DILARANG KERAS PLAGIARISME!
Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 - RENCANA
Matahari pagi ini terbit dengan cahaya hangat yang menembus gorden kamar Aruni. Sinarnya menyapu dinding kamar yang tenang, seolah membawa pertanda kebahagiaan, Aruni ingin menyampaikan kabar penting kepada ibunya bahwa ia berencana liburan.
Ia menggeliat malas-malasan di atas kasur, masih mengenakan baju tidur kesukaannya. Matanya berkedip perlahan, mencoba mengusir sisa kantuk. Namun, tubuhnya terasa pegal dan kepalanya agak berat, seakan tidur semalam tidak benar-benar membawanya ke alam istirahat. Anehnya, ia tak bisa mengingat mimpi atau kejadian apa pun. Benar-benar tak ingat apapun.
Setelah bangkit, Aruni segera masuk ke kamar mandi. Mencuci muka dan menyikat gigi, ia tahu ibunya paling cerewet soal bau mulut kalau pagi hari. Tak lama kemudian, ia menuruni anak tangga menuju dapur. Bu Asih sedang sibuk menyiapkan sarapan. Melihat anaknya turun sambil menguap lebar, ia tersenyum kecil.
“Tuh kan, Ibu udah tahu kamu pasti bangun kesiangan,” ucap Bu Asih sambil mengaduk opor ayam di atas kompor.
“Hoaaam... nyam nyam nyam... hehehe. Pagi Ibuku cantik...” sapa Aruni dengan nada manja, duduk di meja makan.
“Ibu, masak apa nih?” tanyanya sambil melirik ke arah meja.
“Opor ayam, tempe, tahu goreng, sama sambel favorit Ibu,” jawab Bu Asih sambil meletakkan piring-piring ke meja makan.
Mereka duduk berhadapan, menyantap sarapan dalam suasana hangat penuh kasih sayang. Sejak kecil, Aruni diajarkan untuk tidak mengeluh soal makanan. Apa pun yang tersaji adalah berkah yang harus disyukuri.
"Gimana opor ayamnya Ar? Keasinan gak?" tanya Bu Asih.
"Gak ko Bu, malah agak kurang asin kalo menurutku..." jawab Aruni sambil kembali mencicipi kuah opor ayam masakan Ibunya.
"Ya maklum Ar, Ibu udah jarang juga kan masak opor ayam kaya gini. Padahal pas Almarhum Ayahmu masih ada, dia suka banget masakan opor ayam buatan Ibu." jelas Bu Asih. Memang masakan opor ayam adalah salah satu yang paling disukai oleh almarhum Ayah Aruni. Sambil mengunyah nasi serta lauk, Bu Asih sedikit tersenyum mengenang kebersamaan dengan mendiang suaminya itu. Di susul juga dengan Aruni yang ikut tersenyum melihat Ibunya mengenang masa lalu itu.
“Bu,” ujar Aruni sambil mengunyah, “nanti pas libur semester lima ini, aku sama Bella dan Caca mau liburan ya...”
“Boleh, sayang,” jawab Bu Asih tenang. “Berapa lama rencananya?”
“Paling dua minggu, Bu. Soalnya ortunya Caca nggak suka kalau anaknya pergi lama-lama.” jawab Aruni.
“Ya udah, yang penting kalian jaga diri dan sopan santun.” tambah Bu Asih.
“Iya, Bu.” Aruni tersenyum senang. Mereka kembali larut dalam nikmatnya menu sarapan berdua pagi ini. Beberapa saat kemudian, Bu Asih bertanya, “Emangnya mau liburan ke mana kalian bertiga?”
“Hehehe... coba tebak dulu dong...” Aruni menatap ibunya sambil menggoda.
“Halah, mulai main tebak-tebakan ya kamu. Gak mau langsung ngomong aja?” tanya Bu Asih setelah disuruh menebak oleh anaknya itu. “Yaaah... nggak seru dong kalo langsung dikasih tau!” Jawab Aruni.
“Hm... ke vila di pantai?” tebak Bu Asih.
“Salah...” Aruni nyengir.
“Iiih, Ibu kan nggak jago tebak-tebakan, Ar. Ya udah, ngomong langsung aja.” pinta Bu Asih.
“Bella, Caca, dan aku mau ke desa kakek-nenek, Bu!” jawab Aruni penuh semangat.
Seketika, senyum di wajah Bu Asih meredup. Ia menatap putrinya lekat-lekat, seolah tak percaya dengan yang baru saja didengarnya. “Kamu mau liburan ke mana Ar?” tegasnya sekali lagi.
“Ke rumah kakek dan nenek di desa. Pasti seru. Udah lama banget aku nggak ke sana,” sahut Aruni ringan. Tapi ringan di telinga Aruni, tak sama dengan apa yang didengar Bu Asih. Bu Asih terdiam. Sorot matanya berubah, hatinya mulai dicekam rasa tak nyaman yang sulit dijelaskan.
“Ibu? Kok diem sih?” tanya Aruni heran. “Setiap kali aku mau ke sana, Ibu selalu kayak gini deh.” tambah Aruni yang membuat Bu Asih menunduk, menyuapkan sendok terakhir makanannya dengan lambat.
“Ibu?” tanya Aruni lagi, kali ini lebih tegas.
“Nggak papa Ar... Cuma, itu kan jauh banget... Emangnya nggak ada tempat liburan lain yang lebih deket?”
“Kenapa sih, Bu? Lagian aku baru sekali ke sana, itu juga udah lama banget waktu masih bocil…” jawab Aruni agak kesal.
“Aruni, desa kakek dan nenekmu itu jauh. Kamu juga nggak bisa bawa mobil sendirian. Meskipun ditemenin Bella dan Caca... Nggak ah, Ibu nggak setuju,” ucap Bu Asih, nada suaranya mulai naik.
“Yah, Ibu! Masa alasannya selalu ‘jauh’, atau ‘nggak aman’, atau ‘nggak perlu’... Aku udah gede, bisa bawa mobil sendiri! Dan aku mau ke rumah kakek dan nenek!” Aruni mulai kesal.
“Aruni, Ibu bukan melarang, tapi...”
“Tapi apa?” potong Aruni cepat. “Khawatir?”
Bu Asih menatap wajah putrinya dalam-dalam. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang belum pernah diceritakan kepada anak kesayangannya itu.
“Atau... Ibu takut aku kenapa-kenapa di sana?” Seketika itu juga, pikiran Bu Asih terlempar pada masa lalu. Pada sesuatu yang telah ia kubur dalam-dalam, yang selama ini dijaga rapat dari Aruni.
“Aruni... dengerin Ibu. Kamu boleh liburan dua minggu, atau lebih, bareng Bella dan Caca, atau siapa pun... asal jangan ke...” segera Aruni memotong ucapan Ibunya, “Bu, ayolah! Aku udah dewasa! Aku tetap mau liburan ke rumah kakek dan nenek di desa. Bareng Bella dan Caca!”
Bu Asih ingin bicara. Ingin menjelaskan. Tapi lidahnya kelu. Nafasnya tiba-tiba sesak.
“Udah, Ibu nggak usah khawatir. Aku akan baik-baik aja di sana.” Aruni berdiri, mulai membereskan piring-piring kotor ke wastafel.
Sementara itu, Bu Asih hanya bisa menatap punggung anaknya yang terasa berbeda pagi itu. Lebih kuat, lebih keras kepala. Aruni tampak tak biasa pagi ini ketika berdebat dengan Bu Asih barusan. Aura dalam dirinya terasa berbeda. Seolah Bu Asih sedang berhadapan dengan orang lain namun tetap dalam wujud Aruni. Bu Asih merasakan kekhawatiran dan ketakutan yang perlahan semakin merayap ke dalam jiwa dan pikirannya. Dan setiap kata penegasan yang keluar dari mulut anaknya itu seolah tak mampu dia tepis. Padahal selama ini, Bu Asih selalu bisa menahan keinginan Aruni untuk pergi ke desa itu.
Ya... Desa di mana kakek dan neneknya Aruni pernah hidup dalam kedamaian, namun sejatinya menyimpan sebuah rahasia besar. Rahasia yang dijaga rapat-rapat. Desa di mana kisah masa lalu dan sesuatu yang tak ingin dilanjutkan pernah terjadi. Desa yang menjadi saksi hidup dan mati sebuah kejadian mengerikan. Desa yang bernama....
Desa Lanjani
Tempat di mana semuanya pernah dimulai.
Tempat yang telah mengoyak masa lalu.
Dan mungkin... akan kembali merenggut masa depan...