Arwah sekarat Raveena bergentayangan di dalam sebuah novel yang pernah ia kutuk karena baginya memiliki ending yang paling buruk. Di novel itu, menjadi sosok Elira Maeven, tokoh utama yang memiliki sifat lugu dan feminin yang menyukai sosok Arsen Vaelric, si pria manipulatif yang berbahaya.
Sialnya, Raveena memasuki tubuhnya usai Elira mengalami adegan mati konyol akibat bunuh diri di bagian ending cerita. Seolah semesta menuntut pertanggungjawaban dari caciannya, ia dipaksa melanjutkan cerita hidup Elira yang mestinya berakhir setelah mati bunuh diri.
Raveena tak bisa keluar dari dunia itu sebelum menyelesaikan skenario takdir Elira yang tak pernah ditulis dan direncanakan oleh penulis novel itu sendiri.
Sampai tiba hari di mana Arsen mulai menyadari, bahwa sikap membosankan Elira yang selalu ia abaikan, kini bukanlah sosok yang sama lagi.
Namun, Arsen justru sangat menyukainya.
Apakah Raveena mampu kembali ke dunia nyatanya?
Atau justru terkurung selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dandelions_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06
Note: di bab ini dan seterusnya, panggilan Raveena akan berubah menjadi Elira
Kali ini Raveena benar-benar mulai menerima, jika saat ini ia adalah Elira meski rasanya tetap aneh dan tak masuk akal.
"Sebentar. Mengapa sebelumnya diriku terbaring lemah seperti yang Ann katakan?"
"Bibi." Elira menatap Ann lewat pantulan cermin. Wanita itu menyahut dengan deheman. Terlihat sangat bahagia saat menyisir rambutnya usai membersihkan diri. "Memang apa yang terjadi padaku sebelumnya?"
Pertanyaan itu membuat Ann mengangkat wajah perlahan. Ia menatap Elira dengan perasaan patah yang terlalu sulit untuk dijelaskan.
"Maaf. Bibi masih tidak sanggup untuk kembali mengingatnya." Ann menggeleng dengan tatapan sungkan. Ia tak mau membuat Eliranya mengingat kenangan buruk.
Elira pun terdiam.
"Entah kenapa firasatku mengatakan, bahwa aku melakukan adegan terakhir di halaman novel terakhir itu," gumamnya dalam hati.
"Apakah aku melompat dari gedung?" terkanya, membuat Ann menutup mulut. Ia sedikit cemas, karena benar-benar khawatir pada kondisi Elira.
"K-kau ingat kejadian itu?" tanya Ann degan gemetar.
Di mata Ann, Elira tampak berpikir seperti orang kebingungan. Seolah telah menerka sesuatu yang tabu dan belum pasti kebenarannya. Kesedihannya kian mendalam. Ann merasa kasihan melihatnya hilang ingatan.
"Maksudnya, ini kehidupan setelah Elira bunuh diri di ending? Tapi dia hidup lagi? Dengan ... arwahku?" Perempuan itu menggeleng dengan membelalak, merasa hidupnya semakin tidak beres.
"SIAL! APA MAKSUDNYA SEMUA INI? JADI SEBENARNYA AKU HIDUP DI MANA?!"
"J-jangan terlalu dipikirkan, Nona. Nanti kepalamu sakit. Ingatanmu barusan adalah keliru," kata Ann berusaha menenangkan. Ia khawatir majikan mudanya merasa tidak nyaman dan kesakitan.
"Mengapa semua ini terjadi pada diriku ...," celosnya kelepasan. Raveena benar-benar mulai merasa kehilangan dirinya yang sesungguhnya. Jiwanya benar-benar telah melebur pada sosok Elira.
"Nona Elira ...," Ann merasa prihatin dengan itu. Ia ikut merasa sedih melihatnya. "Kau akan baik-baik saja, selama Bibi selalu ada di sampingmu."
Elira menghela napas singkat. Jika memang ini kehidupan yang seharusnya tak ada, maka ia mesti mencari tahu sesuatu yang bisa menjadi kunci.
Perempuan itu tersentak saat mengingat sesuatu, hingga membuat Ann menatapnya penasaran. Ia menjadi teringat, jika penyebab Elira nekat mengakhiri hidupnya adalah seorang Arsen Vaelric.
"Bibi. Aku ingin bertemu dengan Arsen."
Jantung Ann sontak berdegup lebih keras. "K-kau mengingatnya?"
Elira mengangguk, menatap pantulannya di cermin dengan sunggingan sinis. "Iya. Dia lelaki brengsek yang telah membuat hidupku berantakan."
Ann terdiam. Badannya terasa lemas, dan ia tak tahu harus mengatakan apa pada tuan besarnya nanti tentang permintaan Elira.
"Bibi tak mau? Biar aku saja yang mendatanginya." Elira bangkit hingga membuat Ann mundur selangkah.
"B-bibi temani, ya?" tawar Ann takut.
Pelayan itu sebenarnya bingung, kenapa Nona mudanya mendadak terlihat garang dan penuh dendam seperti ini? Jika memang akibat efek separuh ingatannya kembali, tapi Arsen tetaplah lelaki penuh tipu daya. Keluarga Elira telah tahu itu. Namun, Elira yang keras kepala dan obsesif tak pernah lelah mengejarnya, hingga kejadian tragis itu menimpanya.
"Tidak usah. Aku akan pergi sendiri."
Ann mulai merasa gawat saat Elira pergi ke ruangan pakaian. Ann mengekorinya. Perempuan itu ternyata mengobrak-abrik isinya untuk menemukan celana panjang. Namun, ia hanya menemukan celana piyama karena seluruh pakaian modis Elira berbentuk dress dan rok.
"Gadis ini terlalu feminin," umpatnya seraya membentangkan salah satu celana yang ia temukan. Pemandangan itu membuat Ann makin semakin bingung dengan apa yang akan dilakukan Nona mudanya.
Ann sangat histeris saat Elira menyingkap roknya. Tanpa malu, Elira memakai celana piyama itu tanpa melepas rok sebelumnya.
"Nona akan berpakaian seperti ini?" Ann melempar tatap aneh pada majikannya. Biasanya, Elira itu modis dan anggun. Tidak berantakan seperti ini.
"Lain kali, belikan aku celana modis yang banyak," titah Elira sambil menutup pintu lemari.
Ann mengangguk patuh. "B-baik, Nona."
"Ohiya." Elira berbalik saat hendak meninggalkan Ann. "Apakah Ayah masih menjadi seorang direktur utama di perusahaan Kakek?"
Ann mengangguk menyahuti pertanyaan random itu.
"Apakah Ayah masih menjadi duda?"
Pertanyaan kedua membuat Ann tersenyum. "Ayahmu adalah lelaki setia." Matanya menatap penuh kehangatan. "Dia hanya akan memiliki satu perempuan di hidupnya. Dan itu adalah dirimu, Nona."
Elira jadi geli sendiri. Ia jadi teringat pada Demian. Sosok ayah dari Raveena yang sama duda dan enggan menikah lagi. Namun, hidupnya selalu merepotkan dirinya.
"Jadi ingatanmu tidak sepenuhnya hilang?" tanya Ann sedikit berharap.
Elira tersenyum menatapnya. "Ada yang hilang."
"Nona ingat bagian yang hilang?" Ann bertanya memastikan. Sungguh dirinya berharap, Elira akan lebih banyak mengingat kenangan manis dan bahagia.
Tatapan dalam Elira terlihat tegas dan yakin. "Hm," gumamnya sambil bersidekap dan tersenyum sinis.
Ann menghela cemas. "Apa itu?"
Elira memiringkan kepala dengan senyuman memesona. "Elira yang dulu telah hilang," timpalnya, lalu meninggalkan ruangan.
Ann tidak mengerti, hingga tatapannya terus mengikuti Elira yang berjalan percaya diri keluar dari ruangan pakaian.
"T-tunggu, Nona! Kau sungguh akan berpakaian seperti itu?" cemas Ann sembari mengejar.