bisa makan tempe setiap hari.
“Doa dulu sebelum makan dik,” ujar Rafa yang ikut bergabung dengan mereka. “Iya kak.” Sahut Riri dengan wajah polosnya. “Yasudah, ayo makan. Biar setelah ini Bapak bisa minum obat.” Ujar sang ibu, mereka pun menyantap makanan dengan nikmat.
Setelah selesai makan malam, Bu Lastri mencuci piring nya sendiri. Tadi, Rara mau bantuin ibunya, namun Ibu Lastri melarangnya meminta Rara untuk membatu Riri buat tugas sekolah saja, karena jika terlalu petang membuatnya, Riri bisa mengantuk.
Di bawah cahaya lampu kuning, Rara dan Riri duduk bersama untuk berlajar. Bu pelajaran matematika terbuka di hadapan mereka. “Kak, ini nomor empat sama lima ku tidak mengerti. Dua belas ditambah dua empat. Gimana caranya menghitungnya kak?” Tanya Riri, yang kesulitan jawab soal.
“Oh, yang ini. Sini kakak ajarin, tapi tunggu dulu kakak ambil alat bantunya ya.” Ujar Rara, beranjak dari tempat duduknya. Dia mengambil lidi kecil yang sudah dia potong sebanyak seratus buah, jadi lidi itu akan Rara gunakan untuk alat bantu menghitung.
“Apa itu kak?” Tanya Riri bingung melihat lidi berwarna biru tua dari tangan Rara. “Dulu, saat kakak sd, kakak bikin ini buat bantu menghitung. Ini terbuat dari lidi yang kakak warnai dengan perwarna alami dari bunga telang. Jadinya, warnanya cantik kan ri? Kamu bisa pakai ini buat bantu menghitung.” Ujar Rara.
Riri pun melihat kagum dengan benda sederhana itu. “Ajarin Riri ya kak, besok akan Riri bawa ke sekolah.” Ujar Riri, Rara pun mengangguk.
Riri menatap sang kakak yang tengah memberikan cara mengunakan lidi, “kamu ambil lidi, sebanyak dua belas buah, lalu kamu tambahkan lagi dua puluh empat. Nah, sekarang kamu hitung total berapa banyak lidi jadinya?” Tanya sang kakak menatap Riri yang serius menghitung.
“Satu, dua, lima belas, dua puluh, tiga puluh, tiga puluh lima..dan… tiga puluh enam kak.” Seru Riri dengan semangat. Rara pun mengangguk bangga melihat sang adik dengan cepat menangkap pelajarannya. “Betul, sekarang kamu tulis ya. Sudah paham kan?” Tanya Rara yang di timpali anggukan oleh sang adik.
Setelah melihat adiknya mulai mandiri untuk belajar. Rara mengambil ponsel tuanya dari dalam kamar, ponsel ini dia beli saat Rara berkerja memetik cengkeh di desa seberang. Saat itu, dia mendapatkan upah yang cukup banyak, hingga dirinya bisa membeli ponsel.
Rara mulai membuka aplikasi menulis, dia akan menulis cerita dan di jual secara online, di salah satu platform menulis. Tangannya sibuk mengetik, kata demi kata dia dapatkan hingga bisa menyelesaikan satu bab.
Sesekali Rara berhenti saat Riri kembali menanyakan soal yang dia belum pahami. Setelah Riri paham lagi, Rara kembali menulis, untungnya hari ini tidak ada tugas rumah yang perlu dia kerjakan. Karena besok akan ada jeda di sekolah, jadi siswa hanya perlu datang untuk membaca buku bersama.
Karena besok, jeda sekolah akan diadakan acara membaca buku bersama. Nantinya, para guru akan membawa semua buku di halaman sekolah, ada juga yang menjual buku dan mendonasikan buku lamanya. Tak hanya itu, para murid di sekolah ternama di kota pun akan mendonasikan bukunya esok.
Dengan itu, Rara sangat mengharapkan dia bisa mendapatkan buku yang sangat bagus. Dia juga berharap bisa mendapatkan buku panduan belajar untuk sang adik. Karena besok, akan ada banyak buku yang didonasikan.
“Ayo nak tidur, ini sudah jam sepuluh malam.”ujar Bu Lastri. Riri pun memasukkan semua bukunya ke dalam tas. Rara juga bersiap untuk tidur, namun dia akan menyelesaikan dua bab lagi, agar malam ini dia bisa mengirim lima bab sekaligus.
“Ra, abang mu belum masuk ke rumah juga? Tolong suruh masuk. Biar Ibu siapkan tempat tidurnya, ini sudah malam.” Ujar sang Ibu. Rara langsung memanggil kakaknya yang duduk di depan rumah.
“Bang , kata ibu di suruh masuk, di luar dingin.” Panggil Rara. Abangnya pun ikut masuk mengekor di belakang Rara. Rafa menutup semua pintu rumah, udara semakin dingin. Sepertinya hujan akan turun lagi.
Rafa dengan cekatan menutup pintu dan jendela rumah. Lalu duduk di atas kasurnya, dan kembali mengedit desain yang akan di kirimnya sebentar lagi.