NovelToon NovelToon
TAKDIR CINTA

TAKDIR CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengganti / CEO / Persahabatan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Revan adalah pria tampan dan pengusaha muda yang sukses. Namun di balik pencapaiannya, hidup Revan selalu berada dalam kendali sang mama, termasuk urusan memilih pendamping hidup. Ketika hari pertunangan semakin dekat, calon tunangan pilihan mamanya justru menghilang tanpa jejak.

Untuk pertama kalinya, Revan melihat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri. Bukan sekadar mencari pengganti, ia menginginkan seseorang yang benar-benar ingin ia perjuangkan.

Hingga ia teringat pada seorang gadis yang pernah ia lihat… sosok sederhana namun mencuri perhatiannya tanpa ia pahami alasannya.

Kini, Revan harus menemukan gadis itu. Namun mencari keberadaannya hanyalah langkah pertama. Yang lebih sulit adalah membuatnya percaya bahwa dirinya datang bukan sebagai lelaki yang membutuhkan pengganti, tetapi sebagai lelaki yang sungguh-sungguh ingin membangun masa depan.

Apa yang Revan lakukan untuk meyakinkan wanita pilihannya?Rahasia apa saja yang terkuak setelah bersatu nya mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 Tidak Mau Tau

Siang ini, kesibukan berjalan seperti biasa, baik di perusahaan milik keluarga Revan maupun di butik Eliana. Hujan semalam telah reda, menyisakan udara segar yang menenangkan.

Di ruang kerjanya, Revan sedang memeriksa beberapa berkas laporan. Jemarinya menelusuri angka-angka di kertas, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Suara telepon di atas meja tiba-tiba berdering memecah keheningan.

“Re, ke ruangan Papa sekarang,” suara dari gagang telepon terdengar tegas.

“Baik, Pa. Aku segera ke sana,” jawab Revan singkat.

Panggilan berakhir. Tanpa menunda, Revan merapikan jasnya lalu melangkah menuju ruangan sang ayah. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.

“Masuk,” terdengar suara berat Surya dari dalam.

Revan membuka pintu dan berjalan mendekat. “Ada apa, Pa?” tanyanya, lalu duduk di hadapan ayahnya.

Surya menatap putranya beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “Papa ingin bicara sesuatu denganmu.”

Revan hanya mengangguk, menunggu penjelasan itu keluar.

“Celin sudah pulang,” ujar Surya pelan tapi penuh peringatan. “Dan tadi pagi, Mamamu pergi menemuinya.”

Revan terdiam. Ia bisa menebak arah pembicaraan ini.

“Papa khawatir,” lanjut Surya. “Mamamu dan Celin mungkin saja merencanakan sesuatu yang bisa mengganggu hubunganmu dengan Eliana. Karena itu, kamu harus berhati-hati, Revan.”

Revan menatap ayahnya, lalu tersenyum tipis. “Re tahu, Pa. Bahkan semalam Celin sempat datang ke gedung sebelum acara dimulai.”

Surya langsung mengernyit. “Kamu tahu? Bagaimana bisa? Apa jangan-jangan kamu juga tahu ke mana Celin pergi waktu itu?”

Revan menggeleng. “Tidak, Pa. Re tidak tahu ke mana dia pergi, dan Re pun tidak akan mau tau kemana ia pergi. Tapi saat malam acara pertunangan, Re meminta anak buah untuk berjaga lebih ketat. Takut ada hal yang tidak diinginkan.” Ia menarik napas dalam sebelum melanjutkan, “Ternyata benar. Sebelum acara dimulai, Celin datang. Untung saja orang-orang Re bergerak cepat. Kalau tidak, mungkin acara itu akan berakhir ricuh.”

Surya menghela napas panjang. “Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang?” tanyanya serius. “Papa hanya berharap kamu tidak mengecewakan Eliana dan keluarganya. Mereka sudah percaya padamu, Revan.”

Revan tersenyum lembut. “InshaAllah, Pa. Re akan menjaga kepercayaan itu. Re tidak akan melepaskan Eliana. Apa pun yang terjadi, Re akan mempertahankannya.”

Surya menatap putranya dengan bangga, lalu mengangguk pelan. “Baik. Papa percaya padamu.”

Sementara itu, di tempat lain, Celin baru saja pulang ke rumah orang tuanya ketika malam mulai menjelang. Lampu-lampu rumah sudah menyala, menyambutnya dengan cahaya hangat yang terasa menyesakkan.

Begitu melangkah ke ruang keluarga, suara berat papanya terdengar dari sofa. “Dari mana kamu, Celin? Kenapa baru pulang?” suara bariton Johan terdengar menekan tapi masih terjaga wibawanya.

Celin menatap papanya dengan lesu. “Aku dari apartemen, Pa. Mau nenangin diri aja,” jawabnya singkat.

“Duduk sini. Papa mau bicara,” ucap Johan, menepuk tempat kosong di depannya.

Awalnya Celin ingin langsung bergegas ke kamar, tapi melihat tatapan papanya yang tajam, langkahnya terhenti. Dengan malas ia mendekat dan duduk di kursi seberang.

“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya datar, jelas tak ingin memperpanjang percakapan.

Johan menarik napas panjang, berusaha menahan nada suaranya agar tetap lembut. “Celin, Papa harap kamu bisa berhenti berharap pada Revan,” ucapnya perlahan namun tegas. “Apa yang sudah terjadi semalam harusnya cukup membuatmu sadar.”

Mendengar itu, Celin langsung menegakkan tubuhnya. Pandangannya tajam, bibirnya bergetar menahan emosi.

“Papa pikir aku bisa semudah itu melupakannya?” suaranya meninggi. “Revan milikku, Pa! Harusnya akulah yang berdiri di pelaminan itu, bukan perempuan lain!”

“Cukup, Celin!” suara Johan kini meninggi. “Revan sudah memilih, dan kamu harus belajar menerima kenyataan itu, bukankah ini semua terjadi karena kebodohan mu sendiri!”

Celin segera berdiri, matanya memerah. “Tidak, Pa! Aku tidak akan menyerah. Revan akan kembali padaku.”

Ia berbalik menuju kamarnya, menutup pintu dengan keras hingga suara dentumannya menggema di seluruh ruangan.

Dian yang sejak tadi diam, kini menatap suaminya dengan raut wajah khawatir. “Dia masih keras kepala, Pa…” ucapnya lirih.

Johan menatap arah kamar putrinya dengan ekspresi lelah. “Ya, dan kali ini… papa benar-benar khawatir dia akan berbuat sesuatu yang di luar nalar, dan hal itu akan berdampak buruk pada kita."

“Mama dari mana?” tanya Surya sambil menutup pintu kamar. Ia baru saja selesai memeriksa beberapa berkas di ruang kerjanya.

“Biasalah, Pa. Ke salon dulu, lalu kumpul sebentar dengan teman-teman arisan. Tapi sebelumnya Mama sempat menemui Celin,” jawab Miranda santai sambil duduk di depan meja rias tanpa menoleh pada suaminya.

Surya menghela napas berat. “Untuk apa Mama menemui Celin? Jangan bilang Mama masih berharap Celin bisa menjadi istri Revan.” Ia berjalan ke arah tempat tidur dan duduk di tepi ranjang.

“Memangnya kenapa? Awalnya kan memang Celin yang jadi tunangan Revan,” ujar Miranda sambil memoles krim ke wajahnya, suaranya terdengar tenang.

“Iya, awalnya memang begitu. Tapi itu dulu, sebelum dia pergi tanpa kabar. Sekarang Revan sudah bertunangan dengan orang lain, dan Celin malah kembali. Jangan anggap remeh hal ini, Ma,” ucap Surya dengan nada serius. Surya berusaha sabar menghadapi tingkah istrinya.

Miranda menatap bayangan dirinya di cermin. “Mama tidak mau tahu. Revan harus menikah dengan pilihan Mama. Kalau bukan Celin, maka harus dengan wanita lain yang sepadan dengan keluarga kita.” Suaranya meninggi, kali ini ia berbalik menghadap Surya dengan wajah penuh tekad.

Surya menatap istrinya lekat-lekat. “Mama yakin pilihan Mama akan membuat Revan bahagia? Orang tua memang ingin yang terbaik untuk anaknya, tapi bukan berarti kita bisa mengatur segalanya. Revan sudah dewasa, biarkan dia menentukan hidupnya sendiri,” ucap Surya lembut namun penuh tekanan. Ia bersandar di kepala ranjang, mencoba menenangkan dirinya.

Miranda mendengus pelan. “Terserah Papa mau bilang apa. Yang jelas Mama tetap pada pendirian Mama. Revan pantas mendapat pendamping yang lebih baik,” katanya keras kepala, matanya menatap tajam ke arah suaminya.

Surya memejamkan mata sejenak, lalu kembali menatap Miranda. “Baik menurut Mama belum tentu baik bagi Revan. Apa kurangnya Eliana? Dia anak yang sopan, punya budi pekerti yang baik, dan berasal dari keluarga yang terhormat juga. Hanya karena mereka tinggal di desa bukan berarti mereka rendah. Jangan menilai orang dari luarnya saja Ma. Ingat, di mata Allah kita semua sama.”

Miranda terdiam sesaat, lalu berucap pelan, “Celin juga anak yang baik, Pa. Dia hanya khilaf atas apa yang sudah terjadi.” Wajahnya mulai melunak, namun masih ada sisa pembelaan dalam nada suaranya.

Surya menggeleng pelan. “Sudahlah, Ma. Jangan membela yang jelas-jelas salah. Papa harap Mama tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu. Jangan sampai Revan menjadi korban dari keegoisan Mama.” Suaranya kini datar namun penuh ancaman.

Miranda menoleh cepat, suaranya meninggi, “Papa masih saja mengungkit masa lalu!” Ia tampak tersinggung dan mulai terpojok.

“Papa tidak mengungkit,” balas Surya tenang. “Papa hanya mengingatkan. Jangan salahkan Papa kalau suatu hari nanti rahasia itu tidak bisa lagi Papa simpan, kalau Mama masih terus-menerus bersikap seperti ini.”

Surya kemudian menarik selimut dan berbaring menghadap tembok, menandakan pembicaraan sudah berakhir.

Miranda hanya terdiam. Bayangan masa lalu yang berusaha ia kubur perlahan kembali muncul dalam pikirannya.

1
erviana erastus
ckckck revan2 beres kan dulu si celine baru happy2 sama elina .... 😏😏😏😏
erviana erastus
dasar j*******g giliran ninggalin revan nggak ngotak skrng mau balikkan 🤣 nggak laku ya say makax cari mantan
erviana erastus
ada rahasia apa dinnk lampir
erviana erastus
emak satu ini minta ditampar biar sadar
erviana erastus
ribet ... knp nggak langsung nikah aza .... satu lagi jalang dia yg pergi tp merasa tersakiti ... hei Miranda kamu tuh ya buka tuh mata lebar2 jadi tau kelakuannya si celine
erviana erastus
jadi orang nggak usah terlalu baik el, tuh calon pelakor didepanmu .....
erviana erastus
miranda ini batu banget, tipe emak2 sok kuasa 😏
erviana erastus
calon plakor mulai tampil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!