"Apa yang kamu bicarakan Lin Yi? A-aku sudah kotor sejak kecil haha, dan kamu, dan kalian kenapa masih tertarik pada perempuan sepertiku? Sepertinya kalian kurang berbaur ya, diluar sana masih banyak loh gadis yang lebih dariku dari segi fisik dan mental, so, kerjasama kita bertiga harus profesional ya!" Sebenarnya Safma hanya mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, walaupun Safma sendiri tidak terlalu paham dengan maksud dari kalimatnya secara mendalam. Tidak ada airmata dari wajah Safma, wajahnya benar-benar pintar menyembunyikan emosinya.
"Safma!" Sudah habis kesabaran Lin Yi, kemudian menarik tangan Safma pelan juga tiba-tiba namun dapat membuat gadis itu terhuyung karena tidak seimbang. "Jangan bicarakan hal itu lagi, hatiku sangat sakit mendengarnya. Kamu terlalu berharga untukku, Please biarkan aku terus mencintaimu!" Lirih Lin Yi dibarengi air mata yang mulai berjatuhan tanpa seijinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sazzzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mengigau
"Kamu gak jadi tidur?" Tanya River penasaran, gadis manis yang tadi bilangnya akan tidur cepat malah kini duduk manis menemaninya mengerjakan tugas dari klien.
"Kenapa? Gak boleh? Udah baik aku temani kerja."
Krress ...
Safma memakan lagi cemilan yang ia bawa setelah mengatakan kalimat atas pertanyaan River. Bocah laki-laki itu terlalu banyak bertanya hari ini, menyebalkan.
"Jangan bilang kamu takut file rahasia kamu ku lihat atau terbongkar olehku?" Goda River.
"Ck, aku hanya ingin mengawasi mu, siapa tahu kamu salah tekan malah menghapus foto suami suamiku."
"Maksud kamu suami-suami kamu yang ini?" Tanya River lagi dengan memperlihatkan gambar anime yang cukup tampan bagi River, tapi masih dibawah dia.
Melirik sebentar, "Hem, mereka tampan bukan?"
River terlihat menampilkan raut wajah menyebalkan, "Lumayan, tapi masih tampan aku."
"Cih!" Geli Safma.
"Ngomong-ngomong, kenapa kamu tidak memberi password pada laptop mu? Kamu tidak takut jika ada yang hilang dari file yang penting atau semacamnya gitu?" Tanya River untuk kesekian kalinya, walaupun begitu River sudah mulai mengerjakan tugasnya malam ini.
"Belum sempat."
"Kamu suka main game?" Tanya River lagi.
"Netral."
"Tapi bisa?" Tanyanya lagi.
"Iya, kenapa?"
"Setelah ini kita main game bareng, oke?" Tawar River terdengar menarik ditelinga Safma.
"Oke, satu jam gak lebih."
"Siap bestie."
Hening
Dengan River yang sibuk dengan dunianya dan Safma yang sibuk main game dari aplikasi olshop. Lumayan kan main game dapat coin Dan terkadang juga voucher belanja.
Beberapa waktu berlalu cepat, River meregangkan otot-otot yang dirasanya sedikit tegang.
"Sudah selesai." River mencoba memberitahu Safma yang sedang sibuk dan fokus pada gamenya.
"Hey, aku sudah selesai." Tahu River lagi menusuk-nusuk gemas lengan Safma yang menggantung dengan jari telunjuknya. "Jadi main game kan?"
Safma menoleh, kemudian mengangguk, "Jadi."
"Kamu sedang apa?"
"Main game."
Mata River terlihat berbinar binar, "Game? Game apa?" Antusiasme bergejolak dalam diri River.
"Ini." Menunjukkan layar ponselnya.
"Oh, di luar ekspektasi ya." Agak linglung.
"Are you okay?" Menatap wajah River yang lesu.
"Always be okay sejak ada kamu." Senyum River terlihat tulus.
"Jangan mudah jatuh cinta pada orang asing, cinta juga gak harus memiliki. Aku gak melarang kamu untuk jatuh cinta, nggak, aku tahu tertarik sama lawan jenis itu kita gak bisa mengontrolnya. Jadi, love yourself is better." Safma dengan kesadaran penuh mencoba menerangi.
Keterdiaman menyelimuti mereka berdua sampai menit berubah angka dari asalnya.
"Aku mengerti," Paham River, tidak mungkin juga dia menjadikan teman barunya ini sebagai pelarian atas patah hatinya kan? Dia sangat jahat jika melakukannya.
"Safma?"
"Hem."
Tersenyum dengan ejekan tercetak di wajah pemuda itu. "Aku pikir kamu bermain game seperti game yang biasa aku mainkan atau sejenisnya."
"Aku tahu." Celetuk Safma.
"Apa?"
"Aku manusia cantik." Random Safma kembali memakan camilan nya.
"Apasih kok tiba-tiba, walaupun kamu cantik, menggemaskan, manis, imut, tapi jangan diakui sendiri dong. Gunanya ada manusia sepertiku atau yang lain itu apa? Biarkan kami yang memuji karya Tuhan yang ada padamu, jangan terlalu mandiri. Aku rasa kamu over level overdosis untuk hal kemandirian." Celoteh pemuda yang entah kenapa seperti kehabisan obat bagi Safma. Walaupun kalimat River disisipkan kata pujian yang bisa saja membuat salah tingkah anak gadis.
Sedangkan Safma, ketika gadis biasanya dipuji akan tersipu, namun yang Safma lakukan malah memainkan ekspresi wajah yang tak jauh dari raut wajah terheran-heran.
Menggelengkan kepalanya, Safma memperhatikan tingkah laku manusia disampingnya yang agak lain.
Tangannya yang kiri terulur untuk menangkup mulut River, kenapa bisa ia bertemu pemuda cerewet seperti itu. "Main game jadi gak? Game apa, biar aku install dulu."
Mendapat perlakuan seperti itu, tentu saja River merasa terkejut, mulutnya dibekap, gadis ini benar-benar, "Lain kali aja, kita cancel malam ini."
Tangan Safma kembali ketempat semula, "Oke."
Ingin rasanya mengobrol banyak hal malam ini, kira-kira dibuka dengan obrolan apa ya? River berfikir keras. "Bagaimana jika kita sedikit mengobrol, ini baru jam sembilan malam kan?"
Mendengar itu, Safma refleks melihat jam tangan transparan yang memang sebenarnya gak ada di lengan kirinya. "Karena kamu pria, jadi kamu yang mulai bertanya dahulu."
Sedikit terkekeh geli karena sebenarnya menahan tawa yang bisa saja keluar tatkala melihat tingkah random gadis disampingnya. "TMI, apa type MBTI kamu?"
"INTP dan INFJ." Nada bicara Safma terdengar datar.
Mendelik, "Loh, mana bisa begitu?"
"Bisa tuh," Acuh Safma.
Dengan secepat kilat, River sedikit memiringkan badannya kearah Safma. Kepalanya menunduk dengan miring menatap wajah gadis yang belum merasa bosan untuk dipandang. "Alasannya?"
"Apakah harus?" Tanya Safma terdengar malas dengan mata melirik.
"Yeah bro!" Yakin River menunggu jawaban dari gadis itu.
"Aku pernah cek MBTI di internet, dan jawabannya selalu salah satu dari dua itu. Kadang INTP, kadang INFJ, yah, anggap saja punya dua kepribadian pikirku asal waktu itu." Jelasnya serius.
Mengangguk paham, lalu tersenyum dengan wajah antara berharap dan bertanya. "Kamu gak mau bertanya apa MBTI ku?" Menaikkan kedua alisnya.
Akhirnya setelah sedikit dibujuk, Safma menatap penuh wajah River dengan ikut memiringkan kepalanya. "Apa MBTI kamu?"
"ISTJ," tahu River antusias.
Setelah mendengar pengakuan River, Safma mengangguk dan menegakkan tubuh dalam duduknya. "Oh, pantas saja." Gumam Safma yang masih bisa didengar oleh River.
"Maksudnya pantas saja?" Tak mengerti dengan apa yang dimaksud gadis itu.
"Sesuai MBTI kamu, kamu type orang yang royal bukan? Seperti penyedia logistik, pensuplai dan ... Apalagi ya ... Yang jelas, kamu itu setia dari yang pernah aku baca. Tapi entahlah, itu tidak seratus persen benar bagiku." Jelas Safma, gadis itu berdiri pergi ke dapur dan kembali lagi dengan dua gelas susu coklat panas.
Tersenyum bangga, "Aku memang setia, kata teman-temanku juga aku terlalu naif dan tulus. Lantas kenapa masih ada saja yang menyakitiku?" Sekarang wajahnya terlihat lesu.
"Kamu berharap hidup di dunia yang sudah kacau ini dengan alur monoton?"
"Bisa dibilang begitu."
"Harapan dari seorang pecundang?" Ejek Safma dengan harapan menyadarkan pemikiran gila pemuda didekatnya.
"Benar, aku memang pecundang." Aku River penuh kesadaran, dia tidak merasa marah ataupun kesal dengan ejekan Safma, toh memang itu kenyataannya.
River memang begitu pecundang, apalagi dulu, dia benar-benar malu untuk mengingat betapa pecundang, naif, bodoh, dan konyol betul dirinya dahulu.
"Habiskan tehnya!" Pinta Safma yang meminum minumannya setelah berkata begitu.
Diambilnya gelas dimeja, saat pinggir gelas dan bibir River bertemu lalu menyecap rasa di dalam cekungan gelas itu. River baru menyadari satu hal.
"Ini coklat, bukan teh." Yakin River.
Ya, River yakin dengan lidah perasanya dan penglihatannya meskipun lampu agak remang-remang efek hemat listrik kata Safma.
"Yang bilang begitu siapa? Kenapa kamu terlalu naif?" Heran.
Menunjuk Safma yakin, "Kamu yang bilang."
"Tidak." Elak Safma.
"Iya." Koreksi River.
"Tidak." Elak Safma untuk kedua kalinya.
"Iya." Koreksi River juga untuk kedua kalinya.
"Tidak." Elak Safma lagi.
"Iya." Koreksi River lagi.
"Tidak." Elak Safma lagi dan lagi.
"Iya." Koreksi River. "Kamu tadi bilang jika ini teh." Mencoba mengingat ingatan gadis disampingnya.
"Aku tidak pernah bilang begitu, aku hanya berkata, ingat, berkata bukan bilang." Belanya pada diri sendiri.
Yang malah terlihat menggemaskan dimata River, "Sama saja." Menahan gemas dengan sekuat tenaga.
Alis Safma menyatu, "Kamu kenapa? Toilet kosong tuh."
Hilang sudah,
Rasa gemasnya hilang dalam sekejap.
"Apa kamu sadar jika kamu menggemaskan?" Terus terang.
Menggelengkan kepalanya, "Aku gadis berumur 21 tahun, dilihat dari sudut pandang manapun mustahil menggemaskan, karena aku sudah dewasa bukan bayi."
"Aku boleh mencium mu?" Tanya River.
"Tidak boleh." Tegas Safma.
"Bagaimana jika memelukmu?" Lagi.
"Tidak boleh."
"Tapi kemarin itu, di jembatan, kamu yang memelukku duluan, aku sampai kaget dengan tindakan tiba-tiba yang kamu lakukan. Kenapa sekarang kamu menolaknya?" Heran River dengan gadis itu.
"Beda situasi, itu urgent." Tekan gadis itu.
"Apa aku harus melakukan hal bodoh itu untuk season dua? Biar kamu melakukannya lagi?" Pemikiran bodoh macam apa coba, pemuda itu sudah hilang akal. Kewarasannya seperti terbawa angin.
"Jaga kewarasan mu, jangan hilang akal!" Peringatnya.
Kesal dirasakan Safma, bagaimana tidak, waktu dijembatan itu pun Safma merasa hampir tiada karena GERD yang kambuh secara tiba-tiba.
Ya, walaupun memang selalu datang tiba-tiba disaat ia terpuruk atau banyak pikiran sih, tapi jika dijembatan, Safma rasa itu puncak dari acara GERD yang kambuh dari sekian momen.
"Maaf Safma, aku gak bermaksud ..." Lirih River merasa bersalah.
Menghela nafas agak berat , "Jika kamu gemas padaku, ini ..." Memberikan tangannya, terlihat kini tangannya seakan menggantung di depan River dengan horizontal.
"Apa?" Bingung River dengan menampilkan wajah polosnya menatap bergantian dari wajah Safma lalu ke tangan sampai berulang kali.
"Genggam tanganku, tidak kurang tidak lebih." Jelasnya menampilkan senyum tipis dibalik wajah datarnya.
"Baik nona." River terlihat antusias.
Dengan perlahan River menaikkan tangannya untuk meraih tangan Safma yang menggantung itu, sepertinya membutuhkan waktu cukup lama karena terlihat slow motion dari pergerakan River.
Sedikit mau sampai saja, tangan pemuda yang bernama River itu bergetar seperti belum makan beberapa hari, nafasnya juga seperti menahan-nahan diri untuk setia di paru-paru dan tidak keluar dari sana.
Wajah pucat River mendongak menatap wajah teduh Safma yang menampilkan ekspresi datar. Berkedip beberapa kali, kembali River menunduk melihat jalan menuju letak tangan Safma benar tidak tersesat.
Grepp
Satu kata yang dapat menggambarkan apa yang dirasakan oleh River, lembut, halus, sedikit empuk, mungil dan dingin. Ah, maaf, River berkhianat, karena satu kata saja tidak cukup untuk menggambarkan tangan Safma yang ia rasakan.
"Tangan kamu dingin." Lirih River memainkan tangan Safma karena gemas.
"Efek AC kayaknya."
"Sepertinya." Angguk mengerti yang dikatakan Safma.
Beberapa saat kemudian ...
Safma kembali ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuh dan otaknya.
Baru tiga jam ia terlelap dalam tidurnya, ia dikagetkan dengan mimpi kepeleset hingga ia terbangun dengan sedikit linglung.
Mencoba mengatur nafasnya, Safma melihat jam didinding, menutup mata sekilas. Ia baru ingat jika teman barunya itu tidak memakai selimut, padahal cuaca sedang dingin ditambah AC.
Akhirnya Safma memutuskan untuk turun, mengambil selimut di lemari dan membawanya ke tempat dimana River tidur.
Safma berdiri di samping River yang sudah terlelap dalam tidurnya. Dengan keibuan, Safma menyampirkan selimutnya untuk menutupi setengah badan River yang terlihat agak meringkuk.
Setelah selesai, Safma balik badan untuk kembali ke kamarnya, namun sebuah tangan mencekal pergelangan lengan Safma.
Mau gak mau Safma menoleh kearah pergelangan lengannya lalu kearah River berbaring.
Mata River terbuka dengan derai mata, "Tolong jangan tinggalkan aku, aku butuh kamu."
"Eh?" Kaget Safma, ini si River mengigau tau sadar sih?