Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mall
“Kak, ini masih lama nggak sih?” Deeva yang semula duduk di sofa mulai bosan dan menghampiri Shaka yang masih sibuk mengobrol dengan pegawai pet shop tempat mereka berada kini. Sudah hampir satu jam sejak kedatangan Deeva menunggu si Kopoy melakukan perawatan. Awalnya ia cukup senang karena di pet shop yang tak hanya menjual aneka kebutuhan hewan peliharaan juga menyediakan jasa mengurus hewan. Ada berbagai macam hewan peliharaan disana dari mulai kelinci, kucing, anjing bahkan hamster yang begitu lucu. Katanya sebagian dijual sedang sebagian lagi milik pelanggan yang menitipkan peliharaannya untuk di rawat selama mereka pergi, ada juga sebagian hewan dalam perawatan karena sakit. Tapi yang namanya menunggu lama kelamaan jelas menjenuhkan, apalagi bagi Deeva yang dalam kesehariannya jarang memiliki waktu luang. Kalau saja dia masih di Bandung, weekend seperti ini pasti sedang berada di kedai, jualan bersama dengan Elisa.
“Bentar lagi, tinggal ngeringin bulunya aja terus nunggu antrian suntik vitamin.” Jawab Shaka tanpa menoleh. Ia sibuk memperhatikan kucing kesayangannya yang tampak nyaman disana.
“Iya, Kak. Aku tungguin.” Deeva kembali duduk di sofa sambil memegangi perutnya. Sudah jam sepuluh lebih, perutnya minta diisi.
Karena tak terdengar lagi rengekan Deeva membuat Shaka menoleh, dilihatnya gadis itu duduk bersandar di sofa sambil memegangi perut, wajahnya juga tampak lesu.
“Mba, kira-kira berapa lama lagi perawatan kucing saya selesai?” tanya Shaka.
“Berhubung Mas datangnya telat mungkin satu jam an. Tadi udah saya daftarin konsul ke dokter paling awal tapi kan pas dipanggil Mas nya nggak ada jadi di lewat terakhiran. Maaf yah Mas karena dokter Hera hari ini nggak masuk jadi perawatannya lebih lama.” Jelas pegawai.
“Oh, iya nggak apa-apa. Kalo gitu saya titip disini dulu kucingnya, mau ada keperluan lain dulu. Adik saya sepertinya mulai bad mood.” Shaka menunjuk Deeva yang kini malah sudah terlelap di sofa dengan lirikan matanya. Padahan keadaan pet shop begitu ramai tapi bisa-bisanya gadis itu malah tidur. “Nanti pulangnya saya ambil.” Lanjutnya.
“Siap, Mas.” Jawab pegawai. “Ngomong-ngomong baru sekarang saya lihat adiknya Mas Shaka, tumben diajak, biasanya sendirian aja.” Lanjutnya.
“Iya, baru datang dari luar kota adik saya.” Jawab Shaka. “Saya permisi.” Pamitnya kemudian.
Shaka menghampiri Deeva yang terlelap tapi baru saja ia duduk di sampingnya gadis itu sudah bangun. “Udah, Kak?” tanyanya.
“Gue kira lo tidur. Belum, masih lama. Ternyata harus antri lagi, tadi kesiangan sih datangnya.”
“Oh.” Deeva mengangguk.
“Iya, yuk berangkat cari baju lo dulu. Si Kopoy kita titipin disini aja dulu.” Lagi-lagi Deeva hanya mengangguk.
“Wajah lo pucet, terus gue perhatiin dari tadi megangin perut mulu.” Ucap Skaha. “Lo PMS? Perlu gue beliin obat atau kita ke dokter dulu?” bisiknya kemudian. Perkara menghadapi wanita PMS ia sudah paham, langganan jadi pesuruh kakaknya dulu. Sampai jenis pem ba lut dan obat datang bulan saja Shaka hapal.
Mendengar itu Deeva langsung menengakkan duduknya. Ia menatap Shaka, “aku cuma butuh makan, Kak.” Ucapnya lirih.
“Ya ampun kenapa nggak bilang dari tadi sih?”
“Tadi kan aku nanya masih lama apa nggak? Kata Kakak bentar lagi ya aku tunguin eh taunya lama banget.” Keluh Deeva.
“Ya kan gue nggak tau kalo lo lapar, lo nggak bilang. Kita cari makan sekarang. Makanya kalo disuruh sarapan tuh jangan so diet diet segala.”
“Kok Kak Shaka jadi nyalahin aku? Dari dulu aku diet nggak masalah. Harusnya tuh Kakak peka, masa bawa anak orang nggak dikasih makan. Heran deh!” kesal Deeva. Entahlah kalo sedang lapar, kesinggung dikit bawaanya pengen ngamuk terus.
“Kucing aja diurusin terus, aku ditelantarin.” Gerutunya.
Sepanjang jalan Deeva terus menggerutu tiada henti. Shaka hanya bisa menghela nafas panjang sambil sesekali melirik gadis di sampingnya yang cemberut.
“Apa?”
“Nggak, Cuma liat spion kok.” Elak Shaka. “Gini ternyata rasanya punya adik, repot. Perasaan tadi in anak manis-manis aja eh tiba-tiba ketus. Gue kira bakal enak kalo punya adik bisa nyuruh-nyuruh kayak Retha nyuruh-nyuruh gue, eh ini kok malah gue yang berasa di suruh-suruh.” Pikirnya.
Tiba di Mall keduanya langsung menuju food court. Shaka memesankan banyak makanan untuk adik barunya. Saat makanannya tiba, tanpa malu-malu apalagi jaga image, Deeva langsung melahapnya.
“Nasinya abisin.” Ucap Shaka kala melihat gadis itu hanya memakan setengah porsi nasinya.
“Aku nggak makan nasi banyak-banyak, Kak. Buat kakak aja nih nasinya kalo mau, tapi tukeran yah aku mau salad punya kakak. Kayaknya nggak disentuh dari tadi.” Deeva melirik salad sayur segar yang masih utuh di sisi piring Shaka.
“Ambil aja, gue nggak suka sayuran.” Jawab Shaka.
Deeva mendorong maju piring miliknya, “pindahin sini, Kak.”
Awalnya malas tapi akhirnya Shaka menuruti perintah Deeva, dengan telaten ia memindahkan salad sayur dari piringnya ke piring Deeva.
“Kenapa Kak Shaka nggak suka sayuran? Ini bagus buat kesehatan tau, Kak.”
“Nggak suka aja.” Jawabnya irit.
Ehm ehm!
Keduanya reflek menengok saat seseorang berdehem di dekat meja mereka. Raffa, laki-laki itu tanpa dipersilahkan kini sudah menggeser kursi dan duduk di samping Deeva. Gadis yang tadi tengah senang karena mendapat tambahan salad jadi kehilangan mood nya perkara ingat dikatain penampilannya bikin sakit mata.
“Siapa nih manis banget.” Sapa Raffa. “Gue ajak nongkrong nggak mau, katanya mau bawa si Kopoy ke salon. Eh malah nongkrong sama cewek cakep lo.” Sindirnya kemudian pada Shaka.
“Emang gue bawa si Kopoy ke salon kok, ntar pulangnya gue ambil.” Jawab Shaka jujur.
Raffa tak peduli, meskipun di kantor Shaka adalah bosnya tapi kalo di luar jam kerja mereka tak ada batasan. Tak mendengarkan Shaka, Raffa malah sibuk menatap gadis yang terus-terusan membuang muka dari pandangannya.
“Kenalin gue Raffa, temen Shaka.” Ucap Raffa tapi Deeva acuh.
“Jutek banget. Siapa sih?” Ucapnya pada Shaka.
“Yang kemaren lo jemput, Deeva.” Jawab Shaka. “Mau gue pesenin salad lagi?” tawarnya kemudian pada Deeva yang sudah menghabiskan salad miliknya.
“Nggak, Kak. Makasih, aku udah kenyang. Kita cari baju sekarang bisa?”
“Iya, bisa. Ayo gue temenin.” Jawab Shaka seraya beranjak dari tempat duduk sementara Raffa masih bengong di tempatnya.
“Yang kemaren gue jemput? Kok jadi cakep sih?” gumam Raffa. “Pantesan wajahnya kayak kenal, ternyata lebih cantik dari pada foto. Woy, Shak tungguin gue ikut!” Teriaknya seraya menyusul.
“Deev, yang kemaren sorry yah. Gue bercanda itu.” Ucapnya pada Deeva begitu berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Deeva berada di tengah-tengah.
“Nggak apa-apa, Kak. Aku kan emang bikin sakit mata, kampungan.” Jawab Deeva santai.
“Bercanda gue sumpah. Gue traktir deh lo mau apa? Biar gue bayarin.” Tawar Raffa.
“Kak Shaka, kita lihat-lihat sebelah sana dulu yuk!” Deeva menarik lengan Shaka. Pemuda itu mengikutinya tanpa keberatan.
“Ets, tunggu bentar!” Raffa menahan Shaka. “Katanya kemaren buat gue, Shak. Lo pulang aja sana urusin kucing biar si Deeva gue temenin.” Lanjutnya.
“Kan kemaren lo bilang nggak mau. Minggir ah gue mau nemenin adik gue beli seragam.” Shaka penepis tangan Raffa.
“Katanya nggak mau sama bocah tapi lo ikutin mulu itu anak.” Sindir Raffa.
Shaka hanya diam, yang diucapkan Raffa benar adanya.
“Jangan bilang kalo lo demen sama tuh bocil?” tebak Raffa.
Shaka tergelak mendengarnya. Suka sama bocil? Big no, seleranya wanita karir yang dewasa dan akan lebih bagus jika sama-sama penyuka kucing.
“Nggak mungkin lah, kayak nggak tau selera geu aja lo. Gue disini sebagai kakak yah. Udah sana lo lanjutin kegiatan lo, gue sibuk ini nemenin adik beli seragam sekolah.” Balas Shaka. “Jangan lupa atur ulang jadwal gue soalnya besok mesti nganter itu anak ke sekolah baru.” Lanjutnya kemudian pergi karena Deeva melambaikan tangan kearahnya.
Raffa melihat Shaka yang begitu cepat menghampiri si bocah, “bukan selera katanya. Mulut bisa nolak tapi sorot mata lo nggak bisa bohong, Shak. Dasar.” Gumamnya seraya menatap sahabat dan calon istrinya.
.
.
.
.
.
.
.
Gasskeun terus like sama komennya temen-temen. Sambil nunggu kisah ini up, kalian juga bisa baca karya aku yang lain yah.
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍