Jangan main HP malam hari!!!
Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.
Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?
Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.
*
Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
follow dulu Ig : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Pesan misterius
Alarm dalam kamar bernuansa biru muda itu sudah berdering dari lima kali, namun penghuninya yang sedang tertidur pulas tidak terganggu sama sekali.
Selimut sudah terjatuh ke lantai dan sprei kasur sudah sangat berantakan, Varania tetap tidur dengan nyaman.
"Varaaa, bangun!! Kamu nggak kerja?" Pintu terbuka lebar, dan teriakan menggelegar Matilda memenuhi seluruh penjuru kamar.
Varania sedikit terusik, membuka sedikit matanya kemudian kembali melanjutkan tidur.
"Bangun, Vara. Sudah jam delapan lewat lima belas menit, kalau kamu nggak bangun sekarang kamu akan telat." Matilda menepuk-nepuk pipi Varania, lalu menarik tangan gadis itu untuk duduk.
"Aku ngantuk, Bu." Rengek Varania hendak kembali berbaring.
"Heh, bangun. Mandi sana." Matilda tidak membiarkan Varania berbaring, dengan sekuat tenaga Matilda menyeret Varania ke kamar mandi dan mengguyurnya dengan seember air dingin.
"Ibuuuuuu!" Pekik Varania.
"Mandi, Vara. Sudah jam delapan lewat."
Varania menggaruk kepalanya, lalu saat menyadari apa yang dikatakan ibunya, matanya melotot sempurna.
"Mampus. Aku telat," Varania tidak lagi memperdulikan ibunya, dia mandi dengan kecepatan kilat.
Sepuluh menit kemudian Varania keluar dari kamar mandi, menyambar pakaiannya lalu memakainya. Varania menyisir asal rambutnya kemudian bergegas keluar.
"Aku berangkat, Bu." Pamit Varania sambil memakai sepatunya.
"Hati-hati." Kata Matilda setengah berteriak dari dapur.
Varania berjalan terburu-buru menuju halte bus, ia berharap bus terakhir pagi hari belum berangkat.
"Duhh, ini beneran telat deh." Varania duduk di halte bus, sesekali melihat ke arah kanan. Biasanya ada bus yang parkir di sana, tapi pagi ini tidak ada.
Bus terakhir pagi hari sudah berangkat, Varania benar-benar akan terlambat. Ini semua gara-gara penelepon aneh itu, seharusnya ia bisa tidur cepat namun penelpon itu menelponnya sampai pukul tiga pagi.
Tidak peduli seberapa sering Varania mematikan sambungan dan mematikan ponsel, nomor itu tetap bisa menelponnya. Bahkan setelah mengeluarkan SIM card nya, telepon dari nomor aneh itu masih bisa masuk.
"Mau berangkat kerja vara?" Sebuah mobil hitam berhenti, Boyd yang ada di dalam menurunkan kaca sambil tersenyum ramah.
"Iya, paman." Sahut Varania.
"Masuklah, aku antarkan kesana." Kata Boyd.
Varania ingin menolak, tapi ia sudah sangat terlambat. Varania masuk, duduk di samping kemudi dengan wajah cemasnya.
"Terimakasih paman." Ucap Varania.
"Yeah, hanya bantuan kecil. Bagaimana dengan tawaranku kemarin?" Tanya Boyd melajukan mobil dengan kecepatan lumayan tinggi.
"Masih pikir-pikir, paman." Jawab Varania.
Boyd menganggukkan kepalanya mengerti, "kamu sakit? Wajahmu agak pucat?" Tanyanya.
"Tidak, paman. Aku hanya kurang tidur."
Varania masih memikirkan nomor aneh tadi malam, itu benar-benar aneh dan tidak masuk akal.
Apakah larangan di Ravenswood ada hubungannya dengan nomor itu? Apakah nomor itu akan menelpon orang yang menyalakan ponsel di malam hari?
Lima belas menit kemudian mobil berhenti di depan sebuah cafe.
"Terimakasih paman." Ucap Varania keluar dengan cepat, ia berharap bosnya tidak datang hari ini.
"Sama-sama."
Varania tidak menunggu mobil Boyd pergi, dia masuk dengan wajah cemas.
"Kamu terlambat lima belas menit, berlagak jadi bos huh?!" Suara bernada datar itu membuat bulu kuduk Varania seketika berdiri sehingga ia langsung berhenti sambil menundukkan kepala.
"A-aku-"
"Bulan ini gaji kamu di potong sepuluh persen." Dia tidak membiarkan Varania menyelesaikan kata-katanya, langsung saja memberikan hukuman.
Mata Varania membola. Sepuluh persen? Ia hanya terlambat lima belas menit dan gajinya harus dipotong sebanyak itu? Benar-benar bos tidak punya hati.
"Kenapa masih disini? Kamu sudah nggak mau bekerja?"
"Iy-enggak. Aku permisi," Varania dengan cepat pergi ke belakang untuk bersiap-siap.
"Fardan sialan. Nyebelin banget jadi bos." Gerutu Varania menguncir rambut panjangnya.
Ya, Fardan Elano adalah pemilik cafe ini. Dia pria dia puluh sembilan tahun yang sangat menyebalkan dengan wajah datar dan juga cara bicaranya yang sombong.
"Sabar, Ra. Lain kali jangan telat lagi biar nggak kena amukan dia." Kata Serena, teman kerja Varania yang sudah lebih dulu bekerja di cafe ini. Serena punya pengalaman yang lebih baik tentang bagaimana menangani bos galak itu.
Tidak terlambat dan bekerja dengan sungguh-sungguh, begitulah caranya. Meskipun terkadang Serena juga melakukan kesalahan kecil seperti tidak sengaja menumpahkan setitik bubuk kopi, Fardan langsung marah.
"Ya, mau lagi namanya juga kerja." Celetuk Merry, kasir yang seringkali pasrah. Dia yang paling sering dimarahi, dan Merry tentu menerima amarah itu dengan lapang dada.
"Kita ke depan dulu, Ra."
Sekarang hanya ada Varania yang sedang memakai seragam kerjanya, saat memasukkan ponselnya ke dalam tas tak sengaja Varania melihat layarnya yang menampilkan notifikasi pesan baru.
Varania membukanya, sebuah pesan berisi fotonya saat di kamar mandi tadi pagi. Varania terpaku pada bayangan di belakangnya.
Bayangan itu bukan miliknya, bayangan tersebut lebih besar dan lebih tinggi.
Varania memeriksa nomor si pengirim dan lagi-lagi ia merasa aneh karena nomor itu sama dengan nomor yang menelponnya tadi malam.