NovelToon NovelToon
Di Jual Untuk Sang CEO

Di Jual Untuk Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: RaHida

Aliza terpaksa harus menikah dengan seorang Tuan Muda yang terkenal kejam dan dingin demi melunasi hutang-hutang ibunya. Dapatkah Aliza bertahan dan merebut hati Tuan Muda, atau sebaliknya Aliza akan hidup menderita di bawah kurungan Tuan Muda belum lagi dengan ibu mertua dan ipar yang toxic. Saksikan ceritanya hanya di Novelton

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RaHida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 #Aturan Setelah Menikah

Sekretaris Mark duduk tegak di balik mejanya. Matanya sesekali melirik ke arah jam tangan, sudah sepuluh menit ia menunggu, namun Aliza tak kunjung datang. Bibirnya mengerucut kesal. Sungguh merepotkan, batinnya.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan tergesa. Aliza muncul, napasnya sedikit terengah, lalu segera menghampiri dan duduk di hadapannya.

“Maaf, Tuan… saya terlambat. Tadi ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan begitu saja,” ucap Aliza dengan nada menyesal.

Mark menatapnya tajam, sorot matanya sedingin es.

“Alasan tetaplah alasan, Nona Aliza. Waktu saya terlalu berharga untuk terbuang menunggu seseorang yang tidak disiplin. Jika ini terulang lagi, jangan harap saya akan memberi toleransi. Ingat baik-baik, saya tidak butuh orang yang hanya pandai memberi alasan. Saya butuh hasil.”

Aliza tercekat, tangannya meremas ujung roknya di bawah meja. Udara di ruangan itu terasa menekan, seolah setiap kata Mark menjadi cambuk yang menampar harga dirinya.

Sekretaris Mark meraih sesuatu dari laci mejanya, lalu meletakkan sebuah amplop cokelat tebal di hadapan Aliza.

Aliza menatapnya dengan dahi berkerut, jantungnya berdetak tak menentu. Apa lagi ini…? Apakah akan ada perjanjian baru lagi? batinnya gelisah.

Mark menatapnya tanpa ekspresi, seolah mampu membaca isi pikirannya.

“Ini bukan sekadar perjanjian,” ujarnya datar. “Di dalamnya berisi aturan-aturan yang harus Anda patuhi setelah resmi menjadi istri Tuan Muda.”

Aliza terdiam. Tangannya ragu untuk menyentuh amplop itu, seakan-akan benda sederhana tersebut menyimpan beban yang lebih berat daripada yang mampu ia pikul.

Dengan ragu-ragu, Aliza membuka pelekat amplop cokelat itu. Tangannya sedikit bergetar, seolah ia takut dengan apa yang akan ditemukannya di dalam. Perlahan ia menarik selembar kertas, lalu membacanya dengan hati-hati. Setiap baris kalimat terasa seperti beban baru yang menekan dadanya. Nafasnya teratur tapi berat, matanya sesekali terpejam, lalu terbuka lagi dengan tatapan resah.

Keningnya berkerut, jemarinya refleks memijat pelipisnya yang terasa tegang. Belum juga resmi menjadi istri Tuan Muda Nadeo, pikirannya sudah dipenuhi rasa takut dan kecemasan. Jika sekarang saja membuatnya sesak begini, bagaimana nanti setelah ia benar-benar menyandang status itu? Rasanya, hidupnya akan terkekang, menguras bukan hanya tenaga, tapi juga seluruh waktunya. Sebuah beban besar yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Apakah Nona sudah paham dengan isi aturan ini?” tanya Sekretaris Mark sambil menatap tajam.

Aliza menunduk sebentar lalu menggeleng pelan. “Saya masih kurang paham, Tuan.”

“Panggil saja saya Sekretaris Mark,” potongnya dingin. Ia menepuk amplop cokelat di meja. “Inti dari semua tulisan ini, Nona hanya perlu ingat satu hal—anda harus melayani semua kebutuhan Tuan Muda. Dari saat beliau membuka mata di pagi hari, hingga menutup mata kembali di malam hari.”

Aliza menahan napas, matanya membesar. Apa maksudnya? Apa dia mengira aku ini babysitter? Harus mengurus semua kebutuhannya? gumamnya dalam hati, perasaan tidak percaya perlahan menyelimuti wajahnya.

Aliza mengangkat wajahnya, berusaha tetap tenang meski dadanya terasa sesak. “Apakah… semua kebutuhan?” tanyanya ragu, suaranya hampir bergetar.

Sekretaris Mark menatapnya dingin, seolah membaca kegelisahan itu. “Ya, semua. Tidak ada pengecualian. Itu sudah menjadi bagian dari tugas anda sebagai istri sah Tuan Muda.”

Aliza mengepalkan tangannya di balik meja, kukunya menancap di telapak tangan sendiri. Gila! Apa mereka pikir aku ini pelayan pribadi? Apa aku harus mengorbankan seluruh hidupku hanya untuk memanjakan pria itu? teriaknya dalam hati.

Namun bibirnya tetap terkatup rapat, menahan semua protes yang ingin ia lontarkan. Ia tahu, satu kata penolakan saja bisa membuat keluarganya terancam.

Aliza menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Sekretaris Mark dengan sorot mata yang lebih berani. “Maaf… apakah tidak ada batasan dari aturan ini? Saya istri, bukan pelayan. Kalau semua kebutuhan Tuan Muda harus saya layani, lalu apa bedanya saya dengan pembantu?”

Sekretaris Mark sempat terdiam, namun senyum tipis terbentuk di bibirnya. Senyum itu dingin, menekan, seolah sudah memprediksi pertanyaan tersebut.

“Perbedaannya jelas, Nona. Pembantu hanya melayani karena dibayar. Sedangkan anda… melayani karena sudah terikat dalam pernikahan. Itu adalah kewajiban, bukan pilihan.”

Jawaban itu membuat dada Aliza semakin bergejolak. Kewajiban? Jadi inikah arti pernikahan yang dipaksakan itu? hatinya menjerit, tapi wajahnya tetap dipaksa tegar.

Aliza menelan ludah, keberaniannya terkumpul hanya untuk satu pertanyaan yang mengganjal pikirannya. Suaranya lirih namun jelas terdengar.

“Apakah… saya juga akan melayaninya di ranjang?”

Sekretaris Mark menatapnya lama, seakan menimbang-nimbang sebelum menjawab. Lalu, ia menggeleng pelan.

“Saya rasa itu tidak mungkin, Nona. Tuan Muda tidak akan meminta anda untuk melayaninya di atas ranjang.”

Ada nada dingin dan meyakinkan dalam suaranya, namun entah mengapa Aliza tetap merasa was-was. Benarkah? Atau ini hanya janji manis untuk menutupi kenyataan pahit yang akan datang? pikirnya, hati kecilnya terus berbisik curiga.

Sekretaris Mark mengeluarkan sebuah black card dari dalam amplop dan meletakkannya di hadapan Aliza.

"Ini adalah pemberian dari Tuan Muda Nadeo. Saya harap Anda bisa mempergunakan kartu ini dengan baik," ucapnya datar.

Aliza menatap kartu itu dengan bingung. "Apakah saya bisa… membeli rumah dengan kartu ini?" tanyanya setengah ragu.

Sekretaris Mark menatapnya tajam, senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

"Saya rasa jangan, Nona. Kartu itu memang bisa membeli apa saja, tapi jangan lupa… Tuan Muda bisa saja meminta pertanggungjawaban atas setiap sen yang Anda gunakan. Anda tentu tidak ingin membuat beliau kecewa, bukan?"

Aliza menggenggam kartu itu dengan hati-hati, seolah sedang memegang benda berharga sekaligus berbahaya. Kilau hitamnya terasa menekan, membuat jantungnya berdegup lebih cepat.

"Jadi… semua yang kubeli akan diawasi," gumamnya lirih, lebih kepada diri sendiri daripada kepada Sekretaris Mark.

Mark hanya mengangguk pelan. "Betul. Tuan Muda tidak pernah memberikan sesuatu tanpa alasan. Anggap saja itu cara beliau mengikat Anda."

Aliza menelan ludah, tangannya sedikit bergetar. Ada rasa takut sekaligus penasaran. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya:

"Sejauh mana aku bisa melangkah dengan kartu ini? Apakah benar-benar bisa membeli apapun? Atau hanya jebakan untuk melihat keserakahanku?"

Sekretaris Mark merapikan jasnya, lalu berdiri. "Gunakanlah seperlunya. Ingat, setiap pengeluaran Anda bukan hanya tercatat di sistem… tapi juga di mata Tuan Muda."

Aliza menatap kartu itu sekali lagi, lalu tersenyum tipis, penuh tekad.

"Kalau begitu… mari kita lihat, Tuan Muda, seberapa jauh Anda sanggup mengikatku."

Aliza menatap Sekretaris Mark, keraguannya pecah dalam sebuah pertanyaan yang selama ini hanya berputar di kepalanya.

"Saya ingin bertanya, Sekretaris Mark… apakah saya bisa memiliki kekasih di luar sana?"

Mark terdiam sesaat, lalu menatap Aliza dengan sorot mata tajam dan penuh peringatan.

"Itu terserah Anda, Nona," jawabnya dingin. "Namun ingat, jika Tuan Muda mengetahui, Anda akan menerima hukuman. Dan percayalah, hukumannya bukan sesuatu yang ringan."

Ia berjalan pelan mendekati jendela, lalu melanjutkan dengan suara lebih rendah, nyaris berbisik.

"Tuan Muda Nadeo bukan orang biasa. Nama dan pengaruhnya besar. Jika media tahu Anda adalah istrinya, Anda akan selalu dikejar-kejar. Bukan hanya oleh media… tapi juga oleh mereka yang ingin merusak nama baiknya."

Aliza tercekat, jantungnya berdegup semakin kencang. Untuk sesaat, pikirannya terasa terkunci—antara keinginan bebas dan ancaman yang membayang.

Aliza tiba-tiba tersenyum nakal, tatapannya menusuk ke arah pria di hadapannya.

"Bagaimana jika… kita saja yang menjadi kekasih, Sekretaris Mark? Bukankah Anda belum memiliki kekasih?" godanya dengan suara pelan, namun penuh tantangan.

Sekretaris Mark sontak membeku. Wajahnya yang biasanya dingin langsung memerah. Tangannya mengepal di bawah meja, berusaha menahan diri agar tidak terpancing oleh omong kosong itu.

"Astaga… bagaimana bisa aku terpancing oleh kata-kata wanita ini?" batinnya geram.

Ia segera berdiri, menegakkan tubuhnya dengan wibawa yang dipaksakan.

"Saya rasa… sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan," ucapnya dingin, meski ada nada terguncang di suaranya.

Aliza hanya menyeringai tipis, puas melihat ekspresi Mark yang untuk pertama kalinya keluar dari kendalinya.

1
partini
baca jadi ingat novel tahun 2019 daniah sama tuan saga ,, good story Thor 👍👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!